Mahasiswa Didukung Aliansi Akademisi

AJI: Saat Pers Dibungkam, Siapa Lagi Bisa Menyuarakan?

PERS PROTES KRIMINALISASI. AJI melakukan aksi jalan mundur di tengah arena car free day, jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (29/9). Aksi itu dilakukan untuk mendesak polisi segera menghentikan kasus sarat kriminalisasi yang ditimpakan kepada Dandhy Dwi Laksono. Jawa Pos Photo

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Dukungan terhadap aksi mahasiswa beberapa waktu lalu di depan Gedung DPR disampaikan oleh Aliansi Akademisi Indonesia. Dukungan itu ditandatangani oleh 155 akademisi lintas universitas di seluruh Indonesia dan disampaikan dalam bentuk pernyataan sikap Minggu (29/9).

Peneliti Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jaya Andina Dwifatma menjelaskan, gerakan aliansi ini berangkat dari keprihatinan para akademisi melihat tindakan represif dan ancaman yang diterima mahasiswa. Ketika aksi berlangsung, muncul surat pemberitahuan dari sejumlah kampus yang tidak mendukung aksi mahasiswanya. Bahkan sempat ada isu bahwa mahasiswa akan di-drop out jika ikut turun ke jalan.

Terlepas dari berbagai isu bahwa mahasiswa ditunggangi, Andina berpendapat bahwa aksi untuk menyuarakan aspirasi merupakan hak mahasiswa sebagai agen perubahan. “Jadi segala macam bentuk pembungkaman dan pengecaman itu tidak etis. Kita mengajarkan di kelas agar mereka bersikap kritis, tetapi ketika sudah di depan mata kok malah dilarang,” jelas Andina kemarin.

Keprihatinan juga muncul tatkala Menristekdikti menyatakan akan memberikan surat peringatan (SP) kepada rektor kampus yang membiarkan atau mendorong mahasiswanya ikut demo. Aliansi menilai ini sebuah kemunduran. “Kami tegaskan bahwa kami tidak mengendorse demo mana pun, bahwa mahasiswa harus berdemo sebanyak-banyaknya. Tetapi kami fokus pada kebebasan mahasiswa untuk berpendapat,” lanjutnya.

Apabila nantinya betul-betul ada mahasiswa atau kampus yang mendapat sanksi, aliansi tersebut siap menjembatani bantuan advokasi. Mereka akan menggandeng lembaga bantuan hukum, mengingat permasalahan DO atau SP sudah masuk jalur legal. Andina mengatakan, beberapa kampus swasta juga ada yang memang memiliki aturan tertulis bahwa mahasiswa dilarang turun ke jalan untuk ikut aksi.

“Ada celahnya dan memang agak tricky,” ujar Andina.

Secara tertulis, Aliansi Akademisi Indonesia menyatakan tujuh poin sikap mereka terkait aksi demonstrasi mahasiswa tersebut. Termasuk di dalamnya mengecam tindakan represif aparat dan mengajak seluruh akademisi untuk mendayagunakan keahliannya dan mendukung perjuangan mahasiswa.

Mereka juga menyatakan dukungan penuh terhadap tujuh tuntutan yang disampaikan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Demokrasi. Di antaranya menuntut pembatalan UU KPK serta pimpinan yang sudah terpilih, menolak sejumlah RUU bermasalah, dan mendesak penuntasan pelanggaran HAM.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama sejumlah LBH lainnya masih terus menerima pengaduan dari mahasiswa maupun warga terkait aksi demonstrasi Senin hingga Rabu lalu. Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menjelaskan, saat ini tim advokasi masih menghimpun data.

Mereka masih perlu melakukan verifikasi terhadap data-data laporan yang masuk untuk memastikan laporan tersebut benar terjadi. “Untuk data pos pengaduan masih terus kita verifikasi. Akan segera kita umumkan finalnya, ini masih ada pengaduan yang masuk,” jelas Nelson kemarin.

Di sisi lain, Komnas HAM berharap apabila terjadi aksi lagi ke depannya, aparat keamanan bisa lebih mengedepankan tindakan persuasif ketimbang represif. Komisioner Komnas HAM Amirudin juga menegaskan bahwa harus ada komitmen yang serius dari kepolisian untuk mengusut sejumlah kasus yang fatal seperti mahasiswa yang terluka parah bahkan meninggal.

“Kami berharap bisa dipulihkan secepatnya termasuk kepastian proses hukum kepada siapa pun yang melakukan tindak kekerasan,” ujar Amirudin.

Tidak menutup kemungkinan bahwa masih akan ada aksi ke depannya, mengingat situasi dan kondisi belum cukup kondusif. Dia berharap aparat kali ini bisa lebih terkomando agar tidak sampai jatuh korban atau terjadi penangkapan kepada mahasiswa dan aktivis yang bisa memicu keresahan masyarakat.

“Kita lihat polisi tidak terkomando dengan baik. Sehingga macam-macam terjadi,” ungkapnya.

Di hari terakhir masa tugas anggota DPR periode 2014-2019, massa berencana kembali turun ke jalan. Mereka akan melakukan aksi damai menolak sejumlah UU yang masih bermasalah dan diwariskan anggota DPR saat ini ke periode selanjutnya.

Ketua Umum KASBI Nining Elitos menyebutkan, aksi ini merupakan gabungan dari beberapa aliansi. Di antaranya Aliansi Masyarakat untuk Keadilan dan Demokrasi serta Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat. Sejumlah mahasiswa juga disebutkan akan ikut turun. “Aksi kami adalah aksi damai untuk menuntut negara melalui pemerintah dan DPR berpihak pada rakyat,” ungkap Nining kepada Jawa Pos kemarin.

Tuntutan yang disampaikan, lanjut Nining, masih sama. Yakni tujuh poin tuntutan masyarakat yang tergabung dalam gerakan Reformasi Dikorupsi. “Tuntutan masih sama, yaitu hentikan kriminalisasi dan bebaskan rakyat berjuang, adili pelanggar HAM, tolak UU yang tidak memberi perlindungan pada rakyat dan sahkan RUU PKS,” tegasnya.

Massa juga mengantisipasi apabila ada aksi kekerasan atau penangkapan yang bakal dilakukan aparat keamanan seperti pada aksi-aksi sebelumnya. Peserta diharapkan mempersiapkan peralatan tambahan seperti masker dan kacamata renang atau google untuk berjaga-jaga jika ada gas air mata.

“Kepada polisi dan TNI kami harap tidak boleh melakukan upaya represif kepada masyarakat yang sedang berjuang,” pungkasnya.

JALAN MUNDUR

Sementara itu, sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melakukan aksi jalan mundur pada saat acara car free day di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta. “Kita merasa bahwa ini adalah simbol kritis kondisi demokrasi Indonesia saat ini, karena saat pers sudah dibungkam, siapa lagi yang bisa menyuarakan,” ungkap Jackson Simanjuntak selaku koordinator aksi jalan mundur AJI Jakarta, Minggu (29/9).

Sambil memukul kentongan, para aktivis yang terjun di aksi kali ini mengisyaratkan situasi dan kondisi yang sedang dalam darurat. “Oleh karena itu AJI Jakarta mengajak semua media dan semua orang untuk aware bahwa negara saat ini tidak dalam kondisi baik-baik saja,” tegas Jackson. “Karena itu lonceng tanda bahaya sudah kita nyalakan dan kita harus bersama-sama melawan sebuah bentuk kriminalisasi terhadap pers,” tambahnya.

AJI meminta pemerintah khususnya aparat keamanan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap jurnalis. Salah satunya penetapan status tersangka kepada aktivis sekaligus pengurus nasional AJI Dandy Dwi Laksono, yang ditangkap aparat kepolisian karena postingannya di media sosial

“Kami merasa bahwa cara-cara yang dilakukan mulai dari penangkapan sangat diduga itu sangat menyalahi aturan, maka itu kami menuntut polisi agar kasus Dandhy dan penetapan tersangka ini agar segera dihentikan,” tutup Jackson. (Jawa Pos/JPG)