Gelar Melasti Sucikan Diri

JELANG NYEPI. Ratusan warga Hindu Sukadana menggelar Upacara Melasti sambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1938 di Pantai Pulau Datuk Sukadana, Minggu (6/3). KAMIRILUDDIN/RAKYAT KALBAR

eQuator.co.id – Sukadana-RK. Mentari mulai mengintip di ufuk Pantai Pulau Datok, Sukadana, Kayong Utara, tatkala ratusan umat Hindu bersiap-siap melakukan Melasti, upacara penyucian diri, Minggu (6/3). Pantai itu juga merupakan lokasi puncak acara akbar Sail Karimata 2016.

Ketua Parisada Hindu Darma, Kabupaten Kayong Utara, Komang Surapada (48) menyatakan, Melasti dilakukan tiga hari jelang hari raya Nyepi, 9 Maret 2016 atau Tahun Saka 1938. Tujuannya membersihkan alam semesta atau Buana Agung dan alam kecil atau Buana Alit.

“Pada saat hari penyepian, kami, umat Hindu melakukan Catur Berasa Penyepian,” tuturnya, ditemui usai Melasti.

Di Dukcapil Kayong Utara, 564 umat Hindu tercatat berdomisili di sana. Ditambah 19 umat di Ketapang. Tepat pukul 08.30 WIB, ratusan umat Hindu Kayong Utara sudah berkumpul semua. Upcara Melasti kali ini untuk kali ke empat di lokasi yang sama.

Saat Nyepi nanti, ada empat larangan. “Pertama, mati geni yang mana tidak boleh menghidupkan api, baik api secara nyata maupun api yang ada di dalam tubuh manusia atau api kemarahan. Kedua, amati lelanguan atau tidak boleh berpesta-pora,” imbuh Surapada.

Ketiga, ia melanjutkan, amati lelunungan atau tidak boleh berpergian dari luar rumah . “Dan, keempat amati harie atau tidak boleh berkerja selama hari penyepian tersebut berlangsung,” paparnya.

Untuk hasil tani dan ternak, seperti ayam dan bebek, dihanyutkan ke laut sebagai bentuk menyucikan diri. Kemudian kembali berdoa dan diakhiri dengan tarian.

“Di tahun 2016, Melasti semakin berkembang. Hal ini menunjukkan kekompakan dan kearifan lokal yang ada berjalan dengan baik antara sesama umat Hindu maupun lainnya,” demikian Komang Surapada.

Sementara itu, Upacara Melasti di Bali dipadati ribuan pemedek dari Desa Adat Kuta dan beberapa desa dari Denpasar kemarin (6/3). Mereka datang secara bergantian.

Menurut I Wayan Swarsa, Bendesa Adat Kuta, seluruh banjar yang ada di Desa Adat Kuta melakukan upacara di Pantai Kuta ini. Tidak hanya Kuta. Hampir seluruh pantai di Bali juga dijadikan tempat melasti umat Hindu.

“Sebanyak 13 banjar semua ikut dalam upacara melasti ini. Totalnya ada sekitar 2.000 pemedek,” tuturnya.

Lanjut Swarsa, melasti yang dilangsungkan pagi kemarin di Pantai Kuta berasal dari desa-desa di Kota Denpasar. Pembagian ini dilakukan agar tidak terjadi kepadatan yang bisa mengganggu jalannya upacara melasti. Selain itu, waktu pelaksanaan dari masing-masing desa berbeda.

Agar upacara kali ini berjalan dengan lancar, pihak Desa Adat Kuta menerjunkan sekitar 48 personel Satgas Pantai Kuta. Menurut penjelasan Wayan Sirna, ketua Satgas Pantai Kuta pedagang yang berjualan di sekitar Pantai Kuta juga diminta tidak berjualan untuk sementara.

“Ini hanya bersifat sementara saja selama upacara melasti berlangsung. Besok (hari ini, Red), akan kembali normal seperti biasa,” jelasnya.

Seorang wisatawan Perancis, Francois tampak sangat terkesima dengan upacara yang berlangsung kali ini. Pria yang rencananya akan tinggal di Bali selama empat minggu ini, sangat kagum dengan tradisi yang ada.

“Saya takjub dengan tradisi masyarakat Bali ini. Saya beberapa minggu lalu datang ke Thailand untuk melihat salah satu ritual di sana, namun tidak ada yang bisa menandingi tradisi umat Hindu yang ada di Bali,” ungkapnya.

Lebih lanjut dirinya berharap, tradisi ini agar bisa bertahan sampai kapan pun meski zaman sudah berubah. “Saya tidak ingin tradisi ini hilang, ini harus dipertahankan. Meskipun, zaman sudah berbeda,” harapnya yang juga akan melihat ogoh-ogoh di Ubud tersebut.

Terpantau, suasana di Jalan Pantai Kuta pun cukup padat dari biasanya. Menurut Wakapolsek Kuta Gusti Nyoman Wintara, hal ini sudah diantisipasi oleh pihaknya. “Kami sudah menempatkan personel di setiap perempatan untuk mengatur lalu lintas. Personelnya ada dua orang setiap perempatan,” ungkapnya. Namun, jika ruas jalan yang sudah dianggap rawan kemacetan pihaknya akan menerjunkan personel sebanyak empat orang petugas.

Petugas yang ada akan bergilir untuk mengamankan lalu lintas agar kondusif. “Kami berlakukan sistem buka tutup untuk lalu lintas yang ada saat ini. Apalagi banyak daerah di Denpasar dan Kuta yang mulai melakukan upacara melasti sejak pagi,” jelasnya.

Ada hal yang cukup menarik terlihat oleh wartawan Jawa Pos Radar Bali. Polisi yang berjaga di Jalan Pantai Kuta tampak mengenakan udeng untuk ikut merayakan prosesi melasti yang diadakan dari pagi tadi hingga sore hari.

“Kami mengikuti situasi dan kondisi yang ada pada saat melasti kali ini. Nah, di samping itu, kami juga menghormati para pemedek yang melakukan prosesi upacara ini,” papar salah seorang polisi.

Pantai yang menjadi titik upacara atau mekiis di daerah Jembrana juga dipadati pemedek. Namun saat pelaksanaan kemarin sempat diwarnai dengan guyuran hujan.

Untuk melasti di Jembrana ada beberapa titik yang dijadikan lokasi melasti. Di antaranya di Kecamatan Melaya yaitu di Pura Segara Gilimanuk dan Candikusuma, Negara bertempat di Pura Segara Pengambengan, Kecamatan Jembrana di Pura Segara Yeh Kuning, Mendoyo di Segara Delod Berawah, Segara Tembles, Pura Rambut Siwi, dan Segara Yeh Sumbul.

Sedangkan di Kecamatan Pekutatan di Segara Medewi, Pura Segara Pekutatan, Pura Kertalaksana Pekutatan, Segara Panghyangan dan Segara Gumbrih. Bupati Jembrana I Putu Artha bersama Sekkab I Gde Gunadnya dan pimpinan SKPD mengikuti melasti di Kecamatan Jembrana, Negara dan Melaya.

Wakil Bupati I Made Kembang Hartawan meninjau pemelastian di Kecamatan Pekutatan dan Mendoyo. Umat yang menuju lokasi pemelastian ada yang menggunakan kendaraan, namun ada juga yang berjalan kaki beberapa kilometer di bawah terik matahari. Namun, di beberapa titik diwarnai hujan deras yang mengguyur. Meski demikian umat tetap semangat mengikuti pemelastian.

“Melasti ini merupakan tahap awal rangkaian Nyepi,” ujar Ketua Pengurus Harian PHDI Jembrana I Komang Arsana. Menurutnya filosofi melasti atau mekiis adalah prosesi upacara penyucian buana agung dan buana alit dengan memohon tirta amerta ke samudra.

“Tujuannya melebur kekotoran dunia,” ungkap dia.

Laporan: Kamiriluddin dan Radar Bali

Editor: Mohamad iQbaL