Konverter ABG Terkenal di Daerah Orang

Hemat Bahan Bakar 350 Persen

UJI COBA BENGAS Sejumlah wartawan menelusuri Sungai Kapuas dengan moda transportasi air saat uji coba Konveter Kit BenGas, Minggu (3/3) lalu. Foto: Syamsul Arifin

eQuator.co.id – Kubu Raya-RK. Konverter Kit Amin BenGas (ABG) memanfaatkan LPG sebagai bahan bakar bagi motor kapal atau perahu motor. Memiliki berbagai sertifikasi dan legalitas nasional, konventer kit karya M Amin ini justru tersohor diluar Kalbar.

“Makanya waktu itu, kita ajukan ke Badan Standardisasi Nasional (BSN). Kemudian, Tim BSN melakukan riset lapangan menggunakan motor air yang dimiliki nelayan Kubu Raya, karena memang di Kubu Raya pertama kalinya menggunakan ini. Akhirnya, terbitlah SNI untuk produk kita ini,” tuturnya, Minggu (3/3).

Setelah memiliki berbagai sertifikasi dan legalitas nasional, hingga saat ini, alat tersebut sudah dipercaya banyak pihak. Bahkan, saat ini penggunan Konverter Kit ABG mencapai 50 ribu pengguna, baik nelayan  maupun yang lain. Hal ini juga tersebar dari 68 kabupaten/kota se-Indonesia. Namun, diakui Amin, di Kalbar konverter kit tersebut belum digunakan secara massif, khususunya di Kubu Raya. “Hanya tenaga ahli yang kita pekerjakan untuk pemasangan alat, semuanya dari nelayan Kubu Raya, yang dulunya bersama-sama kami dalam mengembangkan konverter kit ini,” ungkap Amin.

Di menambahkan, lahirnya ABG berawal dari merakit konventer kit di masa pemerintahan Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan di periode pertama. “Saat masa pemerintahan pak Muda periode pertama, sekitar tahun ketiga, beliau memanggil saya untuk memunculkan ide terkait pembangunan di Kubu Raya. Saat itu saya tawarkan mobil desa dan konverter kit gas. Akhirnya, lebih kekonventer kit, karena pertimbangan mayoritas penduduk Kubu Raya merupakan nelayan,” ujarnya.

Selain untuk nelayan, Amin menambahkan, ABG tersebut juga bisa digunakan masyarakat Kubu Raya, karena memiliki banyak sungai. Hal ini akan dikembangkan di Kubu Raya, diharapkan dapat menjadi alat yang membantu transportasi masyarakat. “Jadi ini juga bisa sebagai alat angkutan, baik manusia maupun barang. Bukan hanya untuk nelayan, tetapi moda transportasi juga,” katanya.

Dia mengatakan, perakitan ABG dimulai sekitar tahun 2010, sudah melakukan riset dan sempat diujicoba oleh Bupati Kubu Raya yang saat itu dipimpin Muda Mahendrawan. Namun diakuinya, untuk menyebarluaskan konverter kit gas masih terganjal regulasi, terutama untuk nelayan. “Saat itu juga ada kenaikan bahan bakar, akhirnya kita buat alat sederha konverter kit ini. Dan ala kadarnya, pak Bupati coba dua kali. Kita ingin ini tidak hanya sekedar riset, maka inovasi terus kita lakukan. Namun sempat terganjal regulasi, karena gas 3 kilogram saat itu hanya untuk rumah tangga dan UMKM, sementara nelayan belum ada,” ungkapnya.

Diakuinya, penyebaran konverter kit ini masih terbilang minim, khususnya di Kubu Raya, termasuk ke daerah lain di Kalbar. “Karena ini juga pilot project dan pertama kali di Indonesi. Maka di Kubu Raya belum bisa banyak penyebarannya,” tuturnya.

Setelah berupaya dan kerja keras hingga bertahun-tahun, akhirnya produk tersebut memiliki payung hukum. “Dari 2010, kita lakukan upayakan payung hukumnya. Kita giring terus, hingga akhirnya 2015 keluar Perpres peruntukan gas LPG 3 kilogram dan bisa digunakan juga oleh nelayan kecil,” lanjutnya.

Setelah memiliki payung hukum, Amin menambahkan, saat itu langsung mengajukan SNI untuk produknya, sebagai bentuk legalitas, terutama ABG tersebut memang lebih hemat. “Jika menggunakan konverter kit gas LPG, akan lebih hemat hingga lima kali lipat dibandingkan menggunakan bahan bakar minyak pada mesin motor atau perahu nelaya,” katanya.

Amin membandingkan penggunaan pertalite dengan bahan bakar gas (BBG )pada produknya, menggunakan sampan kecil bermesin 20 PK, mendapatkan hasil penghematan hingga 350 persen.

Dia dan beberapa jurnalis, beberapa hari lalu melakukan uji coba di Sungai Kapuas, menggunakan outboat atau sampan kecil dari fiber bermesin 20 PK dengan Konventer Kit ABG. “Kali ini kita sudah membandingkan penggunaan bahan bakar Pertalite dan BBG pada outboat tersebut,” kata Amin.
Dia menjelaskan, penggunaan Pertalite selama 10 menit menghabiskan bahan bakar sebanyak 1,5 liter pada kecepatan antara 16,4 – 17,9 knot. Namun, menggunakan elpiji dengan waktu yang sama, selama 10 menit pada kecepatan 16,9 – 18,5 knot, hanya menghabiskan BBG sebesar 6 ons. “Jika dirupiahkan dengan waktu tempuh, jarak dan kecepatan yang sama rata-rata, kira-kira pakai Pertalite Rp11.475 per liter, dimana harga Pertalite di SPBU hari ini Rp7.650 per liter. Sedangkan menggunakan elpiji 3 kilogram, hanya menghabiskan Rp3.300,” tuturnya.

Sehingga disimpulkan, lebih kurang selisih lima kali lipat, atau penghematan sebesar 350 persen antara pengunaan Pertalite dengan elpiji. “Ini tentu sangat hemat sekali dalam penggunaan bahan bakar gas, menggunakan Konverter Kit ABG,” katanya.
Dia menambahkan, pada uji coba itu, seperti biasa, dirinya menggunakan Konverter Kit ABG generasi ke-9 yang dipasangkan pada mesin speedboat tempel 20 PK. Bersama timnya, Amin memeriksa setiap detail mesin speedboat, konverter, tabung gas elpiji 3 kilogram, serta perahu. Proses uji coba dilakukan di sepanjang Sungai Kapuas.

Amin memaparkan, selama 10 menit menjajal mesin speedboat 20 PK menggunakan bahan bakar elpiji, tidak ada kendala apapun. Mesin tetap stabil, tekanan mesin juga stabil, bahkan suara mesin terdengar lebih halus dibandingkan menggunakan bensin. “Kita akan terus melakukan uji coba dan tidak berhenti sampai disini. Alhamdulillah, produk yang kita hasilkan saat ini sudah bisa dirasakan manfaatnya oleh banyak masyarakat, tidak hanya di Kalbar, tapi di beberapa wilayah Indonesia dengan bantuan dari Kementerian Kelautan dan pihak lainnya,” kata Amin.

Sementara itu, Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan mengatakan, pihaknya tetap akan mengembangkan koverter kit tersebut di Kubu Raya. Sehingga masyarakat merasakan manfaatnya, terutama nelayan. “Inikan Kubu Raya yang ciptakan produk, jadi di Kubu Raya harus dikembangkan. Tahun ini, tetap kita mulai, karena bagus sekali untuk masyarat, terutama nelayan,” ungkapnya.

Muda Mahendrawan mengatakan, di perubahan anggaran nanti, pihaknya akan menyusun anggarannya, karena hal tersebut sangat membantu masyarakat kecil. “Nanti kita perbanyak di Kubu Raya. 80 kabupaten sudah menggunakan konverter k ini. Kita yang menciptakan belum. Ini tetap kita kembangkan di Kubu Raya,” katanya.

Dia mengakuit, saat itu ABG tidak terlalu diperhatikan, sedangkan secara nasional sudah mengakui. “Bahkan izinya sudah keluar semua. Ini harus kita mulai, terutama di perubahan nanti,” tegasnya.

 

Laporan: Syamsul Arifin

Editor: Yuni Kurniyanto