eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Sejumlah persyaratan, terutama agunan (jaminan) selalu diminta perbankan ketika pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengajukan pinjaman. Bagaikan momok, pelaku usaha keburu enggan mencari informasi untuk mendapatkan tambahan modal.
“Akses permodalan sekarang gampang, terlebih di kota. Namun yang menjadi persoalan, enggannya pelaku usaha mencari informasi permodalan,” kata Pengurus Ikatan Wanita Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI) Provinsi Kalbar Bidang UMKM, Zavina dalam Diskusi Ngopi Yok yang mengusung tema ‘Ketika Pelaku Usaha Terbentur Modal’ di Kantor Harian Rakyat Kalbar, Senin (1/4).
Tidak hanya mencari informasi. Bahkan, datang ke bank yang menjadi salah satu akses permodalan yang mudah, pelaku enggan melakukan. “Jadi masih malu-malu untuk ke bank. Bahkan tidak tahu caranya seperti apa pengajuan permodalan,” ucapnya.
Namun begitu, kata Zavina, diakuinya selain akses permodalan, hal yang menurutnya juga menjadi persoalan dalam mendapatkan akses modal, khususnya dari industri keuangan atau perbankan, yakni jaminan yang harus diberikan pelaku usaha ketika hendak mengajukan pinjaman. “Jadi terbenturnya karena syarat atau jaminan yang harus dimiliki oleh pelaku usaha, ketika ingin mengajukan pinjaman,” ungkapnya
Zavina berharap, industri keuangan khususnya yang memiliki program pengembangan UMKM, hendaknya melakukan pembinaan bagi pelaku usaha, terlebih terkait manajemen keuangan. “Adanya pembinaan. Kita sebagai pelaku usaha memerlukan pengetahuan tentang manajemen keuangan. Sehingga bisa mengakses keuangan usaha kami sendiri, baik usaha kecil, besar maupun menengah,” terangnya
Diskusi juga menghadirkan perwakilan perbankan. Teguh Doto Setiadi, Kepala Unit Usaha Mikro Bank Kalbar Pontianak menyebutkan, untuk persyaratan permodalan bagi pelaku usaha saat ini sudah diminimalisir. Jadi bukan persoalan besar. Terlebih, sekarang sudah banyak lembaga keuangan yang menyediakan akses permodalan. ”
Selain perbankan, sekarang banyak berdiri Credit Union (CU) dan koperasi, terutama di perkotaan. Bahkan, BUMN juga menyalurkan bantuan permodalan. “Kita (BPD, red) banyak program khususnya untuk mikro. Saat ini BPD sedang menggalakkan KUR (Kredit Usaha Rakyat, red), ini program unggulan kita. Sebab bunga kecil yang awalnya 9% menjadi 7%,” terang Doto
Hanya saja diakui Doto, sulitnya akses keuangan atau modal bagi sejumlah pelaku UMKM, lantaran kurangnya informasi terkait hal ini. Makanya, dalam menggalakkan program permodalan tersebut, BPD tidak hanya melakukan sosialisasi. Bahkan, dilakukan langsung menyentuh ke masyarakat. “Kita lakukan jemput bola, sehingga program yang sudah ada, seperti KUR bisa membuat pelaku usaha terbantu. Kami bersyukur sampai saat ini antusias masyarakat cukup tinggi,” katanya
Mengenai pembinaan atau pelatihan kepada UMKM, lanjut Doto, BPD juga melakukan program tersebut melalui debitur. Sehingga dapat dilihat, apakah program KUR yang sudah berjalan membantu atau tidak bagi pelaku usaha. “Kita juga ada program CSR (Corporate Social Responsibility, red) pada pelaku UMKM, rutin disalurkan dengan nominal Rp1 juta tanpa bunga, dan dikembalikan selama satu tahun,” sebutnya
Terkait sulitnya mengakses pengajuan kredit, bahkan ada nasabah yang tidak lolos dalam pengajuan pinjaman di bank. Menurutnya, kemungkinan persyaratan yang diinginkan oleh perbankan atau industri keuangan lain yang masih belum terpenuhi. “Seperti agunan, kita ada pinjaman tertentu. Nah kalau persyaratan, misalnya seperti pelaku atau pedagang di Pasar Flamboyan, kita minta SPT-nya,” jelasnya
Di tempat yang sama, Ruli Febriansyah, Relationship Manager Kredit BRI Cabang Gajah Mada Pontianak mengungkapkan, untuk bantuan modal bagi pelaku UMKM, pemerintah telah menyalurkan anggaran subsidi yang cukup besar melalui program KUR. “Kuota kita paling besar untuk program KUR. Tahun lalu, realisasi pencapaian KUR hampir mencapai 100 persen. Artinya, pengusaha sudah diberikan kemudahan, tinggal bagaimana UMKM memanfaatkannya. Salah satunya, jangan malu mencari informasi dan datang ke bank,” tuturnya.
Terkait edukasi dalam pengembangan UMKM, diakui Ruli, BRI memiliki program pelatihan bagi UMKM. Namun, lebih menyasar ke daerah. “Lebih banyak ke daerah bukan perkotaan. Karena sulitnya akses permodalan, khususnya di desa yang dinilai masih kurang. Kita juga ada CSR, dimana beberapa persen dari laba yang kita peroleh, diperuntukkan untuk program ini,” pungkasnya.
Hadir pula dalam diskusi, Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura, M Fahmi. Dia menyebut, permodalan bagi pelaku usaha sebetulnya bukan kendala yang besar, terlebih saat ini sudah banyak Startup yang mengembangkan usahanya dengan modal sendiri. “Akan tetapi apabila usahanya memang terbatas atau membutuhkan cukup banyak modal, bisa pula menggunakan modal melalui lembaga non bank,” kata Fahmi.
Terlebih untuk mengakses permodalan melalui industri keuangan, misalnya seperti perbankan, kata Fahmi, tentunya pelaku usaha perlu mengetahui apa yang diinginkan bank. “Sementara kita tidak tahu syarat bank seperti apa, misalnya laporan keuangan, ada apa tidak pelaku usaha memiliki laporan keuangan yang mudah
dibaca oleh pihak bank. Sehingga bank bisa menyalurkan modalnya,” ungkap Fahmi.
Disamping itu, lanjutnya, jembatan yang dapat diperoleh UMKM, seperti pelatihan atau pendampingan pengembangan usaha, saat ini, khususnya di Kalbar, sudah banyak akses atau institusi yang bergerak dalam bidang ini. “Kita ada PLUT (Pusat Layananan Usaha Terpadu, red) bahkan gratis diberikan untuk UMKM. Kemudian bisa belajar melalui kampus, jadi tidak ada alasan kalau soal pembinaan. Namun, kita perlu merangkai untuk merajut rantai nilai itu,” tegasnya.
Laporan: Nova Sari
Editor: Yuni Kurniyanto