Apa Kabar Keramik Singkawang yang Tenar pada 1980-an?

Upaya Keras Bertahan Tanpa Tungku Naga

Walau bisnis tidak selancar dahulu, ia memiliki impian akan memproduksi kembali keramik mirip produksi jaman Dinasti Ming. Mertuanya, Tjhai Tiam Tjin, sampai pernah mendapat penghargaan nasional dan bertemu secara langsung mantan Presiden Soeharto di Istana Merdeka karena kualitas keramik buatannya.

“Pada awal 2016, kami sempat berusaha membuat keramik serupa keramik Dinasti Ming, namun ada beberapa yang pecah lantaran pembakarannya tidak sempurna. Kalau sampai ada yang gagal, tentu rugi juga, ditambah biaya untuk pembuatan naga keramik ini lumayan. Satu keramik pembuatan naganya sampai Rp500 ribu,” beber Se Moi.

Lesunya bisnis keramik ini diamini tetangga Se Moi, Lie Fung Kiau, yang mengelola keramik Dinamis di Sakok, Singkawang Selatan. “Tapi kami sekuat tenaga untuk mempertahankan usaha leluhur ini. Kami ini generasi ketiga, usaha ini dibangun sejak 1937 yang dulu dikenal tempat usaha pembuatan keramik Yung Tung Fat,” tuturnya.

Keramik buatan di Singkawang masih mempertahankan konsep tradisional, lanjut dia, yaitu ukiran naganya yang bersifat timbul. ”Berbeda dengan keramik dari Tiongkok saat ini yang ukirannya merupakan gambar atau tulisan,” ungkap pria berusia 53 tahun itu.

Dan menurut Fung Kiau, ukiran naga tersebut lah yan menjadi daya tersendiri bagi peminat keramik. “Bahkan dari Filiphina atau negara lain seperti Malaysia membeli keramik kita, dan menjadi oleh-oleh bagi pejabat ketika mereka datang ke Singkawang,” ujarnya.

Harga keramik yang ia tawarkan bergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatannya. “Ada yang Rp40 ribu hingga 4 juta rupiah ke atas. Semakin besar dan ukirannya menarik dan sulit, maka harganya semakin mahal,” pungkas Fung Kiau. (*)