Pencegahan Harus Lebih Diutamakan

Strategi Antisipasi Kebakaran Lahan Perlu Diubah

WAWANCARA. Edi Rusdi Kamtono, Kombes Pol M Anwar Nasir dan Dandim 1207/BS Letkol Arm Stefie Jantje Nuhujanan saat diwawancarai usai rakor pencegahan kebakaran hutan dan lahan di aula kantor Wali Kota, Rabu (30/1). Maulidi Murni-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pemerintah Kota bersama Polresta Pontianak dan Kodim 1207/BS melakukan rapat koordinasi (Rakor) tentang pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Rakor di aula Wali Kota Pontianak ini dalam rangka antisipasi menghadapi musim kemarau ke depan.
“Semoga tahun ini tidak terjadi kebakaran lahan yang menyebabkan asap” harap Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono usai rakor, Rabu (30/1).
Edi menjelaskanm Pemkot sudah ada Perwa Nomor 55 Tahun 2018. Bagi masyarakat yang membiarkan atau membakar lahanya, maka selama lima tahun tidak akan diproses izinnya. Tahun 2018, ada tiga titik yang Pemkot lakukan penindakan. “Kita harapkan tidak di sanksi seperti itu, tapi dipidanakan,” ujarnya.
Rakor yang dihadiri langsung Kapolresta dan Dandim ini selanjutnya akan membentuk Satgas. Satgas ini akan bergerak di lapangan. Sementara dalam keterlibatan Damkar swasta dalam menangani kebakaran lahan sudah ada anggaran tanggap darurat yang bisa digunakan untuk bencana.
Kapolresta Pontianak Kombes Pol M. Anwar Nasir sangat mengapresiasi rakor kemarin. Tapi dia mengajak untuk belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Jangan begitu-begitu saja. “Makanya harus rubah strategi, sebenarnya mungkin sudah ada tapi belum optimal, misalnya pencegahan,” katanya.
Pencegahan persentasenya harus lebih besar. Sehingga ada beberapa kemungkinan yang perlu dilakukan, seperti regulasi. Menurutnya sangat kontradiktif dengan semangat mau mencegah atau memadamkan. “Kan lebih efektif dan efisien anggaran negara bisa ditekan sekecil mungkin, lebih fokus pada pencegahan,” saran dia.
Tidak hanya itu, regulasi yang ada juga membuat celah bagi pelaku. Karena warga boleh membuka lahan maksimal dua hektar. Namun yang jadi pertanyaan, apakah ada jaminan apinya bisa dikendalikan.
“Apakah api bisa dikendalikan sampai dua hektar, nanti ini bisa dijadikan modus saja,” ujarnya.
Menurut Anwar, kalau semangatnya untuk mencegah, Pasal dalam UU itu harus dikaji ulang. Misalnya dengan syarat-syarat tertentu serta strateginya perlu diatur.
“Dalam diskusi ini saya menyarankan Pasal itu perlu direvisi. Tapi perlu solusi untuk masyarakat yang butuh makan. Lalu cara bertaninya seperti apa. Kita carikan solusi, lakukan sesuatu perlu ada solusi,” paparnya.
Dikataka dia, mungkin anggaran negara untuk tanggap darurat bencana cukup besar. Tapi ia berkeinginan anggaran tersebut bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

Menurutnya, jangan sampai ada mindset dengan cara membakar paling efektif dan efisien dalam membuka lahan. “Itu mindset pola pikir yang pelaku,” sarannya.
Ditegaskan Kapolresta, pelaku pembakaran sudah pasti akan dikenakan pidana. Namun perlu payung hukumnya harus ada terobosan. Misalnya lebih menekankan upaya penegakan hukum dalam rangka pencegahan.
Misalnya, masuk kawasan lahan tidak boleh membawa bahan-bahan yang mudah terbakar. Seperti korek api, rokok, obat nyamuk dan lain sebagainya.
“Bawa itu saja tidak boleh, karena belajar dari pengalaman, sebagian besar api ulah dari manusia,” imbuhnya.

Jadi kata dia, optimalisasi pencegahan harus lebih ditekankan. Dan ia yakin cara-cara tersebut lebih efektif dan efisien. Baik dari sisi anggaran, tenaga dan sebagainya. “Kalau porsi untuk pencegahan lebih besar,” demikian Anwar.

 

Laporan: Maulidi Murni

Editor: Arman Hairiadi