eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah digandeng oleh KPU dan Bawaslu untuk melakukan penyelidikan kematian petugas TPS di seluruh Indonesia. Sabtu (11/5), Kemenkes telah menerima laporan dari empat provinsi. Kematian terbanyak dikarenakan gagal jantung.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi mengatakan kementeriannya sudah menerima laporan hasil investigasi penyebab meninggalnya petugas penyelenggara Pemilu dari dinas kesehatan di empat provinsi. Empat provinsi itu yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kepulauan Riau. Berdasarkan data KPU Pusat per 10 Mei, petugas penyelenggara Pemilu yang meninggal di DKI Jakarta sebanyak 22 jiwa, Jawa Barat 131 jiwa, Kepulauan Riau tiga jiwa, dan Sulawesi Tenggara enam jiwa.
Dia menyatakan laporan investigasi dinas kesehatan DKI Jakarta, penyebab korban meninggal diantaranya karena oleh infarc miocard (penyumbatan otot jantung), gagal jantung, koma hepatikum (gagal hati), stroke, respiratory failure (gagal napas), dan meningitis. Di Jawa Barat disebabkan oleh gagal jantung, stroke, respiratory failure, sepsis (peradangan), dan asma. ”Di Kepulauan Riau meninggalnya petugas penyelenggara Pemilu disebabkan oleh gagal jantung dan kecelakaan. Sedangkan di Sulawesi Tenggara disebabkan oleh kecelakaan,” tuturnya.
Oscar meminta kepada masyarakat agar tetap tenang. ”Pekerjaan sebagai petugas pemilu juga dituntut kondisi kesehatan yang prima. Maka para petugas pemilu yang mengidap penyakit tertentu akan terpicu bila tidak mengatur waktu bekerja yang berlebihan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kemenkes telah menyiagakan tenaga kesehatan sejak sebelum waktu pencoblosan dimulai pada 17 April. Oscar menambahkan komunikasi dengan tenaga kesehatan di daerah, sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum tanggap Pemilu serentak. Selanjutnya Kemenkes mengeluarkan surat edaran nomor HK.02.02/III/1681/2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan bagi Petugas KPPS/PPK yang Memerlukan Pelayanan Kesehatan Di Fasilitas Kesehatan pada 23 April dan surat edaran nomor HK.02.02/III/1750/2019 tentang Audit Medis dan Pelaporan Petugas KPPS/PPK/Bawaslu yang Sakit dan Meninggal di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada 29 April. Disusul pada 7 Mei keluar surat edaran nomor HK.07.01/III/1792/2019 tentang Pelaksanaan Review Kematian dan Laporan Pelayanan.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyarakan agar Pemerintah dan DPR segera untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) atas meninggalnya 554 orang yang bertugas saat pemungutan dan penghitungan suara dalam penyelenggarakan Pilpres dan Pileg 2019.
Menurut Iqbal, hal ini merupakan tragedi kemanusiaan dan hak asasi manusia yang harus disuarakan dengan keras di negara yang menganut sistem demokrasi.
Pria yang juga menjabat pengurus pusat organisasi buruh PBB International Labour Organization (ILO) mengungkapkan, setidaknya ada 3 hal yang mendasari pentingnya dibentuk TGPF. Pertama, jumlah korban yang besar yakni 554 orang patut disebut sebagai tragedi kemanusiaan.
Kedua, mereka yang meninggal meluas dan terjadi di berbagai wilayah di Republik Indonesia. Sehingga perlu dilakukan penyelidikan yang independen untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Ketiga, jangan hanya sekedar menyederhanakan masalah dengan mengatakan mereka meninggal dunia karena faktor kelelahan. Oleh karena itu, menurut Iqbal perlu adanya visum et repertum dan autopsi dari lembaga yang berkompeten.
Said Iqbal mendesak agar TGPF dibentuk dalam waktu seminggu supaya hasil autopsi dan visum et repertum tidak terlalu lama didapat sehingga akan lebih mudah menganalisa faktor kematian para KPPS. “Anggota TGPF bisa terdiri dari unsur Ikatan Dokter Indonesia (IDI), unsur Komnas HAM, unsur Bawaslu, unsur akademisi, unsur masyarakat sipil atau serikat buruh,” jelasnya. (Jawapos/JPG)