eQuator – PONTIANAK. Ajudan Bupati Bengkayang, Rinsen Sitompul, membenarkan adanya agenda pemanggilan penyidik Polda Kalbar pada hari itu, 3 September, dalam kasus bantuan khusus (Bansus) 48 Kepala Desa.
“Iya ada. Rencananya mau diambil keterangan pagi. Namun berbenturan rapat dengan Gubernur,” kata Rinsen dalam kesaksiannya pada sidang Pengadilan Tipikor Pontianak yang memeriksa saksi Bupati Bengkayang dan dua lainnya, Selasa (10/12/2019).
Akhirnya Gidot pun memerintahkannya agar meminta penyidik mengundur jadwal pemeriksaan. “Tolong sampaikan kepada penyidik agar pemeriksaan saya diundur,” kata Gidot yang disitir Rinsen di depan majelis hakim.
Rinsen lantas menghubungi penyidik Polda. Meminta agar jam pemeriksaan Suryadman Gidot di undur.
“Dari Polda kemudian mengiyakan,” jelasnya.
Permintaan pengunduran pemeriksaan tersebut juga sebelum adanya pemberian uang dari Aleksius.
“Sebelum pemberian uang, ” jelasnya.
Sebelum penerimaan uang dari dua Dinas juga tidak ada permintaan khusus dari Bupati. Sementara saat OTT KPK terjadi, uang tersebut sudah berada di tangannya.
JPU KPK menyebut, di BAP, uang tersebut akan digunakan untuk menutup laporan hasil pemeriksaan (LHP), agar tidak ada temuan. JPU KPK Luki Dwi Nugroho mengatakan akan mendalami temuan-temuan yang diperoleh dari fakta-fakta persidangan, dari rangkaian alat bukti yang dihadirkan. Mulai dari saksi-saksi yang meliputi Suryadman Gidot (Bupati Bengkayang), Rincen (Ajudan Bupati), dan Fitri Zulhadi.
Pada sidang kemarin (10/12), menunjukkan benang merah rangkaian perbuatan berupa pemberian uang dari proyek yang diketahui akan diberikan oleh Aleksius selaku Kepala Dinas PUPR kepada Bupati Bengkayang.
Hasil penyelidikan KPK, Luki mengatakan saat sidang berlangsung ada tiga keterangan yang saling tidak bersinambungan. Pertama, terkait mengurus kasusnya di Polda Kalbar. Kedua terkait hasil penyelidikan yang dilakukan KPK bahwa uang tersebut hendak diserahkan ke BPK jika ada kesepakatan. Dan ketiga juga menunjukkan hasil yang juga berbeda dengan hasil lidik.
“Bagaimanapun, keterangan yang dilontarkan oleh saksi (Gidot) saat sidang juga merupakan bagian dari proses yang valid dan sah. Artinya, keterangan yang diberikan dia saat BAP sudah diketahui oleh yang bersangkutan dan bahkan sudah disumpah,” tandasnya.
Menurutnya, dari beberapa keterangan ketiga saksi melalui sidang, nantinya akan dianalisa kembali apakah uang tersebut benar digunakan untuk menutup LHP atau konsultan.
“Itu bisa kita lihat dengan logika-logika yang dia bangun melalui penyerahan uang itu. Apakah benar itu untuk konsultan atau sebagainya,” ungkap Luki, yang mengungkapkan, pada sidang tersebut telah menegaskan dan mengambil fakta yang pernah dia sampaikan ketika di BAP.
“Kenyataannya uang tersebut akan digunakan untuk menutup LHP agar tidak ada temuan. Kalau bunyi di BAP begitu,” tegasnya.
Namun, lanjutnya, dalam kapasitasnya saat ini sebagai saksi, bukan terdakwa, dipersilahkan saja dia mengatakan berbeda di BAP. Namun prinsipnya dia sendiri mengakui bahwa uang tersebut bersumber dari proyek.
Yang jelas, sambungnya, uang tersebut bersumber dari proyek fiktif dan bukan dari sumber uang yang resmi. Jadi bisa dikatakan bahwa uang tersebut bukan uang legal.
“Yang jelas penjelasan dia tadi hanya bersifat parsial. Artinya dia tidak menjelaskan anggaran itu secara rinci. Sementara kaitannya dengan apa itu hanya proyeksi saja,” paparnya.
Sementara dari keempat terdakwa yang sebelumnya sudah diambil keterangannya, dinyatakan sudah cukup untuk alat bukti saksi. Perkembangan selanjutnya, ia mengaku masih belum mengetahui secara pasti.
“Karena masih ada tiga case. Kemungkinan Pak Suryadman (Bupati) juga akan kita tindaklanjuti nanti, termasuk Aleksius,” ungkap JPU KPK, dan menambahkan Gidot dan Aleksius masih diperiksa sebagai saksi, ke depan akan diproses menjadi terdakwa.
Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Donny Charles Go dikonfirmasi lewat WhatsApp belum menjawab saat ditanya perkembangan kasus ini. Dalam wawancara Rakyat Kalbar beberapa waktu lalu, perkembangan kasus dugaan korupsi dana bantuan khusus (Bansus) Kabupaten Bengkayang tahun 2017 sampai pada penetapan dua orang tersangka yakni, berinisial BB dan RI.
Penetapan keduanya setelah seminggu usai keluarnya perhitungan BPK ini, pihak Ditreskrimsus Polda Kalbar. Donny Charles Go mengatakan, kasus ini memang terkesan lamban ditangani, sebab harus menunggu perhitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kurang lebih 18 bulan kita menunggu hasil perhitungan kerugian negara oleh BPK. Hasilnya baru keluar pada 8 November lalu, dengan kerugian negara ditaksir sebesar 19 miliar rupiah,” katanya kepada wartawan, Selasa (26/11/2019) siang.
Sampai saat ini pun, penyidik telah berhasil memeriksa 176 saksi. Termasuk Suryadman Gidot.
Sebelumnya juga, Polda Kalbar menyita uang senilai Rp6,6 miliar, diduga hasil korupsi Dana Bansus 48 Desa di kabupaten itu. Dalam kasus itu, Kombes Pol Donny mengaku menemukan banyak perbuatan melawan hukum dalam kasus ini. Penyelidikan sementara, ditemukan sejumlah kejanggalan. Mulai dari pencairan anggaran senilai Rp20 miliar yang diperuntukkan 48 Desa di Kabupaten Bengkayang tahun anggaran 2017.
“Yang janggal, pencairan dana baru dilakukan di akhir tahun, tepatnya pada 31 Desember 2017,” ungkap Donny kepada Rakyat Kalbar, Kamis (11/7/2019) siang.
Padahal, kata Donny, anggaran itu peruntukkan tahun 2017. Seharusnya tidak bisa lagi dimanfaatkan. Dan ternyata tidak melalui proses yang benar.
“Maksudnya, bangunan apa yang bisa dipakai atau bisa dibangun dengan menggunakan anggaran akhir tahun. Sehingga jelas tidak mungkin,” jelasnya.
Polda menemukan, anggaran tersebut ditransfer ke rekening masing-masing Pemerintah Desa di Kabupaten Bengkayang oleh Badan Pengelola Kekayaan dan Aset Daerah (BPKAD) Bengkayang. Dan tanpa melalui proses-proses pengajuan proposal terlebih dahulu.
“Padahal ada peraturan Bupati Bengkayang berkaitan dengan penggunaan anggaran. Semuanya harus diawali dengan pengajuan proposal dari masing-masing Desa. Namun itu tidak dilakukan dan langsung ditransfer ke rekening 48 Desa, berkisar 400-500 juta,” paparnya.
Dari 48 Pemerintah Desa, 25 diantaranya diketahui sudah mencairkan anggaran yang ditransfer, dengan total sebanyak Rp11 miliar.
“Ternyata, 25 Desa yang ditransfer tersebut, diketahui menarik dan memindahkan dana ke rekening pribadi Kepala Desa. Setelah itu dicairkan dan langsung dibayarkan kepada pihak ketiga, yang katanya sudah membangun infrastruktur dan melakukan renovasi,” ungkap Donny.
Dengan data dan fakta yang diperoleh itulah, aparat Ditreskrimsus melakukan pendalaman dengan mengaudit penggunaan anggaran 25 Desa. Audit dilakukan bekerjasama dengan tim teknis dari Universitas Tanjungpura.
“Setelah diaudit, nilainya hanya sekitar Rp7 miliar yang bisa dipertanggung jawabkan dari total Rp11 miliar yang digunakan 25 Desa tersebut,” jelas Donny.
Dari hasil audit itu pun, petugas berhasil menemukan adanya pembangunan yang dilakukan di tahun 2016 akan tetapi penganggarannya menggunakan anggaran tahun 2017. Dari hasil penyelidikan diduga kuat bahwa pihak ketiga ini adalah hasil penunjukan dari BPKAD.
“Sebetulnya, ketentuannya di Desa itu kan punya TPK (Tim Pengelola Kegiatan). Mereka yang bertanggung jawab sebenarnya untuk memanfaatkan anggaran itu, untuk membangun infrastruktur, misalnya,” jelasnya.
Di sisi lain, 23 Desa lainnya belum melakukan penarikan anggaran karena merasa ada kejanggalan.
“Kebetulan 23 desa yang anggarannya belum diotak atik. Masih ada di rekening Desa dengan total Rp6,6 miliar. Kemudian penyidik kita, melalui rekomendasi KPK, melakukan penyitaan dana-dana yang belum dimanfaatkan,” ujar Donny.
Laporan: Andi Ridwansyah
Editor: Mohamad iQbal