Dugaan Pelecehan Seksual Jaksa AJ, Apa Kabar?

Agustus Ketemu Agustus Tak Kunjung Kelar

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Agustus 2018 lalu, sempat heboh dugaan pelecehan seksual yang dilakukan penegak hukum. Dari Korps Adhyaksa.

Perbuatan tak senonoh itu diduga dilakukan AJ, oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar. Terhadap anak kandung lelakinya, yang saat itu baru berusia 4 tahun 6 bulan.

Kasus ini pun sempat bergulir, beberapa saat. Sampai akhirnya Polda Kalbar resmi menetapkan AJ sebagai tersangka pada November lalu.

Namun, AJ tak kunjung diperiksa penyidik Polda Kalbar sebagai tersangka. Sebab perlu ijin dari Jaksa Agung. Dan jalan di tempat lah kasus itu.

“Belum ada perkembangan kasus itu,” terang Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar, Tumbur Manalu, ditemui Rakyat Kalbar, di Kantor KPPAD, Selasa (21/8) siang.

KPPAD melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menyurati Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 9 Juli 2019. Sebelumnya, kata Tumbur, KPPAD terlebih dahulu menyurati KPAI agar mendorong Kejagung punya niat baik, agar kasus bisa menemui titik terang.

Artinya, status AJ tidak digantung. Jika memang tidak terbukti, nama baiknya harus dipulihkan. Tapi jika terbukti, hukuman setimpal sesuai Undang-Undang semestinya dijatuhkan.

Dalam surat untuk Kejagung itu, ada beberapa poin yang diuraikan. Termasuk hasil penyelidikan internal Kejati Kalbar yang menyatakan kasus tersebut tidak cukup bukti.

“Sehingga disarankan untuk tidak dilanjutkan,” tutur Tumbur.

Selain itu, dipaparkan pula pertimbangan lain dalam surat tersebut. Yakni tidak bersedianya pelapor Mega untuk diperiksa. Pelapor yang merupakan mantan istri AJ sudah dalam proteksi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Artinya kalau mau diperiksa, harus di LPSK sana, bukan disuruh ke sini,” ungkapnya.

Itu sebabnya, Tumbur menyinggung poin persamaan kedudukan di mata hukum, yang selama ini selalu disebut-sebut. “Kita selalu dengungkan ada persamaan di mata hukum, ternyata dengan (situasi,red) seperti ini, menunjukkan khususnya aparat penegak hukum tidak melaksanakan apa yang didengungkan itu,” terangnya. Artinya, berkaca dari penanganan dugaan perkara itu, hukum tebang pilih.

Sebab AJ tak kunjung diperiksa. Dengan dalil perlunya izin dari Kejagung. Padahal, kata Tumbur , tindakan cabul yang diduga dilakukan oknum jaksa ini bukan dilakukan saat dia bertugas. Melainkan dirumah.

“Sehingga menjadi pertanyaan, mengapa harus minta ijin (Kejagung)?” tanya dia.

Ia menilai ada semacam campur tangan melibatkan institusi-institusi aparat penegak hukum guna melindungi AJ dalam kasus ini. Padahal, hasil pertemuan Ditreskrimum Polda Kalbar dengan LPSK pada 11 Juli 2019 dipaparkan hasil pemeriksaan dan konsultasi penyidik kepada ahli hukum terkait kasus itu.

Menurut saksi ahli kepolisian, alat bukti yang diajukan polisi sebenarnya telah memenuhi KUHP. Sehingga harusnya berkas kasus itu sudah P21.

Kenyataannya, sejak AJ ditetapkan sebagai tersangka November lalu, kasus ini masih saja bertahan di P19. Penyidik Polda Kalbar sudah lima kali melakukan pelimpahan berkas ke kejaksaan. Yang terus ditolak dengan alasan alat bukti yang tak cukup.

“Ini sudah mau ke enam kali, pemberkasan pertama hingga  kelima ditolak dengan alasan dua point: tidak cukup bukti dan saksi anak tidak dapat disumpah,” beber Tumbur.

Menyikapi tidak adanya perkembangan kasus tersebut, kakek korban pun, kata dia, telah berkirim surat ke Kejagung, Presiden Joko Widodo, dan Ombudsman. Mengadukan permasalahan itu.

“Ombudsman pun telah menanggapi, sekarang kakek korban itu telah dipanggil Ombudsman untuk melengkapi laporannya,” tukasnya.

LPSK pun menyarankan agar berkas perkara kasus ini  segera dilimpahkan kepada Bareskrim Polri. Sebab, secara institusi, antara Polda Kalbar dan Kejati Kalbar ini levelnya sama.

“Sehingga mungkin ada muncul ketidaknyamanan dan sebagainya. Sehingga ada saran untuk dilimpahkan ke Bareskrim,” pungkas Tumbur.

Terpisah, kuasa hukum korban, Dewi Ari Purnamawati, menyayangkan sikap kejaksaan yang terkesan melindungi AJ. Menurutnya, dari beberapa kasus pencabulan yang terjadi, perkaranya tetap dapat disidangkan.

“Faktanya ada beberapa kasus cabul dengan pelaku orang dewasa, dan korban usianya di bawah itu pun bisa disidangkan, dan ada putusan bersalah, mengapa tidak menjadi acuan?” tuturnya diwawancarai Rakyat Kalbar via telepon, Kamis (22/8) siang.

Ia menilai, dalam kasus ini, seolah-olah institusinya melindiungi AJ erat-erat. “Sehingga wajar ketika kita (masyarakat, red) bertanya-tanya bagaimana perkembangan kasus ini, bukan karena kita benci, kita ingin setiap proses hukum dilakukan dengan adil dan benar,” terang Dewi.

Dalam proses penegakan hukum, harusnya seluruh proses hukum dilakukan secara fair terhadap siapa saja. Tidak memandang status terduga pelaku.

“Jangan karena terduga pelaku yang merupakan aparat penegak hukum lalu proses hukumnya jadi tersendat-sendat, padahal berkaca dari beberapa kasus yang melibatkan Polri dan TNI, semuanya juga diproses hukum sebagaimana mestinya, kenapa ini kok sulit banget?” tanya dia.

Senada Tumbur, Dewi mengatakan sudah lima kali kepolisian melimpahkan berkas tersebut ke kejaksaan, namun belum juga dinyatakan lengkap atau P21. “Alasannya bukti belum cukup dan sebagainya, sehingga kasus ini pun bertahan di P19,” ujarnya.

Ia meminta kejaksaan mau bekerja professional. Dan harus bisa menelaah duduk perkasa kasus ini. Karena kasus ini akan menjadi preseden buruk kasus-kasus cabul yang dilakukan pelaku dewasa.

“Mengalir saja lah sebenarnya, tidak perlu kurang ini kurang itu, faktanya ada jaksa yang berani, tinggal niatnya saja,” pinta Dewi. Intinya, lanjut dia, jangan karena terduga pelaku di institusi penegak hukum yang sama, lalu institusi itu menangani kasusnya secara berbeda.

Sebagai pengacara, ia menegaskan tidak gentar. Tetap bertahan pada laporan pengaduan hingga laporan polisi. “Kami pun akan tetap men-support rekan-rekan Polda melanjutkan perkara ini,” tegasnya.

Ia menyatakan, ada surat dari Kejagung terkait kasus itu. Mantan istri AJ telah dimintai keterangan.

“Sudah diperiksa kok, faktanya sudah diperiksa di LPSK,” tutur Dewi.

Kemudian korban pun, kata dia, telah ditanyai. “Dalam  rekaman LPSK pun ada, bahwa anak itu (korban,red) mengaku ada perbuatan AJ kepada dirinya, itu kan sudah cukup sebetulnya,” ungkapnya.

Dengan segala hambatan terhadap proses ini, Dewi jadi bertanya-tanya siapa sebenarnya AJ. Mengapa begitu kuat institusinya melindunginya.

Dalam UU Kejaksaan, memang perlu izin pemeriksaan dari Kejaksaan Agung ketika seorang jaksa melakukan tindak kriminal terkait jabatannya. Atau ketika melakukan pekerjaannya sebagai penegak hukum.

“Tapi dalam kasus ini, ketika terduga pelaku  AJ melakukan  perbuatan itu, apakah dia dalam keadaan menggunakan seragam dan menggunakan jabatannya? Kan tidak!” paparnya.

Soal saran LPSK agar kasus dilimpahkan ke Bareskrim Polri, ia berharap kejaksaan punya setitik niat baik. Untuk menyelesaikan kasus yang sudah setahun mangkrak ini .

“Apabila juga tidak ada niat baik, maka kita berencana melimpahkan kasus ini ke Bareskrim Polri,” terang Dewi.

Sementara itu, upaya Rakyat Kalbar mendatangi Kantor Kejati Kalbar guna mengkonfirmasi perkembangan kasus tersebut menemui jalan buntu, Kamis (22/8). Kepala Seksi (Kasi) Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Kalbar belum dapat dijumpai. Salah seorang petugas mengatakan bahwa Kasi Penkum sedang mengikuti salah satu kegiatan kejaksaan. Sehingga belum dapat ditemui.

Begitu pun saat dikonfirmasi lewat WhatsApp pada pukul 17.35 WIB. Hingga pukul 20.25 WIB belum dibaca.

Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go, juga belum mengetahui perkembangan terbaru kasus ini. “Nanti saya cek dulu,” tuturnya, Kamis (22/8) sore.

 

Laporan: Andi Ridwansyah

Editor: Mohamad iQbaL