Dampak Positif Bagi Kalbar

Pemindahan Ibukota Negara ke Kalimantan

Ilustrasi-wisatapontianak.com

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pekan lalu. Tiba-tiba wacana pemindahan ibukota negara didengungkan oleh pemerintah. Bersamaan dengan hiruk-pikuk pleno rekapitulasi pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum tingkat Provinsi. Mungkinkah wacana pemindahan ibukota negara Indonesia itu benar-benar serius?

Atau justru pelarian isu ditengah ‘tegangnya’ kondisi politik dalam negera, pasca pemilu 17 Aprli lalu? Faktanya, tahapan persiapan wacana pemindahan ibukota negara ini pelan-pelan sepertinya memang mulai disiapkan oleh pemerintah.

Bahkan, Presiden Joko Widodo mengisyaratkan, tiga wilayah di pulau Kalimantan akan dikaji, sebagai lokasi pemindahan ibukota negara Indonesai yang baru nanti. Namun, Kalimantan Barat tidak masuk hitungan.

Perpindahan ibukota baru itu dimaksudkan untuk memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat ekonomi, bisnis, perdagangan dan jasa yang kini sudah tersentral di Jakarta dan Pulau Jawa.

Belum lama ini juga, Prsiden Jokowi sudah bertandang ke dua wilayah di Kalimantan. Yakni Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).

Jokowi bersama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro meninjau kelayakan dua wilayah tersebut, apakah masuk kereteria untuk pemindahan ibukota negara.

Di berbagai pemberitaan, Bambang  mengatakan, pemindahan ibukota Indonesia ke Kalimantan, tidak akan memnggangu kawasan paru-paru dunia.

Ia menjamin pembangunan ibukota negara baru tak akan merambah hutan lindung. Sebab, menurutnya, pembangunan ibukota negara baru nanti akan mengedepankan prisip smart, green and beutiful. Salah satu wilayah yang kini dipertimbangkan bakal menjadi ibukota negara baru, yakni daerah Bukit Soeharto.

Letaknya berada di kawasan Taman Hutan Raya. Kecamatan Samboja. Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim. Soal wacana pemindahan ibukota negara memang bukan perkara mudah. Ongkosnya tentu mahal. Bakal menguras APBN yang tak sedikit. Sehingga wajar jika banyak pihak yang menyanksikan rencana itu. Apalagi, gaung pemindahan ibukota negara ini bukan kali pertama didengungkan. Zaman presiden Soekarno juga pernah direncanakan. Tapi sampai sekarang hanya isapan jempol.

Anggota DPR RI Komisi VII, Maman Abdurrahman pun menilai, rencana pemindahan ibukota tak gampang dilakukan. “Studi kelayakan sebuah daerah untuk layak atau tidak menjadi ibukota sebuah negara itu, harus mempertimbangkan banyak aspek,” katanya, Minggu (12/5).

Ia pun menegaskan, sampai hari ini belum ada satu keputusan pun yang menyatakan Kalteng atau Kaltim, sudah layak menjadi ibukota negara. “Karena memang, feasibility study-nya memang belum jalan,” ujarnya.

Terlepas dari itu, Sekjen DPP Golkar tersebut menilai, itikad baik dari pemerintah pusat memindahkan ibukota negara ke pulau Kalimantan harus dikejar. “Harus kita hargai. Dan pemerintah pusat harus menindaklanjuti itu sebagai sebuah bentuk keseriusannya dengan mengusulkan kepada DPR,” katanya.

Dan paling utama adalah, kata dia, wacana perpindahan ibukota negara itu ini musti dikaji secara dengan mempertimbangkan banyak aspek. “Karena ini terkait dengan berbagai macam aspek politik, sosial ekonomi, dan perhatanan kemanannya juga harus dihitung,” tegasnya.

Maman mengakui, sampai saat ini memang belum pernah dilakukan pembahasan secara khusus antara DPR dengan pemerintah. Terkait rencana pemindahan ibukota negara itu. “Namun, jika isu ini dilempar ke DPR tentu akan menjadi perdebatan. Kalau saya memandang, jika dikomparasi dengan infrastruktur pendukung, Kalbar dan Kaltim mendekati kreteria,” katanya.

Alasanya, karena Kalbar dan Kaltim sudah punya pelabuhan internasional. Sementara Kalteng belum. Namun, lanjut dia, soal pemindahan ibukota, memang perlu menimbang banyak faktor.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Untan, Eddy Suratman menilai, selama pemindahan ibukota baru di tempatkan di pulau Kalimantan, otomatis akan berdampak positif ke Kalbar.

Dari opsi yang mengerucut ke Kalteng atau Kaltim, menurutnya kedua daerah itu sudah bisa diakses melalui jalur darat dari Kota Pontianak.  Sebab, jalur trans Kalimantan kini sudah berfungsi. Dengan kemudahan akses itu, tentu ongkos menuju ibukota baru nanti, bari akan semakin murah. “Sehingga, pemindahan ibukota ke Kalteng atau Kaltim, otomatis memberikan manfaat bagi Kalbar, karena komunikasi dan jalur interaksi dengan ibu kota negara semakin dekat,” katanya belum lama ini.

Jika ibukota baru nanti benar-benar di pulau Kalimantan, tentu Jalan Trans kalimantan otomatis terisi dengan kegiatan perekonomian yang produktif.

Dengan begitu, ekonomi bakal bergerak tumbuh lebih baik dan kesempatan kerja kian bertambah. “Jadi jalan itukan sekarang dirasakan masih jauh, karena di pinggir jalan masih hutan. Tapi, kalau ibu kota pindah, saya yakin itu akan segera terisi,” katanya.

Meski demikian, Eddy berpendapat, perpindahan ibukota ke pulau Kalimantan juga berpotinsi memberi dampak negatif. Terutama, soal alih fungsi lahan, bakal terus terjadi. “Jika awalnya hutan berfungsi sebagai penyangga, bukan tidak mungkin bakal berubah menjadi tempat tinggal atau perkantoran. Ini saya kira yang harus diantisipasi dampak negatifnya,” sebutnya.

Selanjutnya, perpindahan ibukota ke pulau Kalimantan pasti akan mendorong mobilisasi migrasi yang bisa menyebabkan, pulau Kalimantan menjadi padat.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman

Editor: Yuni Kurniyanto