Sengkarut, Evaluasi Sistem Zonasi

Tak Pertimbangkan Kondisi Daerah

ilustrasi : pixabay.com

eQuator.co.id – PONTIANAK-SAMBAS-JAKARTA-RK. Diterapkan tanpa disesuaikan dengan kondisi wilayah, terutama di daerah. Sengkarut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi, perlu dievaluasi dan dilakukan pemetaan wilayah .

Gubernur Kalbar, Sutarmidji setuju sistem zonasi idilakukan evaluasi. “Dulu sebelumnya kan tak ribut-ribut. Sekarang ribut. (Makanya) evaluasi,” kata Sutarmidji, Selasa (25/6).

Sutarmidji memaklumi pemikiran Menteri Pendidikan, yang mantap menerapkan PPDB Sistem Zonasi. Meskipun, akhirnya menuai pro dan kontra. “Mungkin pemikiran beliau bagus. Tetapi kondisinya tidak pas. Seperti saya ambil contoh, Kapuas Hulu. Kapuas Hulu pasti tidak bisa diterapkan ini (sistem zonasi, Red),” tegasnya.

Sebab apa, wilayah Kapuas Hulu sangat besar. Sebanding luas wilayah Jawa Barat plus Banten. Sementara jumlah sekolah negeri disana tidak banyak. “Itu lah Kapuas Hulu,” katanya.

Sehingga, jika penerapan PPDB sistem zonasi dipaksa diberlakukan ke seluruh wilayah, tanpa terkecuali, maka terjadilah persoalan seperti sekarang.

Dilain hal, PPDB sistem zonasi juga berpotensi membuat semangat belajar siswa menurun. Sebab, sistem itu tidak lagi menjadikan patokan nilai sebagai penentu. “Anak yang berprestasi dan cerdas, jangan sampai nanti mengurangi semangat mereka. Karena, nilai tinggi  juga tak menjamin bisa masuk sekolah favorit,” ucapnya.

Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu menegaskan, tak setuju bila istilah sekolah favorit dihapuskan. Baginya, klasifikasi sekolah favorit sangat penting. “Bagus tu. Jangan dibuang. Saya malah ingin ada sekolah unggulan. Supaya ada kompetisi,” imbuhnya.

Ia juga menyampaikan, seharusnya kuota untuk penerimaan siswa berprestasi di sekolah favorit ditambah lebih banyak. Bila perlu 50 persen. “Awalnya 5 persen. Sekarang ditambah 15 persen. Itu masih kecil. Harusnye 50 persen,” katanya.

Kembali ke soal carut marut PPDB sistem zonasi,  pria yang karib disapa Midji itu menegaskan, Pemprov Kalbar akan segera melakukan kajian. Supaya masalah tersebut bisa diselesaikan.

Dia mengkritik kebijakan Menteri Pendidikan ihwal penerapan PPDB sitem zonasi. Sebab, kebijakan tersebut  tidak mempertimbangkan kondisi wilayah di daerah. “Mengubah pendidikan Indonesia tidak mudah. Penyelesaian sengkarut kayak gini harus dipetakan dulu, supaya bisa diselesaikan dengan baik. Kita akan evaluasi,” pungkasnya.

Penerapan zonasi dalam PPDB di Kabupaten Sambas sejauh ini belum menemui kendala. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sambas, Drs Sabhan MPd mengatakan, instansinya sudah melakukan sosialisasi mengenai sistem zonasi yang diterapkan oleh pihak sekolah. “Alhamdulillah, hingga saat ini belum ada kendala untuk penerapan PPDB dengan sistem zonasi. Sebelumnya kita juga telah melakukan sosialisasi kepada SMP dan SD di Kabupaten Sambas,” katanya, Selasa (25/6).

Sabhan mengungkapkan, PPDB di Kabupaten Sambas telah mengikuti petunjuk teknis dan surat keputusan (SK) yang berlaku. “Penerapannya mengacu pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dan revisinya disesuaikan dengan kondisi daerah,” pungkasnya.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima beragam keluhan orangtua siswa terkait pelaksanaan PPDB. Mayoritas bingung dengan petunjuk teknis yang diberikan pemerintah daerah. Ada juga aduan tidak meratanya persebaran sekolah negeri.

Laporan diterima tim pengawas PPDB yang dibentuk KPAI. Tim tersebar di DKI Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, dan beberapa daerah lain yang masih melangsungkan PPDB. Hasil pengawasan sementara, para orangtua siswa tidak pernah menerima sosialisasi PPDB. ”Kalaupun menerima, sangat minim informasinya sehingga masih banyak yang bingung,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti Selasa (25/6).

KPAI juga menerima pengaduan online dari Jabar, Jateng, dan Jatim. Ada pula pengaduan dari luar Jawa seperti Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ada 19 laporan yang terdiri atas 9 aduan PPDB SMP dan 10 aduan masuk SMA.

Di Kediri dan Mojokerto, misalnya, para orangtua siswa disana tidak pernah menerima sosialisasi PPDB SMP maupun SMA. Lalu, anak-anak Bangsaldari, Jember, mengalami kesulitan lantaran di daerahnya tidak ada SMA negeri. Di Madiun, kuota zonasi 90 persen diubah menjadi 50 persen.

Ada juga aduan Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Bekasi yang menambah jumlah pagu menjadi 36 siswa. ”Masyarakat khawatir empat siswa lain di tiap kelas tidak bisa masuk dapodik (data pokok pendidikan, Red) Kota Bekasi. Sebab, berdasar Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, satu rombel (rombongan belajar, Red) maksimal terdiri atas 32 anak,” jelas Retno.

Selain itu, lantaran kekurangan SMP negeri, Dispendik Kota Bekasi membuka tujuh sekolah baru. Yakni SMPN 50, 51, 52, 53, 54, 55, dan 56 Kota Bekasi. ”Sekolah swasta di sana menjerit. Mereka khawatir kekurangan siswa,” imbuhnya.

Tim pengawas PPDB KPAI akan melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. Harapannya, modifikasi sistem yang digunakan bisa diperbaiki. Sebab, masih banyak daerah lain yang sedang melaksanakan PPDB.

Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla (JK) mengingatkan bahwa konsep dasar pemberlakuan zonasi dalam PPDB kali ini adalah efisiensi bagi peserta didik dan pemerataan pendidikan. ”Tapi, masyarakat kadang-kadang ingin anaknya semua di sekolah favorit yang punya mutu,” ujarnya di Kantor Wapres.

Keinginan tersebut membuat sekolah favorit terus ada dan menjadi yang terbaik. JK mencontohkan, daya tampung sekolah favorit mungkin hanya 200 siswa. Tapi, pendaftarnya bisa mencapai 1.000. ”Artinya, dipilih yang terbaik. Karena inputnya bagus, outputnya juga bagus,” lanjutnya.

Itu didukung pula dengan SDM guru yang bagus. Nah, dengan sistem zonasi, siswa akan belajar di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggal. ”Supaya ada pemerataan, maka jangan anak-anak yang punya nilai tinggi terkonsentrasi (hanya di sekolah tertentu, Red),” tuturnya.

Pemerintah pusat tetap akan memberikan bimbingan kepada daerah, bagaimana cara meningkatkan mutu sekolah secara merata. Namun, itu harus didukung input yang merata. Bila inputnya bagus, outputnya juga akan bagus. Apalagi bila didukung sistem dan SDM guru yang baik.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman, Sairi, Jawapos/JPG

Editor: Yuni Kurniyanto