eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Naiknya suku bunga surat utang pemerintah berakibat pembayaran bunga utang pemerintah dipastikan meningkat.
Pada 2018, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah mencapai 108,2 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Total realisasi bunga utang 2018 adalah Rp 258,1 triliun.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menyebutkan, tahun ini bunga utang diperkirakan membengkak hingga Rp 267 triliun – Rp 275 triliun.
’’Pembengkakan disebabkan naiknya Fed rate dua kali di 2019, serta risiko global dan domestik jelang tahun politik,’’ katanya, kemarin.
Menurut dia, pemerintah perlu berfokus mengurangi belanja yang konsumtif seperti belanja barang dan belanja pegawai. Belanja infrastruktur perlu dievaluasi karena nilainya lebih dari Rp400 triliun di APBN 2019. Proyek yang tidak prioritas dan berbahan baku dominan impor juga bisa ditunda dulu.
Dari sisi penerimaan pajak, kuncinya terletak pada tax ratio yang harus digenjot ke angka 12 persen dari posisi saat ini di level 11,5 persen. ’’Basis pajak perlu diperluas karena 2019 tidak bisa lagi andalkan penerimaan dari migas dan pertambangan seiring dengan rendahnya harga komoditas,’’ ujarnya.
Pada 2019, pemerintah memiliki kewajiban pembayaran utang jatuh tempo Rp 354 triliun yang terdiri atas surat utang dan pinjaman bilateral maupun multilateral. Tantangannya, masih ada risiko pelemahan kurs rupiah tahun ini. ’’Pemerintah disarankan mengurangi penerbitan utang dalam bentuk valas,’’ tutur Bhima.
Ekonom Asia Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi menerangkan, suku bunga utang secara nominal diperkirakan terus naik. Karena itu, pemerintah disarankan memperlambat penambahan utang baru. Pemerintah berutang untuk membiayai defisit APBN. ’’Idealnya, defisit APBN bisa dikurangi,’’ ungkapnya.
Hal yang bisa dilakukan adalah mengatur sisi belanja daripada sisi penerimaan. Sebab, sisi penerimaan banyak dipengaruhi faktor eksternal yang berada di luar kendali pemerintah. Misalnya, harga minyak dan nilai tukar.
Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Pieter Abdullah memprediksi bahwa tahun ini Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga mengikuti kenaikan suku bunga The Fed minimal dua kali.
Kenaikan suku bunga acuan tersebut bisa membuat pembayaran bunga utang meningkat seperti halnya pada 2018. Ditambah dengan rupiah yang masih berpotensi melemah. ’’Kondisinya bakal relatif sama,’’ katanya.
Tahun lalu pembiayaan utang dalam APBN tercatat Rp 366,7 triliun atau 91,8 persen di antara target Rp 399,2 triliun. Jumlah itu lebih rendah daripada realisasi pada 2017 sebanyak Rp 429,1 triliun atau 93 persen dari target.
Pembiayaan utang yang berkurang Rp 62 triliun tersebut diikuti penurunan pembiayaan investasi. Pembiayaan investasi pada 2018 tercatat Rp 61,1 triliun atau 93,1 persen di antara target Rp 65,7 triliun.
Pembiayaan investasi itu diberikan kepada beberapa badan usaha milik negara (BUMN) dan badan layanan umum (BLU).
’’Penurunan jumlah pembiayaan utang dilakukan untuk mempertimbangkan kondisi ekonomi global dan domestik. Seperti kita tahu, suku bunga di AS menjadi faktor yang memengaruhi perekonomian global tahun ini,’’ jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Banyak konsensus yang memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuannya dua kali tahun ini. Meski tidak seagresif perkiraan sebelumnya yang menyebut The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali, kenaikan tersebut secara implisit dapat membuat yield SBN meningkat. (Jawa Pos/JPG)