Muhammadiyah Umumkan 1 Ramadan

Tidak Ada Potensi Hari Raya Ganda

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah merilis tanggal 1 Ramadhan 1440 Hijriah/2019 yang jatuh pada Senin, 6 Mei 2019. Sementara pihak Nahdlatul Ulama (NU) memperkirakan tidak akan ada perbedaan dalam awal puasa tahun ini.

Keputusan PP Muhammadiyah tertuang dalam maklumat nomor 01/mlm/1.0/e/2019 tentang Penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhuah 1440 hijriah. Perhitungan berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.

Dalam keputusannya, tertera Ijtima’  menjelang Ramadhan jatuh pada hari minggu 5 Mei 2019 sehingga puasa dimulai esok harinya. Sementara untuk 1 Syawal 1440 hijriyah, PP Muhammadiyah menetapkan jatuh pada hari Rabu tanggal 5 Juni 2019 .

Keputusan tersebut juga memuat perhitungan jatuhnya tanggal-tanggal penting dalam hari besar agama islam. Diantaranya 1 Dzulhijjah yang jatuh pada Jumat, 2 Agustus 2019, hari Arafah yang jatuh pada hari Sabtu, 10 Agustus 2019yang kemudian disusul hari raya Idul Adha yang jatuh pada Minggu, 11 Agustus 2019.

“Maklumat ini disampaikan untuk dilaksanakan dan agar menjadi panduan bagi warga Muhammadiyah,” tulis Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam maklumat tersebut.

Sudah lazim bagi warga Muhammadiyah untuk menetapkan awal puasa dan akhir puasa dengan metode hisab (perhitungan). Hal ini kerap menimbulkan terjadinya perbedaan awal dan akhir waktu puasa. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti berharap jikalaupun ada perbedaan, maka antar-masyarakat haru saling menghormati.

“Apalagi Ramadhan hendaknya jadi momentum meningkatkan kualitas Ibadah dan Solidaritas Sosial,” jelasnya.

Meski demikian, Wakil Ketua Lajnah Falakiyah NU (LFNU) Hendro Setyanto mengungkapkan perhitungan falakiyah yang dilakukan oleh NU menunjukkan bahwa hampir tidak ada potensi terjadinya double event  pada awal puasa dan hari raya ganda.

Meski demikian, Hendro menyebut bahwa NU akan tetap melakukan prosedur rutin melihat hilal (rukyat) pada masa ijtimak, yakni hari terakhir bulan Syakban. “Meskipun secara hisab tidak ada potensi perbedaan, tapi NU akan tetap melakukan rukyat. Hasil rukyat yang akan menentukan kapan akan mulai puasa,” jelasnya. (Jawapos/JPG)