eQuator.co.id – Pontianak-RK. Korupsi tidak sekedar penyimpangan anggaran untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Kebijakan yang berdampak kerugian bagi masyarakat pun bisa dianggap korupsi. Gubernur Kalbar Sutarmidji mengatakan, jangan berpikir korupsi harus ada wujudnya. Terutama uang. Hukum akan selalu berkembang seiring zaman. Untuk itu, harus membuat kebijakan yang terukur, sesuai aturan dan transparan.
“Saya rasa ke depan akan berkembang seperti itu. Sekarang ini, unsur korupsi itu; pertama, melanggar aturan. Kedua, ada yang diuntungkan,” ujarnya saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Program Pencegahan Korupsi di Provinsi Kalimantan Barat yang dilaksanakan di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Kamis (21/2).
Menurut pria yang karib disapa Midji ini, kunci untuk mencegah berbagai penyimpangan adalah transparansi. Makanya, transparansi sangat penting. Saat ini, Pemprov Kalbar sedang membuat program satu data. Siapapun bisa membuka dan mengakesnya. “Yang berkaitan dengan keuangan, pemerintah daerah, semua bisa. Harusnya,” ucapnya di hadapan peserta.
Kecuali sesuatu yang rahasia menurut undang-undang. Misalnya, kondisi kas daerah yang hanya beberapa orang boleh mengetahuinya. “Sedangkan yang lainnya boleh,” imbuhnya.
Pemikiran sekarang kata dia, bagaimana anggaran bisa digunakan secara efektif dan efisien. Karena, permasalahan sekarang banyaknya pemborosan. “Kalau saya yang jadi auditornya, hampir semua anggaran itu saya kaji,” lugasnya.
Dijelaskan Midji, ketika SKPD di jajaran Pemprov Kalbar menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), ia ajak bahas semuanya satu-satu. Karena hampir semua yang ada akibat suka-suka pejabatnya saja. Banyak RKA yang tidak membicarakan output dari rencana itu sendiri. Sebagai contoh, dirinya pernah mencoret anggaran untuk perlombaan drumband. Anggaran untuk lomba Rp960 juta dan pesertanya 16 klub drumband. “Kalau saya beri Rp200 juta, bisa selesai,” ucapnya.
Misalnya kata Midji, belikan 16 set alat drumband terbagus. Berikan kepada peserta. Panggil anak IPDN atau anggota TNI. Suruh mereka melatih anak-anak itu. “Ini Rp960 juta, tapi outputnya tak jelas,” tukasnya.
Contoh lainnya, anggaran perjalanan dinas sebesar Rp244 miliar per tahun. Apa yang mau dibuat dengan anggaran itu? Dia pun menguranginya hingga menjadi Rp130 miliar.
Kemudian dana yang sudah dikurangi tersebut untuk pendidikan gratis anak-anak Kalbar. Bisa untuk beli meubelair sekolah 25 ribu set, pakaian untuk anak-anak tak mampu dan perbaiki asrama mahasiswa. Kemudian, membiayai sekolah mereka “Cukup duitnya. Bisa untuk 142.000 anak,” jelasnya.
Ditegaskan mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini, efektivitas dan efisiensi anggaran sangat penting bagi Kalbar. Bila tidak dilakukan, Kalbar tidak akan maju-maju. “Sebagai penyelenggara negara dan tata kelola pemerintahan, saat ini Kalbar begitu memalukan,” sebutnya.
Dipaparkan dia, Kalbar penghasil CPO kedua terbesar di Indonesia. Begitu pula dengan persediaan bauksitnya jadi yang terbesar. Sedangkan uranium terbaik kedua dan luas wilayah Kalbar satu sepertiga kali pulau Jawa. “Masih banyak lagi,” ujarnya.
Kondisi saat ini, IPM Kalbar urutan 29 se Indonesia. Daya saing urutan 28. Kesejahteraan urutan 28. Infrastruktur urutan 33. “Cuma menang dari Papua,” tuturnya.
Begitu pula dengan lamanya anak bersekolah di Kalbar hanya 7,3 tahun. Menunjukkan, angka putus sekolah dan buta aksara masih banyak. “Kenapa terjadi? Karena penyusunan anggaran tidak mengena pada kebutuhan masyarakat,” lugas Midji.
Ditemui usai memberi paparan, kepada awak media yang mewawancarainya, Midji mengatakan, fokus pemberantasan korupsi di Kalbar mengarah kepada sisi pendapatan daerah. Menurutnya, kesulitan terjadi pada daerah tingkat dua. “Itu perlu penanganan khusus,” ucapnya.
Dia minta optimalisasi pendapatan dari sektor pajak harus dilakukan evaluasi terutama PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). NJOP kadang hanya 1/6 harga jual pasar. Padahal BPHTB beracuan pada nilai jual pasar. Seharusnya NJOP didekatkan pada nilai jual pasar.
Hanya saja untuk PBB dibagi sebesar nilai perkalian NJOP. Kalau nilai kenaikan NJOP ada empat kali, maka PBB harus dibagi empat. Itulah tarif yang sebenarnya. Kalau mau dinaikkan cukup lima atau sepuluh persen. “Nggak usah banyak-banyak,” ujarnya.
Mengapa NJOP harus mendekati nilai pasar? Dijelaskan Midji, karena untuk menghindari transaksi-transaksi sesat dan mengelabui nilai jual beli dengan menggunakan patokan NJOP. Padahal NJOP hanya seperlima. Atau paling tinggi seperempat dari nilai jual. “Tapi kalau sudah didekatkan dengan nilai jual, tidak apa-apa,” pungkasnya.
Bila itu bisa dilakukan, Midji yakin kenaikan BPHTB akan mencapai 30-35 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Juga tidak akan kecolongan dari pajak,” lugasnya.
Jadi, kata dia, fokus Rakor kemarin adalah mengenai pendapatan daerah. Kalau sebelumnya fokus pada tata kelola Pemda. Nah, tata kelola sudah baik, sekarang bahas pendapatan. Kalau dulu membahas pengeluaran, sekarang pemasukan. “Maka pendapatan harus dikelola dengan baik,” tuntas Midji.
Sementara itu, Kepala Satgas dan Koordinator Wilayah Super Visi dan Pencegahan Kalimantan KPK RI, Sugeng Basuki mengatakan, pihaknya masih menjalankan rencana-rencana yang telah dibuat di tahun 2018. Dimana ada 8 program kegiatan. Tahun ini ada beberapa tambahan. Masing-masing wilayah memiliki tematik yang berbeda-beda. “Untuk wilayah Kalbar juga lainnya, tematiknya adalah optimalisasi pendapatan daerah,” paparnya kepada peserta.
Tahun sebelumnya, yang diperbaiki proses pengeluaran keuangan. Program kemarin yang belum tercapai, tetap akan dikawal. Sedangkan tahun ini memperbaiki proses penerimaannya. “Sehingga nantinya akan lebih optimal,” katanya.
Tematik tiap wilayah berbeda-beda. Misalnya Kalimantan Timur, banyak kebocoran masalah pertambangan. Maka tematik Kaltim adalah optimalisasi pertambangan.
Sugeng mengatakan, pihaknya telah mendapat arahan dari Gubernu Kalbar. Dalam arahan itu, Gubernur meminta KPK mendampingi daerah-daerah dalam mengefisiensikan pengelolaan keuangan. “Ada 5 hal yang kami catat. Intinya adalah efisiensi pengelolaan keuangan. Jadi, kegiatan-kegiatan yang ada bisa lebih diefisienkan,” tuturnya.
Kedua, terkait salah satu kegiatan optimalisasi pendapatan daerah bisa berasal dari Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (BPATP). Melihat besarnya wilayah Kalimantan, pihaknya belum begitu tahu potensi-potensi apa saja yang bisa dikembangkan. “Karena itulah mohon bantuan dari semua pihak yang hadir,” ucapnya.
Dirinya juga telah berkoordinasi dengan BPN terkait NJOP. Diharapkan NJOP bisa mendekati harga pasar. Dengan demikian, diharapkan PBB dan PPh bisa meningkat.
“Itu sudah kami koordinasikan dengan pertanahan. Pertanahan pun melalukan pembaharuan setiap dua tahun sekali mengenai zona nilai tanah,” tuturnya.
Ketiga, penyebaran modal Pemda kepada BUMD. Hal ini akan menjadi kajian tersendiri. Nantinya menjadi masukan kepada Kemendagri. “Hal ini sudah kami konsultasikan dengan Biro Hukum dan Litbang kami untuk menjadi masukan kepada Kemendagri,” ungkapnya.
Keempat, terkait pokok pikiran (pokir) anggota dewan. Hendaknya ini dapat masuk melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). Secara teknis, pihaknya bisa berkoordinasi dengan legislatif. “Kaitannya antara legislatif dan musrenbang ini adalah agar pokir-pokir ini bisa seimbang,” ucapnya.
Kelima, ia menyinggung mengenai interaksi antara pemungut pajak dan wajib pajak. Menurutnya, hal tersebut harus dikurangi. Salah satu jalan keluarnya adalah aplikasi pajak online. “Diharapkan untuk menggunakan aplikasi online pajak. Agar interaksi antara pemungut pajak dan wajib pajak bisa dikurangi,” tandasnya.
Hendaknya aplikasi ini dapat dikelola sendiri. Bukan dikelola orang dalam atau perusahaan swasta. Bila menggunakan swasta, pemerintah nantinya terbelenggu. “Kalau ada masalah, harus ke mereka,” sebutnya.
Pada dasarnya kata Sugeng, pihaknya bertugas untuk mendorong Pemda mengaplikasikan sistematik pencatatan yang efektif, efisien dan akuntabel berdasarkan IT. Ia juga meminta semua pihak untuk membantu tugas satgas dalam pemetaan dan potensi daerah masing-masing. “Nanti akan dimediasi,” jelasnya Sugeng.
Berikutnya adalah kegiatan monitoring. Karena kebocoran-kebocoran di daerah bisa menjadi permasalahan di kemudian hari.
Laporan: Bangun Subekti
Editor: Arman Hairiadi