Wisatawan Perempuan Tetap Harus Tutupi Tubuh dari Lutut sampai Pundak

Upaya Arab Saudi Tak Bergantung kepada Industri Migas: Buka Lebar-lebar Pintu Pariwisata

MAKIN BANYAK HIBURAN: Perempuan Arab Saudi sibuk berswafoto dalam konser penyanyi opo asal Mesir Tamer Hosny di Jeddah 30 Maret 2018. (AMER HILABI/AFP)

Kerajaan Arab Saudi masih berambisi untuk menghapus status industri migas sebagai tulang punggung ekonomi negara. Salah satu industri yang menjadi harapan ikut menopang PDB nasional adalah pariwisata. Jumat (27/9), pemerintahan Tanah Suci mengumumkan langkah penting untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Mochamad Salsabyl Adn, Jawa Pos

eQuator.co.id – Arab Saudi kian membuka diri sudah bukan lagi misteri. Mereka tak menegaskan bahwa semua pengunjung dari berbagai belahan dunia bakal dirangkul dengan hangat.

’’Arab Saudi sudah buka. Kami sudah membuka ekonomi dan komunitas di dalam negeri,’’ ujar Ahmed Al Khateeb, kepala pariwisata Arab Saudi, saat peluncurkan proyek Ad Diriyah kepada Agence France-Presse.

Per 27 September, negara terbesar di Timur Tengah itu sudah membuka layanan visa pariwisata. Warga dari 49 negara seperti Australia dan AS juga mendapat layanan visa online atau visa on arrival.

Ya, layanan visa tersebut diluncurkan untuk menggaet pariwisata nonreligi. Khateeb ingin membuka mata dunia bahwa pengalaman yang disediakan rezim Al Saud bukan hanya spiritual.

’’Ini adalah momen bersejarah bagi kami. Dunia pasti akan terkejut dengan harta karun yang akan kami tunjukkan,’’ ungkap Khateeb seperti dilansir Sky News.

Khateeb menyebutkan bahwa lima situs warisan budaya UNESCO di Arab Saudi bakal dibuka untuk umum. Sebelum kebijakan baru, Arab Saudi terbiasa menjaga rapat situs-situs bersejarah mereka.

Ingin hiburan modern? Soal itu akan menyusul. Pemerintah sudah memulai proyek Red Sea yang akan mengubah pesisir barat sebagai kawasan resor terintegrasi. Belum lagi proyek Jeddah Tower yang diharapkan selesai tahun depan.

Negara yang dipimpin Raja Salman itu juga mengadakan pertandingan gulat WWE dan konser pop yang dihadiri rapper 50 Cent dan diva Janet Jackson. Mereka pun mengejar posisi tuan rumah untuk balap Formula E.

’’Ini jelas perubahan untuk industri pariwisata Saudi. Sebelumnya, mereka hanya fokus di pariwisata agama atau bisnis,’’ ungkap Imad Damrah, managing director agen realestat Colliers International Arab Saudi.

Namun, Arab Saudi tak serta-merta melepas aturan lamanya. Versi mereka, wisatawan berhak untuk bersenang-senang asal santun. Memang, perempuan tak lagi diwajibkan mengenakan abaya, jubah longgar yang biasa dipakai penduduk lokal.

Namun, bukan berarti mereka bisa menggunakan pakaian ketat. Pemerintah mengatakan bahwa perempuan harus mengenakan pakaian yang menutupi tubuh dari lutut sampai pundak. Pakaian wisatawan pun tak boleh mempunyai gambar atau tulisan yang menyinggung.

’’Arab Saudi tak akan pernah mengungguli Dubai. Dan saya rasa mereka memang tak berharap bisa menang dari mereka,’’ ungkap Kevin Newton, direktur eksekutif dari lembaga analisis negara muslim Newton Analytical, kepada CNN.

Posisi antara Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) jelas berbeda. Uni Emirat Arab adalah negara bekas jajahan Inggris. Budaya bebas ala Barat masih melekat di wilayah tujuh emirat itu. Di sana, wisatawan bisa bebas berpesta dengan minuman beralkohol.

Arab Saudi, sebagai tuan rumah Makkah dan Madinah, tentu tak ingin dicerca banyak negara dengan mengizinkan barang haram beredar bebas. Mereka sudah memasukkan mabuk sebagai daftar kegiatan yang dilarang.

Tapi, bukan berarti Arab tak bisa mencapai tujuannya. Newton mengatakan bahwa target utama mereka bukanlah negara-negara Barat. Melainkan negara muslim. Dengan pengalaman sebagai penyelenggara haji, Arab Saudi punya modal untuk menggaet 1,8 juta jiwa muslim global dengan atraksi nonreligi.

’’Bukan berarti wisatawan Barat tak dihiraukan,’’ ungkapnya.

TERHAMBAT SKANDAL BERTUBI-TUBI

Tak hanya alkohol yang jadi penghambat turis untuk datang ke Arab Saudi. Negara pemasok minyak dunia itu punya momok yang membuat pengunjung sedikit keder. Citra negatif yang sudah mendunia itu susah dihapus.

Tahun lalu pembunuhan Jamal Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Turki menghebohkan dunia. Sampai saat ini, aktivis HAM pun tak pernah membiarkan publik internasional lupa tentang aksi tersebut. Akibatnya, nama Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) lebih terkenal sebagai penindas.

Pada tahun yang sama LSM Amnesty International melaporkan bahwa otoritas kerajaan membatasi kebebasan berpendapat dan berorganisasi. Hal tersebut tentu membuat banyak turis khawatir. Salah sedikit, mereka bisa dipenjara. ”Meski sudah ada kemajuan, hak asasi perempuan belum menyamai standar internasional,” ujar Direktur Eksekutif Newton Analytical Kevin Newton.

Belum lagi isu pelanggaran HAM di luar negeri. Aksi koalisi Arab Saudi di Yaman menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Karena hal itu pula, keamanan Arab Saudi terganggu. Bahkan, beberapa bulan terakhir serangan mengarah ke wilayah sipil seperti bandara.

Dua minggu lalu kilang Abqaiq milik Saudi Aramco pun jadi korban serangan drone. Kementerian Luar Negeri AS sampai memberikan imbauan tentang bahaya terorisme di negara tersebut.

”Mereka mengandalkan ilmu bahwa dunia punya ingatan jangka pendek. Saat ini berita listing Aramco di bursa saham lebih dilihat daripada pembunuhan Khashoggi,” ungkap Newton. (Jawa Pos/JPG)