Ada ‘Bupati’ Gafatar di Kayong Utara

Menelusuri Struktur Gerakan Fajar Nusantara di Kalbar

KENDARAAN ‘BUPATI’ GAFATAR. Mobil Innova berplat KB 1647 HG disebut sebagai kendaraan ‘Bupati’ Gafatar KKU berinisial Fm. Mobil ini telah diamankan petugas bersama satu unit mobil boks yang juga milik kelompok Gafatar di Lapangan Sepakbola persis di depan Asrama Polsek Sukadana, KKU, tempat mereka ditampung, Rabu (20/1). KAMIRILUDDIN/RK

Rakyat Kalbar. Datang ke suatu tempat dengan cara berkelompok sepertinya mustahil tanpa rencana. Dugaan para pendatang yang belakangan diketahui eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) masuk ke Kalimantan Barat secara teroganisir tampaknya tidak salah. Rakyat Kalbar mencoba menelusuri hal itu.

Kemarin, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kebangpol) Provinsi Kalbar, Aliuk, ditemui di Kantor Gubernur. Ia mengatakan, keberadaan Ormas di Kalbar sudah jelas diatur dalam Undang-Undang. Semua boleh berserikat dan berkumpul mendirikan organisasi.

“Semua Ormas sebaiknya terdaftar sehingga keberadaannya diketahui oleh pemerintah,” terang Aliuk, Rabu (20/1).

Aliuk membantah pihaknya kecolongan dengan hadirnya Ormas Gafatar di Kalbar. “Tidak seperti itu, karena Gafatar keberadaannya sudah ada 2013 lalu. Pengurusnya ada dan lengkap dan menyatakan diri berasaskan Pancasila di dalam AD/ART-nya,” tutur dia.

Berdasarkan data yang diterima Kesbangpol saat itu, Gafatar bergerak di berbagai bidang terutama pertanian dan pangan. Namun, seiring perjalanan waktu, barulah diketahui di Gafatar ada ideologi yang baru.

Terkait hal tersebut, lanjut Aliuk, pihaknya bekerja sama dengan tokoh agama dan intansi terkait melakukan pemantauan kalau memang terjadi penyimpangan. “Saat itu kita sudah mengirimkan surat ke berbagai pihak untuk memantau aktivitas Gafatar ini. Surat tersebut kita sampaikan 28 Januari 2015 lalu,” bebernya, seraya mengatakan Gafatar ini sudah membubarkan diri pada 27 April 2015.

Belum mendapat jawaban utuh rupa organisasi paham Gafatar di Kalbar, koran ini mendatangi 749 kepala keluarga (KK) warga mantan Gafatar dari Kabupaten Mempawah yang dievakuasi ke Markas Perbekalan dan Angkutan (Bekang) Kodam XII/Tanjung Pura di Kabupaten Kubu Raya. Di sana, sudah ada sejumlah wartawan mengerumuni perwakilan eks Gafatar bernama Aji.

Menurut Aji, apa yang dia dan warganya lakukan di Kabupaten Mempawah adalah berharap bisa mandiri pangan. Namun, yang terjadi akhirnya, mereka diusir paksa dari tanah yang mereka beli sendiri.

Aji menolak untuk dipulangkan ke Jawa, lantaran saat hendak merantau, harta benda dan rumah di sana sudah dijual dengan harapan di Kalimantan mendapat penghidupan lebih baik.

“Jika dipulangkan lagi ke Jawa, apa yang mau diperbuat? Bagaimana dengan nasib ribuan orang ini?” tanya dia.

Dikatakannya, kelompok taninya itu tidak melakukan aktivitas terkait Gafatar. Aji berharap pemerintah bisa lebih bijaksana. “Apa salahnya jika kami ingin membantu pemerintah di sini? Kami ingin menghijaukan dan menjadikan Kalimantan ini menjadi lumbung beras,” jelas dia.

Ditambahkan Aji, pihaknya lebih siap direlokasikan ke tempat rekan-rekannya yang ada di Melawi. Karena mereka di sana memiliki 600-an hektar lebih lahan.

“Daripada kami harus dipulangkan lagi ke Jawa. Warga di Jawa sudah represif dengan kami, walaupun kami sudah menyatakan membubarkan diri pada tahun 2015 lalu,” tuturnya.

Yang menarik, Aji mengaku pihaknya sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar Pasiran, Kabupaten Mempawah. “Bahkan kami pun sudah mendapatkan subsidi dari Dinas Pertanian di sana. Mulai dari diberi pupuk sampai dipinjamkan traktor untuk kami menggarap lahan,” bebernya.

Secercah pencerahan akan isi organisasi Gafatar datang dari wartawan koran ini di Kabupaten Kayong Utara (KKU) yang juga melakukan penelusuran. Dilaporkan bahwa ada fakta mantan Gafatar di KKU memiliki manajerial dan keuangan.

Sampai-sampai, di kelompok itu ada yang disebut sebagai ‘Bupati’ Gafatar yang mengendalikan organisasi tersebut. Bahkan, konon, struktur organisasi mereka dimulai dari ‘Camat’.

Lantas, siapa ‘Bupati’ Gafatar di KKU? Dari hasil investigasi koran ini, terungkap sebuah inisial nama, Fm. Pria kelahian Jakarta tahun 1981 itu tinggal di rumah kontrakan di Jalan Sepakat, Desa Sutera, Kecamatan Sukadana.

Kepastian Fm sebagai Sang ‘Bupati’ diperoleh dari salah satu anggotanya berinisial Fa, pria asal Jogjakarta yang mengontrak di Jalan Tanah Merah, Desa Sutera, Kecamatan Sukadana.

Menurut Fa, Fm memiliki wewenang untuk mengatur logistik, koordinasi antar koordinator (‘Camat’). Misalnya, melakukan koordinasi dengan Jk di Desa Sedahan Jaya, Sir selaku koordinator Melinsum Desa Sejahtera, dan sejumlah koordinator lainnya. Fm pun memiliki keistimewaan.

“Punya fasilitas (mobil dan rumah,red) dan pengawal yang berbadan tegap plus sangar,” tutur Fa.

Sebagai pemimpin di kelompok itu, Fm menempati rumah permanen lengkap dengan pendingin ruangan di tengah Kota Sukadana. Juga satu unit mobil Toyota Innova berplat KB 1647 HG.

Ia tinggal di rumah tersebut bersama istri dan lima anaknya serta Si Bodyguard. “Saya beda dengan dia (Fm). Ibarat di kelas, saya ini murid, mereka Dewan Guru dan kepala sekolah,” beber Fa.

Fa mengaku pernah mengenyam pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta. Ia juga menyebut, Fm lah yang mengatur apa saja yang boleh dibeli dan dibayar eks Gafatar se-KKU. Serta mendistribusikannya ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan.

Saat ini, Fm CS telah dievakuasi dengan pengawalan aparat kepolisian dan Satpol PP KKU. Ia bergabung dengan pengikut eks Gafatar dari Dusun Segua Desa Pampang Harapan, dan Dusun Sawah Desa Sedahan Jaya. Mereka ditampung di Asrama Polsek Sukadana.

Kabar terorganisirnya kelompok eks Gafatar di KKU ini rupanya sudah beredar. Namun ditutupi guna menghindari konflik. Aromanya tercium santer di kalangan aparat pemerintah dan keamanan.

“Oh…baru tahu ya, memang mereka (eks Gafatar) terorganisir,” kata salah seorang aparat kepolisian yang enggan namanya dikorankan.

Laporan: Kamiriluddin, Isfiansyah, dan Achmad Mundzirin

Editor: Mohamad iQbaL