
Tidak semua yang wah hasilnya besar. Petinju Daud Yordan dan Iwan Zoda telah mengubah persepsi ini. Dari tempat berlatih yang sangat sederhana, pria-pria jantan asal Kabupaten Kayong Utara (KKU) itu bisa menggebuk dunia, menarik perhatian khalayak tinju internasional, dengan kepalan mereka.
Deska Irnansyafara, Pontianak
Sang pelatih, Damianus Yordan, menuturkan histori pembangunan sasana tinju di selatan Kalimantan Barat itu. “Berdiri setelah (KKU,red) mekar dari Kabupaten Ketapang pada tahun 2006 lalu,” ujarnya, mengawali bincang-bincang sore dengan wartawan koran ini di kawasan Pontianak Selatan, Minggu (6/3).
Lazimnya daerah otonomi baru (DOB), kegiatan pemerintahan dan administrasi penduduk semua berpindah. Termasuk dunia olahraga.
“Kami memindahkan tempat pembinaan petinju, semua aset seperti ring tinju dan peralatan lain kita bawa ke KKU. Karena berada di tempat baru, saya beri nama Sasana Kayong Utara,” tutur pria yang akrab disapa Dami itu.
Celakanya, biaya terbatas. Dengan modal nekat lah Dami memberanikan diri mendirikan sasana baru tersebut. Bahan-bahan tidak dibeli di toko bangunan. Mulai dari tiang pondasi hingga rangka keseluruhan sasana diambil dari hutan. Kala itu, hutan di KKU masih cukup luas, hasil alam seperti kayu pun bisa digunakan untuk pembangunan.
“Saya mengambil inisiatif mencari bahan sendiri ke hutan. Anak-anak (Daud, Iwan, dan petinju lainnya,red) mengangkut bahan bangunan dari hutan ke jalan untuk dibawa ke lokasi pembuatan sasana,” paparnya.
Sebagai PNS, gaji Dami tak seberapa. Apalagi posisinya di kantor hanya staf biasa. Yang pasti tak bakal cukup membangun tempat pembinaan olahraga. “Dua tahun kumpul-kumpul dana, akhirnya berdiri juga,” ucapnya.
Sasana yang baru dibangun itu masih terbuka, angin bisa menari-nari di sela tarian anak asuhnya di ring. Kini, Sasana Kayong Utara sudah ‘agak’ mendingan walau luasnya tidak signifikan. Berdiri di lahan 9 x 31 meter persis di Jalan Tanjungpura, Dusun Sungai Belit, Desa Sejahtera, Kecamatan Sukadana, KKU.
“Kami bangun di atas sisa tanah dari bangunan rumah. Jadi berdempetan dengan kediaman kami. Atap seng dan terbuka. Sekarang sudah tertutup setengah,” kisah Dami.
Bukan hanya bangunan, fasilitas latihan pun masih sederhana. Ring tinjunya sudah tua, ada sejak Dami masih aktif bertinju. “Tahun 2001 dibeli. Sampai sekarang masih digunakan untuk pembinaan. Juga sebagai tempat Daud dan Iwan berlatih,” tukas dia.
Meski belum pernah sama sekali dibantu pemerintah dan pihak swasta, Dami tetap optimis. Dia mencoba berpikir positif. Mungkin, pemerintah sibuk mengurus cabang olahraga lain.
“Saya memaklumi pemerintah belum bisa membantu. Sebatang paku pun belum pernah diberikan untuk membangun sasana kami. Yah, yang penting kita berusaha terus,” ungkapnya.
Keterbatasan memang tak menyurutkan hati Dami dan petinju-petinju yang dia asah. Tekad meraih kemenangan dan melahirkan nama besar tetap memenuhi ruang-ruang di jiwa mereka.
“Walaupun sederhana, tapi sudah melahirkan petinju hebat seperti Daud dan Iwan Zoda. Petinju profesional yang sudah dikenal banyak orang di dunia. Di Kalbar, kita yang terbaik,” bergetar suara Dami, nada bangga dan haru jelas tersirat di baliknya.
Meski belum ada fasilitas baru, aktivitas dan rutinitas latihan di Sasana Kayong Utara tetap berjalan. “Sebagai pengelola dan pecinta petinju, tidak mungkin kita hanya menunggu bantuan dari pemerintah maupun orang lain,” seru Dami.
Kini, Daud Yordan dan Iwan Zoda telah menjadi magnet dan inspirator bagi anak muda di Kabupaten Kayong Utara. Dan, tentu saja, Kalimantan Barat. (*)