eQuator.co.id – Jakarta-RK. Tarik ulur penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Mobil Listrik yang berlangsung hampir dua tahun akhirnya tuntas. Presiden Joko Widodo mengaku sudah menandatangani regulasi yang menandai revolusi jenis kendaraan tersebut.
“Udah, udah. Udah saya tandatangani senin pagi,” ujarnya usai meresmikan gedung baru Sekretariat ASEAN di Jakarta, kemarin (8/8).
Dengan dituntaskannya regulasi, dia berharap pelaku usaha di Indonesia sudah bisa mempersiapkan pembangunan industri mobil listrik. Jokowi optimis bisa menjadi pemain dalam industri tersebut mengingat Indonesia memiliki keunggulan dalam ketersediaan bahan baku baterai.
“Kita bisa mendahului membangun mobil listrik yang murah, kompetitif karena bahan-bahan ada di sini,” imbuhnya.
Terkait persiapannya, diakuinya masih membutuhkan waktu dua tahun bagi pelaku industri. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyiapkan ekosistem yang mendukung bagi pengguna mobil listrik. Bukan hanya oleh pemerintah pusat, namun juga daerah.
Mantan Walikota Solo itu menghimbau daerah untuk sama-sama mendukung ekosistem tersebut. Salah satunya dengan memberikan insentif, khususnya bagi daerah dengan APBD besar seperti DKI Jakarta. “Mungkin saja nanti parkirnya digratisin. Bisa saja untuk kota-kota yang APBD besar. Atau bisa saja subsidi,” tuturnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang hadir di lokasi menyebut siap memberikan perlakuan khusus bagi mobil listrik. Salah satunya dengan memberikan akses yang bebas kebijakan ganjil genap.
“Ganjil genap bebas untuk mobil listrik,” ujarnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa implementasi Perpres mobil listrik dijalankan pada 2021. Sebab, pemerintah memberikan waktu dua hingga tiga tahun bagi swasta untuk mempersiapkan investasi.
Airlangga menambahkan, salah satu norma yang diatur dalam perpres mobil listrik adalah terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Nantinya, hingga tahun 2023, TKDN mobil listrik diharapkan bisa mencapai 35 persen. Kemudian bisa meningkat 40 persen pada tahun selanjutnya.
“Dengan demikian bisa dorong ekspor kita ke Australia. Karena dalam CEPA australia dipersyaratkan 40 persen TKDN,” kata Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Kemudian, lanjut dia, pada tahap awal, pemerintah akan memberikan kesempatan investor untuk melakukan impor mobil listrik dalam bentuk jadi (Completely Built Unit). Namun dia tidak merinci slot waktunya. Sementara untuk kuotanya, bergantung pada sejauh mana komitmennya untuk berinvestasi.
Hingga saat ini, kata Airlangga, sudah ada beberapa perusahaan yang menyatakan minatnya untuk berinvestasi mobil listrik di Indonesia. Dia menargetkan realisasinya sudah berjalan pada tahun 2022 mendatang. Sebagai bentuk dukungan, pemerintah akan member fasilitas penghapusan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Ketentuan itu diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 41 tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak. Skemanya PPnBM untuk mobil listrik disesuaikan berdasarkan emisi yang dihasilkan. Dengan demikian, jika emisinya nol maka akan membuat PPnBM ikut nol.
Airlangga menyampaikan bahwa kebijakan mengenai mobil listrik berkaitan erat dengan pengembangan ekosistem yang terkait dua hal. Pertama, tentang pembagian tugas-tugas bagi kementerian, antara lain penyediaan infrastruktur, research and development dan regulator.
Kemudian pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan. “Nantinya akan ada insentif, apabila full electric vehicle atau fuel cell dengan emisi nol, maka PPnBM-nya juga nol. Jadi, berbasis kepada emisi yang dikeluarkan. Mobil listrik akan jalan apabila insentifnya jalan,” ujarnya.
Dalam revisi PP Nomor 41, dimasukkan juga roadmap mengenai teknologi berbagai kendaraan berbasis listrik, termasuk untuk mengantisipasi teknologi kendaraan berbasis hidrogen atau fuel cell vehicle. “Jadi keseluruhan perkembangan teknologi sudah diadopsi,” ujarnya.
Airlangga menuturkan bahwa dalam Perpres terkait mobil listrik diatur juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus mencapai 35 persen pada tahun 2023. Hal itu juga memungkinkan upaya ekspor otomotif nasional ke Australia. “Karena dalam Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), ada persyaratan 40 persen TKDN, sehingga kami sinkronkan dengan fasilitas yang ada,” bebernya.
Untuk mendorong pengembangan industri mobil listrik di Indonesia, pada tahap awal pemerintah akan memberikan kesempatan kepada para pelaku industri otomotif untuk mengimpor dalam bentuk Completely Built Unit (CBU). Namun, dalam tiga tahun, industri diwajibkan harus memenuhi peraturan TKDN.
Airlangga menyebutkan, kuota impor CBU mobil listrik bergantung kepada investasi dari principal. Jadi, keringanan untuk impor hanya diberikan kepada pelaku industri yang sudah berkomitmen untuk melakukan investasi kendaraan listrik di Indonesia. “Setidaknya saat ini ada tiga principal yang sudah menyatakan komitmennya berinvestasi untuk industri electric vehicle di Indonesia. Para principal tersebut menargetkan mulai berinvestasi di dalam negeri pada 2022,” pungkasnya. (Jawa Pos/JPG)