Jalur Dagang Antar Provinsi Solusi Tekan Inflasi di Kalimantan

RAKORWIL. Peserta Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID se-Kalimantan Tahun 2019 berfoto bersama, Selasa (16/7). Rakorwil yang digelar di Hotel Mercure Pontianak ini membahas persoalan inflasi di Kalimantan. (Nova Sari-RK)

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Korwil Kalimantan, Herawanto menyebutkan saat ini wilayah Kalimantan telah memasuki periode inflasi rendah.

Kendati demikian, upaya pengendaliannya masih menghadapi banyak tantangan.  Khususnya pengendalian inflasi komponen bergejolak (volatile food) yang menjadi ranah utama TPID.

Hal tersebut diungkapkannya dalam Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-Kalimantan Tahun 2019 bertemakan “Sinergi Kerja Sama Antar Daerah dan Inovasi Program Pengendalian Inflasi di Kalimantan” di Hotel Mercure, Selasa (16/7).

“Tentu perlu strategi-strategi yang tepat dalam menjaga inflasi agar tetap rendah dan stabil. Inovasi dan sinergi antar daerah merupakan terobosan strategi yang implementatif baik secara jangka pendek maupun jangka menengah-panjang,” ungkapnya dalam sambutan.

Terkait strategi itu, masing-masing TPID tentunya sudah menyusun road map pengendalian inflasi sesuai dengan kondisi daerah masing–masing berdasarkan panduan road map pengendalian inflasi nasional yang berlaku hingga beberapa tahun ke depan.

“Perlu digarisbawahi bahwa inovasi dan sinergi yang tercermin dari implementasi kerja sama antar daerah merupakan satu hal penting yang perlu dicantumkan dalam setiap road map pengendalian inflasi daerah. Hal ini karena tingginya keterkaitan antardaerah maupun kekhasan keunggulan produksi bahan pangan tertentu,” paparnya.

Dia mengatakan, berdasarkan pemetaan surplus-defisit atas komoditas utama penyumbang inflasi tertinggi sejenis di seluruh provinsi di Kalimantan, yaitu komoditas telur-daging ayam ras, beras, bawang merah, dan cabai merah diketahui bahwa keterkaitan supply chain antar provinsi di Kalimantan dapat dioptimalkan.

Menurutnya, ada komoditas yang secara total Kalimantan relatif cukup yaitu daging ayam ras dan beras. Sehingga kekurangan pasokan di suatu provinsi dapat dipenuhi dari provinsi lainnya di Kalimantan.

“Sedangkan untuk komoditas yang secara total Kalimantan mengalami defisit, yaitu telur ayam ras, bawang merah, dan cabai merah, pemenuhan pasokan di suatu provinsi dapat dipenuhi dari provinsi lain di Kalimantan yang surplus dan antar pulau,” katanya.

Maka dari itu, kata Herawanto, upaya optimalisasi perlu didiskusikan yakni tentang bagaimana membuka jalur perdagangan antar daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara dengan provinsi lainnya di Kalimantan. Karena secara umum perdagangan antar daerah yang intens adalah antara Kalimantan Tengah-Kalimantan Selatan-Kalimantan Timur.

“Selain itu, kita juga perlu menumbuhkan sentra produksi komoditas tertentu yang potensial dikembangkan di masing-masing provinsi di Kalimantan, sehingga mengurangi ketergantungan dari luar pulau Kalimantan,” ungkapnya.

Untuk terus mewujudkan tingkat inflasi yang stabil di Kalimantan, Herawanto juga menambahkan perdagangan antar daerah tersebut dapat disinergikan melalui kerja sama antar daerah.

“Kerja sama tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik itu antar pemerintah daerah (G to G) ataupun antar pelaku usaha (B to B) dengan cakupan kerja sama antar kota/kabupaten maupun antar Provinsi,” jelasnya.

Herawanto menggambarkan, inflasi di Kalimantan pada triwulan II (Juni 2019) tercatat sebesar 3,11 persen (yoy), lebih rendah dari triwulan I-2019 yang sebesar 3,85 persen (yoy). Angka tersebut juga lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar  3,28 persen (yoy).

“Hal ini tentunya tidak lepas dari kinerja baik dari masing–masing provinsi di Kalimantan untuk dapat menjaga inflasi di seluruh wilayah kerjanya, khususnya di sembilan kota penghitung inflasi di Kalimantan yang tersebar dalam lima provinsi,” sebutnya.

Berdasarkan disagregasinya, penurunan inflasi pada triwulan II-2019, utamanya bersumber dari meredanya inflasi komponen diatur pemerintah (administrative prices). Inflasi AP tercatat sebesar 2,78 persen (yoy) pada triwulan II-2019, dari sebesar 3,49 persen pada triwulan I-2019, sehubungan dengan stabilnya harga BBM dan menurunnya harga tiket angkutan udara setelah Ramadan usai.

Adapun inflasi komponen bergejolak (volatile food) Kalimantan pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 3,09 persen (yoy), lebih tinggi dari  triwulan I-2019 yang sebesar 2,99 persen (yoy). Kenaikan ini utamanya bersumber dari Kalimantan Selatan, khususnya komoditas beras.

Komponen inti (core inflation) pada triwulan II-2019 tercatat sebesar 3,22 persen (yoy) naik dari sebelumnya 3,18 persen (yoy) pada triwulan I-2019. Kenaikan ini diakibatkan gejolak tahunan Ramadan – Idulfitri dari komoditas makanan jadi, kue basah, nasi dan lauk, ayam goreng dan ikan bakar.

Secara spasial, inflasi di seluruh provinsi di Kalimantan masih tergolong aman yaitu masih dalam sasaran inflasi nasional 3,5±1 persen. Bila diurutkan, inflasi di Kalimantan pada triwulan II-2019 dari yang tertinggi hingga terendah adalah yakni; Kalimantan Selatan 4,01 persen (yoy), Kalimantan Utara 3,10 persen (yoy), Kalimantan Barat 3,03 persen (yoy), Kalimantan Tengah 2,89 perseb (yoy) dan Kalimantan Timur 2,71 persebln (yoy).

Adapun komoditas utama yang menjadi penyumbang inflasi pada masing – masing daerah antara lain, komoditas beras di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Lalu komoditas bawang merah di Kalimantan Utara. Selanjutnya komoditas telur ayam ras di Kalimantan Barat.

Sekda Provinsi Kalbar, AL Lesyandri menyebutkan, kestabilan inflasi tentu diperlukan. Hal ini juga menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan memberikan dampak peningkatan bagi masyarakat.

“Untuk itu, perlu ada sinergi, baik Pemda, Pemkot dan Pemkab juga BI dalam rangka pengendalian inflasi daerah dan dapat memperkuat data sehingga dapat mendukung kebijakan moneter,” pungkasnya.

 

Laporan: Nova Sari

Editor : Andriadi Perdana Putra