Rawat NKRI, Umat Hindu Kalbar Netral dan Idependen

Perayaan Hari Raya Nyepi di Tahun Politik

NYEPI DI PUTUSSIBAU Putu Sudiarta dan istri, Rabu sore (6/3), sebelum melaksanakan sembahyang bersama umat Hindu di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu. Andreas

Hari Raya Nyepi menjadi momen umat Hindu Kalbar menjaga kedamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi tahun baru Saka 1941 bertepatan dengan tahun politik, situasi bisa saja berubah karena beda pilihan.

Syamsul Arifin, Kubu Raya

Andreas, Kapuas Hulu

eQuator.co.id – Perayaan Tahun Baru Saka kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya, meniadakan atraksi Ogoh-ogoh yang merupakan ciri khas sebelum perayaan Nyepi.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Kalbar, Ida Sri Resi Dukuh Putra Banderm Kepakisan mengatakan, tidak adanya Ogoh-ogoh karena masuk dalam tahun politik dan bertepatan dengan masa kampanye Pemilu 2019. “Tahun ini, kita fokus pada ritual saja. Daripada nanti kita adakan Ogoh-ogoh, tapi pas ada orang kampanye malah jadi benturan. Jadi kita antisipasi saja,” ujarnya.

Diakui Ida, meskipun perayaan Nyepi tidak semarak sebelumnya, tetapi tidak mengurangi inti makna rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi itu sendiri. “Karena dalam pemahaman, Ogoh-ogoh itu untuk menghilangkan sifat-sifat keburukan atau kejahatan,” jelasnya.

Tahun ini, Ida Sri menegaskan umat Hindu di Kalbar netral dan independen. Untuk pilihan, dikembalikan kepada setiap umat untuk memilih sesuai hati nurani. “Soal pilihan itu hak masing-masing. Intinya tetap netral. Itu saja,” tegasnya.

Ida Sri Resi Dukuh Putra Bandem K menambahkan, dalam rangkaian ritual menyambut Nyepi, umat Hindu melaksanakan dua rangkaian ritual utama, yakni Melasti Ngubeng dan Tawur Kesanga. Ida memimpin langsung ritual Tawur Kesanga di Pura Giri Pati Mulawarman, Kabupaten Kubu Raya yang diikuti ratusan umat Hindu dari berbagai wilayah Kalbar.

Dia mengatakan, Pura Giri Pati Mulawarman merupakan salah satu pura terbesar di Kalbar dan dijadikan sebagai Pura Utama dalam perayaan keagamaan umat Hindu di Kalbar.

Sebelum melaksanakan Tawur Kesanga, Ida menjelaskan, Umat Hindu terlebih dahulu melaksanakan Melasti Ngubeng yang merupakan ritual persembahyangan menuju sumber air. “Ritual tersebut bisa di pantai, bisa di mata air, bisa di sungai dan lain sebagainya. Ini boleh tiga hari sebelum Nyepi. Kita melaksanakan di Pure Beji, kita ada Pure Beji disini yang merupakan perwujudan sumber air,” ucap Ida, sebelum ritual Tawur Kesanga di Pura Giri Pati Mulawarman.

Setelah melaksanakan ritual Melasti, Ida menambahkan, dilanjutkan dengan ritual puncak, yakni Tawur Kesanga. “Tawur Kesanga merupakan acara puncak yang dilakukan persembahyangan bersama tutup tahun berupa Tawur Kesanga. Tawur Kesanga adalah menjaga harmonisasi antara manusia dengan lingkungan,” terangnya.

Dia menambahkan saat Nyepi, umat Hindu berpuasa selama 24 Jam, tidak makan, tidak minum, tidak bekerja, tidak berpergian, dan tidak boleh hidup bermewah-mewahan. Hal tersebut di ajaran Hindu, terdapat tiga bentuk keharmonisan. “Parahyangan, harmonisasi antara umat Hindu dengan Tuhannya. Melaksanakan ajaran-ajaran dan tidak melakukan pantangan-pantangan. Kemudian Pawongan, yang merupakan bentuk hubungan harmonisasi sesama manusia. Kita manusia adalah ciptaan Tuhan, kita bersaudara, jadi ndak boleh ribut, wong kita saudara. Selanjutnya yang terakhir, Palemahan merupakan harmonisasi antara manusia dengan lingkungan,” katanya.

Hari Raya Nyepi juga dirayakan umat Hindu di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu. Mereka melaksanakan sembahyang di kediaman Putu Sudiarta, Rabu sore (6/3). “Karena kita memasuki tahun politik, bertepatan dengan Pemilihan Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, saya berpesan agar kita tidak mudah terprovokasi dengan informasi  informasi hoaks yang muncul di sosial media,” pesan Putu Sudiarta.

Lanjut Putu, jika masyarakat tidak menyaring informasi tersebut, maka akan berpengaruh negatif terhadap kehidupan sosial di lingkungan masyarakat yang sudah hidup rukun dan damai ini. “Karena yang mengarah hoaks itu bisa memecah belah bangsa. Jadi mari kita introspeksi diri, berpikir jernih dalam kehidupan berbangsa bernegara yang majemuk,” ucapnya.

Putu mengajak semua lapisan masyarakat menjaga dan merawat NKRI, sesuai cita-cita para pahlawan, bahwa bangsa ini lahir dari persatuan berbagai suku, agama dan ras, sehingga di tahun politik ini kondisi bangsa tetap aman. “Jangan karena beda pilihan lalu membuat kita terpecah-belah. Beda pilihan adalah fatamorgana dan warna dalam kita berdemokrasi,” pungkas Putu.

 

Editor: Yuni Kurniyanto