Melawi Target Terbitkan 5.000 Sertifikat Tanah

Dapat Jatah Program PTSL 2019

Kepala BPN Melawi, Leo Latumena

eQuator.co.id – MELAWI-RK. Kabupaten Melawi kembali mendapatkan jatah program nasional (Prona) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dianggarakan oleh Kemetrian Agraria tahun 2019. Program ini difokuskan pada sejumlah desa di dua kecamatan.

Kepala Badan pertanahan Nasional (BPN) Melawi, Leo Latumena mengatakan, program PTSL tahun 2019 ini ditargetkan hingga lima ribu persil sertifikat tanah untuk dua kecamatan, yakni Nanga Pinoh dan Pinoh Utara.

“Untuk dua kecamatan yang menjadi fokus, terbanyak di Kecamatan Pinoh Utara yakni meliputi Desa Sungai Raya, Tekelak, Tanjung Arak, Merah Arai, Melawi Kiri Hilir, dan Kompas Raya. Sedangkan untuk Nanga Pinoh, meliputi Desa Kenual,” jelasnya, belum lama ini.

Program ini diharap dapat memperkuat secara hukum kepemilikan tanah bagi masyarakat.

Leo menambahkan, selain melalui program PTSL, sertifikasi lahan masyarakat juga dilakukan melalui pola redistribusi lahan. Untuk tahun 2019 ini ditargetkan setidaknya delapan ribu bidang lahan yang akan disertifikasi.

“Sasarannya juga tersebar di sejumlah kecamatan, mulai dari Belimbing, 
Sayan, Belimbing Hulu, dan Ella hilir,” paparnya.

Untuk desa-desa lain yang saat ini belum mendapat jatah program PTSL maupun redistribusi lahan, Leo
berharap kepala desa setempat bisa menyampaikan usulan ke BPN dimana paling tidak minimal ada 50 bidang lahan yang akan disertifikasi.

Ia pun meyakini, program ini masih akan terus berlanjut pada tahun mendatang.

“Khusus PTSL, ini kan syaratnya tidak terlalu rumit. Yang penting ada bukti kepemilikan lahan dan tidak ada sengketa. Kalau ada sengketa lahan, harus terlebih dahulu diselesaikan,” pesannya.

Pada 2018 lalu, Leo mengungkapkan, BPN Melawi berhasil menyelesaikan sertifikasi 6.850 bidang melalui program PTSL. Sedangkan untuk Redistribusi Lahan dari target 4.750 sertifikat, hanya tercapai 4.516 bidang. 

Dalam menjalankan program tersebut, pihaknya menemukan cukup banyak masalah sehingga terkadang sertifikasi lahan di lapangan mengalami kendala. Diantaranya seperti persoalan batas desa yang  belum selesai, hingga masalah lahan masyarakat yang masuk dalam kawasan hutan.

“Masalah batas desa ini banyak baru muncul setelah masuk program sertifikasi lahan,” ungkapnya.

Masalah lain, yakni terkait jarak tempuh sejumlah desa yang memang berada cukup jauh dari ibu kota. Belum lagi lahan masyarakat berada di area yang sulit dijangkau petugas ukur. Namun untuk mengejar target sertifikasi lahan sesuai yang telah diberikan, pihaknya kini jemput bola ke lapangan.

“Kita lakukan sosialisasi di lapangan, kemudian juga melakukan pengujian lapangan sampai penyuluhan. Sembari kita mengumpulkan data-data yuridis pemilik tanah,” katanya.

Sementara itu, Dedi warga Desa Paal sangat menyambut baik program PTSL tersebut. Namun sayangnya belum semua desa yang mendapatkannya

seperti sejumlah desa yang berada di dalam kota. Masih cukup banyak lahan yang belum memiliki sertifikat, dan hanya mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT) dari desa setempat.

“Kita sangat mendukung sekali adanya program tersebut, namun harus merata. Yang di dalam kota juga harusnya dapat. Apalagi setahu saya masih banyak tanah di dalam kota yang belum memiliki sertifikat, seperti di daerah Desa Paal,” ujarnya.

Warga Desa Paal kata Dedi, tentunya juga menginginkan program yang sama. Sebab untuk membuat sertifikat biasa tanpa melalui program biayanya cukup mahal.

“Maka dari itu masyarakat berharap dengan adanya program PTSL ini bisa mensertifikatkan lahan-lahannya yang belum bersertifikat,” pungkasnya. (Ira)