Otak Jaringan Teror Indonesia Sulit Ditangkap

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – JAKARTA—RK. Terbongkarnya pelaku bom gereja di Filipina merupakan warga negara Indonesia (WNI) telah menuntun Densus 88 Anti Teror mengetahui master mind atau otak kelompok teror di Indonesia. Yakni, Saefulah aliasDaniel Alias Chaniago. Sayang, otak jaringan teror ini sulit ditangkap, karena terdeteksi berada di wilayah Khurasan, Afghanistan.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, Saefulah ini telah menjadi buronan untuk daftar pencarian orang (DPO) di luar negeri. Sebab, otak kelompok teror itu terdeteksi di wilayah Khurasan, Afhganistan. ”Kami masih melakukan upaya penangkapan,” tuturnya.

Saefulah, lanjutnya, tidak hanya terhubung dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Namun, juga terhubung secara langsung dengan ISIS. Belum diketahui dengan pasti bagaimana hubungannya dengan Al Qaeda, kelompok teroris yang lebih lama bercokol di Khurasan.

”Kalau sejarah wilayah Khurasan, itu daerah abu-abu. Dimana menjadi pusat Al Qaeda sejak dahulu. Sekarang ISIS juga terdesak dan masuk ke daerah itu,” terangnya di kantor Divhumas Polri kemarin.

Jejak Saefulah ternyata tidak hanya di JAD. Menurutnya, atas pengakuan salah satu tersangka Novendri diketahui Saefulah ini melakukan berbagai dukungan pada kelompok teror di Indonesia. ”Mengirim uang ke MIT Poso sebagai logistik,” ujarnya.

Lalu, memberikan dana untuk kelompok JAD bekas pimpinan Bondan yang membuat bom TATP. Kelompok Bondan ini akan menyerang saat 21 Mei dan 22 Mei. ”Tak hanya itu, Saefulah juga memberikan uang untuk pembelian senjata bagi JAD Kalimantan Timur pimpinan Yoga,” tuturnya.

Rencananya, JAD Kalimantan Timur membeli senjata dari kelompok teror Abu Sayyaf di Filipina. ”Seperti yang sudah diketahui, Saefulah merupakan orang yang menyuruh pasangan suami istri Rullie Rian Zeke dan Ulfah Hanyaani untuk menjadi bomber di Filipina,” urainya.

Terkait pasangan bomber itu, Dedi menjelaskan bahwa sebenarnya itu masih berdasarkan pengakuan. Polri bekerjasama dengan kepolisian Filipina untuk mencocokkan DNA pelaku bom dengan keluarga pasangan tersebut. ”Jadi secara ilmiah benar terbukti,” terangnya.

Perlu diketahui, Februari 2019 terjadi bom ganda di Gereja Katedral Jolo. Sepekan sejak itu Pemerintah Filipina merilis bahwa pelaku penyerangan diduga merupakan pasangan asal Indonesia. Namun, baru pekan inilah Polri merilis pengakuan keterangan teroris yang seirama. (Jawa Pos/JPG)