Pembebasan Ba’asyir Masih Dikaji

Abu Bakar Ba'asyir

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir pekan ini masih belum pasti. Usai rapat terbatas Senin (21/1) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo meminta agar dilaksanakan kajian lebih lanjut berkaitan dengan hal itu. Tidak ada jawaban pasti ketika mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tersebut ditanyai soal waktu pembebasan Ba’asyir.

Wiranto menjelaskan bahwa yang dia sampaikan merupakan keterangan resmi dari pemerintah. ”Jadi, inilah penjelasan resmi setelah saya melakukan kajian, melakukan rapat koordinasi bersama seluruh pejabat terkait,” kata dia tegas. Dia mengakui, isu pembebasan Ba’asyir memang terus berkembang sejak kali pertama muncul Jumat pekan lalu (18/1). Untuk itu, secara resmi dia menyampaikan keterangan kemarin malam.

Menurut Wiranto pihak keluarga sudah mengajukan permintaan pembebasan Ba’asyir sejak tahun lalu. Dasar pengajuan tersebut tidak lain adalah usia yang sudah lanjut serta kondisi kesehatan Ba’asyir dari hari ke hari. Atas dasar kemanusiaan, sambung dia, presiden sangat memahami permintaan tersebut. Namun demikian, pemerintah menilai masih perlu sejumlah pertimbangan sebelum mengambil keputusan.

Pertimbangan yang dimaksud oleh Wiranto meliputi banyak aspek. ”Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya,” tegas Wiranto. Pejabat asal Solo itu pun menyebut, presiden tidak bisa terburu-buru. ”Tidak serta merta membuat keputusan,” tambahnya. Oleh karena itu, ada perintah agar para pejabat terkait segera melaksanakan kajian yang mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan keluarga Ba’asyir.

Lebih lanjut, Wiranto menuturkan bahwa dirinya perlu menyampaikan keterangan resmi soal sikap pemerintah terkait nasib Ba’asyir lantaran tidak ingin bermunculan spekulasi-spekulasi lain. ”Berhubungan dengan Abu Bakar Ba’asyir yang sekarang dalam tahanan itu,” tegasnya. Sampai ada keputusan resmi dari pemerintah, Ba’asyir tetap menjalani masa hukuman sebagaimana vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Kasubag Publikasi Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjenpas Kemenkumham) Rika Aprianti menegaskan, sampai saat ini Ba’asyir masih menjalani masa pemidanaan di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Rika belum bisa berkomentar banyak soal pembebasan Ba’asyir lantaran belum menerima informasi terbaru.

”ABB (Abu Bakar Ba’asyir) sampai saat ini masih menjalankan pidana sesuai putusan pengadilan,” ujar Rika saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Achmad Michdan sebagai kuasa hukum Ba’asyir menuturkan bahwa masih ada waktu bagi pemerintah untuk merealisasikan janji sampai Rabu (23/1). Dia masih yakin Presiden Jokowi akan memenuhi janji yang sudah disampaikan sebelumnya.

”Saya justru diminta kapan maunya (dibebaskan). Kita ya hari Rabu. Proses administrasinya ada di tangan Kemenkumham itu kan sebagai pelaksana lembaga pemasyarakatan,” ujar Michdan saat dihubungi melalui sambungan telepon kemarin malam. Michdan yang juga pengurus Tim Pengacara Muslim itu masih yakin pemerintah sedang memproses janji yang sudah disampaikan kepada Ba’asyir.

Mengingat batas waktu pada Rabu belum terlewati. ”Mereka sedang proses. Ini (kemarin) masih hari Senin. Jadi, masih berharap,” imbuh Michdan. Dia bahkan mempertegas peran Wiranto yang kedudukanya sebagai pejabat pembantu presiden. Sedangkan usulan untuk pembebasan Ba’asyir justru datang dari pemerintah. ”Saya pikir bukan urusannya pak Wiranto ya. Ini urusannya pak presiden yang membidangi langsung,” ujar Michdan.

Apabila pekan ini janji membebaskan Ba’asyir tidak teralisasi, pemerintah Jokowi harus siap menerima dampaknya. Michdan tidak secara jelas menyebut dampak yang dia maksud. ”Nanti itu ada dampaknya sendiri. ya artinya bisa saja itu kan ada kan ustaz tentu bukan hanya keluarga tapi juga simpatisannya,” ungkap dia. Mahendradatta, ketua tim pengacara Ba’asyir, menuturkan, pihaknya memang menunggu keputusan pemerintah pekan ini.

Bahkan, menurutnya bisa sampai Sabtu (26/1) akhir pekan ini keputusan itu dinanti. Apabila tidak jadi, mereka sudah menyiapkan gugatan peraturan menteri hukum dan HAM terkait syarat pembebasan bersyarat. ”Rencana pengujian itu kalau time line-nya belum ditentukan tapi siap. Tapi (rencana pembebasan, Red) ini dululah diselesaikan. Ini ibarat itikad baik kenapa harus ditolak,” ujar Mahendradatta di kantornya, kemarin.

Mahendradatta menilai itikad baik presiden sudah sepatutnya dibersihkan dari kepentingan politik apapun. Tapi, hanya sebatas pada koridor hukum. ”Yang penting kami khusnudzon menyiapkan kepulangan ustaz. Janjikan selesainya pekan ini,” jelas dia. Abdul Rahim, putra ketiga Ba’asyir, mengungkapkan bahwa saat bebas kelak ayahnya akan lebih banyak tinggal bersama keluarga besar mereka di Solo, Jawa Tengah.

Dijelaskan oleh Abdur Rahim, Ba’asyir punya tiga anak, 21 cucu, dan tiga cicit. ”Kami siapkan sambutan sambil syukuran kecil-kecilan. Ini rahmat bagi kita. Ustaz Abu Bakar Ba’asyir kembali kepada keluarga,” ungkap dia. Abdul Rahim juga menegaskan bahwa Ba’asyir sebenarnya cinta pada Indonesia. Tapi juga meyakini kebaikan negeri ini terjadi kalau diatur oleh Syariat Allah SWT.

”Diatur oleh tatanan Allah SWT sebagai pencipta dan pemelihara negeri ini. Makanya beliau perjuangkan ini,” ungkap dia. Perjuangan itu diupayakan sejak tahun 1970an atau 1980an. Dia pun mengakui kalau Ba’asyir keluar masuk penjara karena upaya tersebut. Rencana pembebasan Ba’asyir sebelumnya juga sudah pernah muncul sekitar setahun lalu. Tapi, urung dilaksanakan.

Saat itu Ba’asyir diminta untuk membuat permohonan grasi kepada presiden. Tapi, dia tidak mau menandatangani permohonan itu lantaran tidak berkenan mengaku bersalah. Salah satu yang mengganjal pembebasan bersyarat juga keengganan Ba’asyir untuk mengaku bersalah. ”Saya sempat mendengar waktu itu Presiden Jokowi sempat menyetujui. Cuma mungkin terjadi polemik di kabinet atau apa saya kurang tahu detailnya,” kata Abdul Rahim.

Pengamat pemasyarakatan Leopold Sudaryono menyebutkan, memang ada beberapa masalah besar yang dilakukan pemerintah terkait dengan intervensi politik pembebasan Ba’asyir. Salah satunya mengenai latar belakang Ba’asyir sebagai residivis kasus terorisme. Tercatat, sudah dua kali Ba’asyir masuk penjara dalam kasus terorisme. Menurut Leopold, pemberian hukuman untuk residivis seharusnya diperberat dengan membatasi hak-haknya.

Seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 yang telah mengatur syarat-syarat pemberian fasilitas untuk narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme.”Penerapan PP 99 tahun 2012 merupakan bentuk pengetatan syarat berganda pada napi teroris yang sudah melakukan kejahatan berulang,” jelas Leopold. Dia mengakui kondisi kesehatan Ba’asyir dan situasi lapas yang kurang manusiawi untuk narapidana lanjut usia harus mendapat perhatian serius.

Hanya, perhatian itu harus dilakukan secara menyeluruh. ”Pemenjaraan seharusnya hanyalah mengambil kebebasan bergerak, namun dalam kondisi yang tetap bermartabat dan manusiawi,” imbuh dia. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menyampaikan, di luar persoalan legalitas, pengampunan tanpa syarat kepada narapidana dengan dalih kemanusiaan juga hal yang menarik dikaji. Sebab kasus Ba’asyir merupakan hal baru. Maka, lanjutnya, wajar jika ada suara yang menyebut kebijakan itu sebagai langkah diskriminatif.

Dalam kasus lain, lanjutnya, ada narapidana yang sudah lanjut usia dan juga memiliki gangguan kesehatan. Misalnya Ruben Pata Sambo, narapidana  kasus pembunuhan yang telah berusia 77 tahun dan selama kurang lebih 12 tahun telah masuk dalam daftar tunggu eksekusi. Namun tidak pernah dipertimbangkan dengan alasan kemanusiaan. ”Beliau gangguan kesehatan tepatnya pada salah satu panca inderanya,” ujarnya kemarin.

Oleh karenanya, agar tidak menimbulkan kesan diskriminasi, ICJR mendorong pemerintah agar mengatur skema pemidanaan terhadap narapidana lansia secara baku. Apalagi, narapidana lansia memang sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan khusus karena kondisi dan kebutuhannya yang berbeda.

Anggara mengusulkan agar pemidanaan terhadap lansia dilakukan dengan sistem asimilasi bertahap dengan menjadikan rumah sebagai tempat pembinaan narapidana lansia. ”Momentum ini (rencana pembebasan Ba’asyir) bisa menjadi awal yang baik,” imbuhnya.

Meski demikian, kata Anggara, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan. Misalnya adanya tim yang mengevaluasi kelayakan napi lansia berada di luar lapas. Hal itu dibutuhkan untuk menutup upaya penyalahgunaan kewenangan oleh aparat.

Selain itu, diperlukan juha sistem pengawasan secara berkala oleh petugas. “Misalnya dengan cara petugas lapas yang berkunjung dengan frekuensi tertentu ke rumah napi lansia yang bersangkutan,” tuturnya. Anggara meyakni pembuatan peraturan tersebut dapat berlaku secara universal untuk seluruh napi lansia dan mencegah terjadinya diskriminasi terhadap kalangan napi tertentu.

Berkaitan dengan persiapan yang sudah dilaksanakan oleh Polri, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol  Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa instansinya menugaskan Polda Jawa Tengah dan Polres Solo untuk memonitor aktivitas Ba’asyir apabila sudah bebas dan tinggal di Solo. ”Itu tugasnya Polres Solo. Koordinasinya ke Polda Jawa Tengah yang akan melaksanakan monitoring tersebut,” terang dia.

Dedi juga menjelaskan, monitoring mantan narapidana kasus terorisme tidak hanya dilaksanakan oleh Polri. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga ikut memonitor. ”Dari BNPT sudah ada program deradikalisasi bekerja sama dengan MUI,” bebernya. Tidak hanya itu, pemerintah setempat dan tokoh masyarakat setempat juga turut dilibatkan. ”Melakukan sosialisasi, penyuluhan, dan dialog dalam rangka merubah mindset,” tambah dia.

Jenderal polisi dengan satu bintang di pundak itu memastikan bahwa monitoring yang dilaksanakan oleh kepolisian bersama instansi lainnya bisa mendeteksi gerakan sekecil apapun. Pun demikian dengan aktivitas sel tidur teroris. ”Sudah dilakukan mapping, profiling, dan controlling sudah dilakukan oleh polda-polda sekitar. Dan tim akan terus bergerak,” beber Dedi. Apalagai saat ini sudah ada undang-undang terorisme.

Sementara itu Polres Sukoharjo telah menyiapkan skenario pengamanan atas kepulangan Ustad Abu Bakar Ba’Asyir dari Lapas Kelas III Gunungsindur, Bogor, Jabar ke Solo. Dua opsi terus dimatangkan, yakni lewat jalur darat maupun udara. Polisi juga sudah berkoordinasi dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo.

Kabag Ops Polres Sukoharjo Kompol Teguh Prasetyo mewakili Kapolres Sukoharjo AKBP Iwan Saktiadi mengatakan, terkait kepulangan Ba’asyir, pihaknya sudah memiliki beberapa opsi. Namun, sampai saat ini polres juga masih menunggu kejelasan kepulangan apakah melalui jalur darat atau udara. ”Kita lihat dulu nanti jalur darat atau udara, pastikan itu dulu,” papar dia.

Sementara itu, pihaknya juga menyediakan pengamanan tertutup. Personel yang disiapkan sendiri berasal dari Sabara, Satlantas, Reskrim, Intel dan Binmas Polres Sukoharjo. Pihaknya saat ini sudah memiliki gambaran terkait hal ini. “Bila melalui jalur darat nanti akan melewati mana saja atau kalau lewat jalur udara akan seperti apa,” ujarnya.

Koordinasi dengan Ponpes Al Mukmin Ngruki juga akan terus dilakukan untuk mendapatkan informasi yang valid. Rencananya Ba’asyir akan berangkat dari Jakarta pada Rabu pagi (23/1). ”Kami terus matangkan persiapan pengamanan sambil terus update informasi dari keluarga dan Jakarta,” papar dia.

Sementara itu, putra Ustad Abu Bakar Ba’asyir, Abdurrahim Ba’asyir dihubungi koran ini mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu pelaksanaan teknis terkait kepulangan ayahnya. Sebab, Presiden Joko Widodo sudah menyetujui kebebasan tersebut. ”Tanpa syarat bebasnya karena alasan kemanusiaan. Jadi tidak ada syarat-syarat yang dipersiapkan,” papar dia.

Pihaknya sangat bersyukur dengan keputusan kebebasan ini. Sebab, kondisi ayahnya saat ini sudah sering sakit-sakitan. Karena itu keluarga berharap agar bisa dirawat di rumah. Dia juga menyatakan ayahnya tersebut sudah tidak layak berada di penjara. Sebab, umurnya sudah tua dan renta.

Terkait teknis kepulangan salah satu pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki ini, Abdurrahim mengaku masih terus akan dikoordinasikan. Namun, kemungkinan besar mereka akan menggunakan jalur udara langsung dari Jakarta ke Solo.

Seperti diketahui, Ba’asyir divonis 15 tahun penjara dengan tuduhan membiayai pelatihan militer di Aceh oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 lalu.  Kemudian setelah mengajukan banding, Pengadilan Tinggi Jakarta meringankan hukumannya  menjadi 9 tahun penjara.

Melalui Tim Pengacara Musim (TPM), Ba’asyir lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada 22 Februari 2012, MA menolak kasasi tersebut dan menyatakan Ba’asyir harus menjalani hukuman 15 tahun penjara. (Jawa Pos/JPG)