Sidang OTT Bupati Bengkayang, Gidot Akui Minta Dua Dinas Siapkan Rp1 Miliar

TIPIKOR. Bupati Bengkayang nonaktif, Suryadman Gidot, di persidangan kasus dugaan korupsinya, di Pengadilan Tipikor Pontianak, Selasa (10/12/2019). Andi Ridwansyah/eQuator.co.id

eQuator.co.id – PONTIANAK. Fakta-fakta mengejutkan kembali terungkap pada sidang lanjutan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Bengkayang Suryadman Gidot, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak, Selasa (10/12/2019).
Sidang yang dijadwalkan pukul 10:00 wib, molor tiga jam hingga baru dimulai pukul 13.00 wib.

Mengenakan kemeja biru, Gidot masuk ke ruang sidang Kartika. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Feby, juga menghadirkan Ajudan Bupati Rincent Sitompul, dan Fitri Zulhadi sebagai saksi. Ketiganya dihadirkan sebagai saksi untuk empat terdakwa Yosep alias Ateng, Rodi, Bun Si Fat dan Pandus.

Bupati Bengkayang nonaktif Suryadman Gidot yang pertama diperiksa. Di hadapan Majelis Hakim, Suryadman Gidot membenarkan permintaan uang senilai Rp1 miliar kepada dua Dinas. Yakni Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang. Permintaan itu diutarakan Gidot di ruang Sekretaris Daerah (Sekda) pada 30 September 2019.

Bahkan terus terang Gidot mengakui kalau permintaan dana itu adalah inisiatifnya pribadi, sebagai menyikapi permasalahan bantuan khusus (Bansus) yang menjerat 48 Desa di Kabupaten Bengkayang. Kasus yang kini tengah ditangani penyidik Polda Kalbar dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Rekomendasi BPK itu meminta pertanggungjawaban Kepala Desa,” jelas Gidot.

Karena itu Gidot berpikir, harus mengambil langkah segera menyelesaikan rekomendasi BPK yang meminta pertanggungjawaban 48 Kepala Desa.
Menurutnya, dengan menyelesaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) dapat menyelesaikan masalah yang melilit 48 Desa. Sebab hingga kini LPJ belum dibuat oleh masing-masing Kepala Desa.

“Sekarang ini ada 48 Kepala Desa yang tidak bisa membuat LPJ. Harapan kita 48 Kepala Desa itu bisa membuat LPJ sehingga rekomendasi BPK tidak ada masalah,” ungkap Gidot.

Dengan modal uang Rp1 miliar itulah rencananya Gidot akan membayar ahli hukum pidana, ahli administrasi negara, dan konsultan yang dapat menyelesaikan LPJ 48 Kepala Desa tersebut.

“Pertimbangan itulah saya meminta mereka mencarikan dana cadangan,” ujarnya.

Namun, saat didalami Majelis Hakim berapa biaya yang dibutuhkan untuk rencananya itu, Gidot tak memberikan jawaban tegas. Dia mengaku hanya menerka saja.

“Saya belum tahu. Hanya menerka saja,” jawab Bupati Bengkayang dua periode itu.

Kasus Bansus yang tengah ditangani penyidik Polda Kalbar itu, benar-benar menjadi atensi Gidot. Pasalnya, sejak bergulir Januari 2018 hingga terbitnya rekomendasi BPK, berbagai pihak telah diperiksa. Mulai dari 48 Kepala Desa, sejumlah pejabat Pemkab Bengkayang, termasuk dirinya.

“Polda telah memeriksa 48 Kepala Desa, beberapa pejabat di Kabupaten Bengkayang dan saya dua kali juga diminta keterangan dalam kasus itu,” jelasnya.

Sebagai Kepala Daerah, Gidot akhirnya berpikir untuk mengambil langkah segera menyelesaikan kasus tersebut. Langkahnya, meminta Dinas Pendidikan dan PUPR menyiapkan anggaran. Tak ada alasan khusus, hanya keyakinannya bahwa dua dinas tersebut mampu menyiapkan dana cadangan sebesar Rp1 miliar.

“Waktu paling lama kita minta saat itu tanggal 1,” tuturnya.

Gidot tidak menyampaikan secara rinci kegunaan uang tersebut kepada dua Kepala Dinasnya. Termasuk bagaimana mendapatkan dana segar tersebut. Jika kedua dinas berhasil mengumpulkan uang kontan yang diminta, Gidot berjanji akan menambah anggaran Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan Rp 6 miliar pada APBDP (Perubahan) tahun 2019.

Hanya saja, kata Gidot saat itu kedua Kepala Dinasnya tidak memastikan akan menyanggupi permintaannya itu.

“Seingat saya satu dari dua Dinas tersebut hanya Aleksius yang berjanji akan mengusahakan mencarikan dana talangan 200-300 juta,” ungkapnya lagi.

Gidot pun mengaku tidak tahu bagaimana cara Aleksius bisa mengumpulkan dana Rp300 juta, yang diberikannya kepada ajudannya Rinsen, di Mess Pemda Bengkayang. Bahkan dia mengaku tidak tahu proses pengumpulan dana dan penentuan fee 10 persen yang ditentukan Aleksius.

Menurutnya, usai permintaan dana itu dia hanya berkoordinasi dengan Sekda tentang perkembangan pengumpulan dana tersebut.

“Saya hanya bertanya kepada Sekda, apakah uang tersebut sudah ada. Dan Sekda saat itu kemungkinan dana akan siap pada tanggal 2,” kata Gidot.

Keesokan harinya, tanggal 3 September, Gidot berangkat dari Bengkayang ke Pontianak. Agendanya akan menjalani pemeriksaan oleh Penyidik Polda Kalbar sebagai saksi kasus Bansus. Namun saat bersamaan, ada rapat yang digelar Gubernur, terkait kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kota Pontianak.

Melalui ajudannya, Gidot meminta agar pemeriksaan oleh Penyidik Polda Kalbar diundur sore hari, usai rapat bersama Gubernur. Pagi tanggal 3 itu pula, ada telepon masuk dari Alexius yang menanyakan keberadaanya. Tujuanya tak lain menyerahkan uang yang diminta.

“Dia sampaikan dokumen sudah ada,” kata Gidot.

Singkat cerita, Gidot pun berjanji bertemu dengan Aleksius di Mess Pemda Kabupaten Bengkayang, sebelum rapat bersama Gubernur.

“Saat bertemu di Mess Bengkayang dia katakan barang sudah ada dan diselesaikan anak anak. Saya katakan iya saja,” tutur Gidot.

Tak lama berselang, sekitar pukul 10.00 Wib, mendadak terjadilah OTT. Gidot pun mengaku baru mengetahui adanya aliran uang swasta dalam uang yang diserahkan Aleksius setelah dirinya memakai rompi oranye, dan diperiksa penyidik KPK.
Namun jumlah masing-masing yang diserahkan kontraktor dia tidak tahu. Jika saja nahas tak menimpa Gidot saat itu dia mengaku uang Rp300 juta itu akan dia bawa saat pemeriksaan di Polda Kalbar.

“Kita akan bawa (ke Polda) namun tidak diserahkan ke penyidik,” kata Gidot menjawab pertanyaan hakim.

JPU pun sempat mendalami keterangan Gidot yang berencana memberikan uang kepada pejabat BPK, jika ada kesepakatan mengubah hasil pemeriksaan LPJ. Dicecar pertanyaan JPU sebagai hasil pemeriksaan beberapa waktu lalu di KPK, semula dibantah Gidot.

“Memang saya punya niat. Maksud saya memberi uang kepada BPK kita ingin memastikan konsultan pendampingan penyelesaian 48 Kepala Desa menyelesaikan LPJ sehingga dapat merubah hasil,” timpalnya.

Saat Majelis Hakim menanyakan kebenaran perkataan Gidot, saksi ini mengakui bahwa keduanya benar.

“Dua duanya benar,” jawabnya lagi.

Pemeriksaan Gidot sebagai saksi selesai pukul 14.40 Wib, kemudian diperiksa kembali seusai ajudannya Rinsen menjalani pemeriksaan. Agenda pemeriksaan kedua tersebut tidak berlangsung lama. Majelis hakim hanya menanyakan apakah empat terdakwa pihak swasta pernah meminta proyek dan menghadap ke kediaman Gidot. Secara tegas Gidot menjawab tidak pernah.

“Tidak pernah Majelis,” pungkasnya.

Diwawancarai di luar ruang sidang, Gidot hanya berharap agar semuanya berjalan lancar. “Mudah-mudahan semuanya lancar,” harapnya.

Terkait beberapa pernyataan dan pertanyaan yang diajukan hakim, dia berpendapat itu semua dalam tahap penyelesaian bantuan keuangan (Bankeu) dalam rangka laporan hasil pemeriksaan (LHP) oleh BPK.

“Uang itu seperti yang saya katakan tadi, akan digunakan untuk ahli hukum administrasi negara, ahli pidana, serta untuk cari konsultan untuk membantu 48 Kepala Desa menyelesaikan LHP dan kita siapkan cadangan penasehat hukum yang berguna apabila ada bermasalah kedepannya,” kata Gidot.

Dana tersebut dari awal memang ditujukan untuk membantu mereka menyelesaikan laporan bantuan keuangan khusus. Dalam rangka percepatan membangun desa mandiri.

Laporan: Andi Ridwansyah
Editor: Mohamad iQbaL