Jalan Panjang Dodi Benges Membangun ‘Kerajaan Kreatif’ Komunitas Punk

Masberto Kingdom telah melahirkan berbagai karya yang dikenal luas kalangan punk di tanah air, bahkan sampai ke luar negeri. Yang mau bergabung harus berdisiplin: bekerja, memasak, dan bersih-bersih tempat sendiri.

eQuator.co.id – SATU per satu ruangan ditunjukkan Dodi “Benges” Lukita. Mulai distro, gudang barang, sampai area produksi. Tak lupa diperlihatkan pula tempat membikin tato. Juga studio musik. Dan tentu saja tempat untuk mengobrol santai.

“Area produksi yang paling ramai. Kecuali Jumat, Sabtu, dan Minggu, selalu ada aktivitas di sini,” kata Benges kepada Jawa Pos.

Kami tengah mengelilingi markas besar Masberto Kingdom ketika itu. Dari tempat di perbatasan Bekasi dengan Bogor, Jawa Barat tersebut, telah lahir berbagai karya kreatif anak-anak punk yang kini dikenal luas komunitas punk di tanah air.

Selain nama komunitas, Masberto Kingdom adalah brand. Mereka tumbuh menjadi “kerajaan kreatif”. Dengan produk beragam. Mulai T-shirt, sweter, sampai celana. Semua mereka (anak-anak punk bertato dan bertelinga ditindik) buat sendiri. Dari bahan sampai jadi. Juga mereka jual secara mandiri hingga berbuah uang yang menghidupi.

Bahkan, produk Masberto Kingdom sekarang sudah sampai ke luar negeri. Dan, seperti semua barang yang laku, sudah pula ada yang membuat tiruannya.

Semua itu tentu tak terbayangkan oleh Benges ketika memulai kiprahnya delapan tahun lalu. Hanya ada bangunan tanpa penghuni. Kosong, berbau, dan berantakan.

Kemauan keras dan semangat untuk mandiri khas anak-anak punk yang akhirnya jadi kunci pengubah keadaan. Hingga bisa jadi tempat lahirnya berbagai kreasi. Yang juga bersih, rapi, dan enak untuk tempat diskusi atau sekadar ngobrol ngalor ngidul.

Masberto atau masyarakat bertato sudah lama ada. Masberto Kingdom Benges yang mencipta. Itu mimpi lama pria asal Sumatera Selatan yang tubuhnya dipenuhi rajah tersebut. Punya komunitas masyarakat bertato yang tumbuh serupa kerajaan. Mampu menghidupi banyak orang. Tidak sekadar kumpul tanpa arti.

Upaya membangun mimpi itu dia mulai dari sebuah tempat di Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Benges berkolaborasi dengan berbagai komunitas. Bersama mereka bangun panggung musik.

Masberto Club and Bar namanya. Tidak pernah berhenti. Mulai Senin sampai Senin. Hidup setiap hari. Namun tak bernapas lama. Tidak sampai satu tahun tutup.

“Biaya aja susah, nggak ada alasan lain,” kenang Benges.

Dari Dukuh Atas, Benges kemudian pindah ke tempat saat ini. Di Jalan Letda Nasir, Bojong Kulir, Gunung Putri. Yang juga tidak jauh dari tempat tinggalnya. Benges tahu betul, tidak semua kepala bisa menerima kehadiran anak punk. Yang lekat dengan berbagai stigma. “Ngumpul aja udah salah, apalagi berkegiatan,” imbuhnya.

Susah payah pula dia mempertahankan tempat itu. Awal mula dia memilih menjual minuman keras (miras). Ciu yang paling laku. “Di sini sumbernya ciu dulu. Gila-gilaan jualan ciu supaya nutup kebutuhan anak-anak,” tambahnya.

Tapi, berkali-kali Benges didatangi aparat. Mulai polisi, anggota satpol PP, sampai aparat pemerintah setempat. Pernah juga ramai-ramai digeruduk masyarakat. Dua tahun berjalan, bisnis miras mulai dia tinggalkan. “Kami juga nggak mau terus melanggar hukum,” tutur Benges yang juga beristri anak punk.

Rekan-rekan sesama anak punk yang mendiami Masberto Kingdom lantas belajar menyablon. Semula mereka membeli T-shirt jadi. Yang kemudian disablon ala kadarnya dan dijual dengan sedikit memaksa.

Lambat laun pola itu berubah. Mereka belajar menjahit. Lantas membeli bahan. Dan membuat T-shirt sendiri. Prosesnya tentu saja tidak mudah. Butuh waktu. Tapi, kegigihan mereka berbuah. Kini produk mereka dicari.

Saat ke markas Masberto Kingdom pada akhir Oktober lalu, Jawa Pos menyaksikan proses produksi mereka. Ada yang memilah, membuat pola, dan memotong kain. Ada pula yang sibuk menjahit. Juga tentu saja yang bertugas menyablon. Pelakonnya laki-laki semua. Bertato. Bertindik. Anak-anak punk.

Peyang salah satunya. Berproses bersama Masberto Kingdom telah membawa begitu banyak perubahan baginya. “Dulu ngamen di metro mini,” ujarnya tentang hari-hari sebelum bergabung bersama Masberto Kingdom. Malahan banyak di antara mereka yang kini sudah berkeluarga seperti Benges. “Ada lima orang,” ucap Benges.

Mereka berani menikah dan mengikat janji sehidup semati setelah bergabung dengan Masberto Kingdom. Dengan penghasilan saat ini, mereka memang sudah bisa menata hidup jauh lebih baik.

Pintu Masberto Kingdom, kata Benges, terbuka bagi setiap anak punk. Asal mau berkarya dan bekerja. Hanya, diakui banyak juga yang datang kemudian pergi. Mereka tidak betah lantaran dia “memaksa” setiap anak punk yang ada di Masberto Kingdom berubah. Dari kebiasaan lama yang serba berantakan menjadi lebih tertata.

Mulai membuka mata saat bangun tidur sampai menutup mata menjelang istirahat di malam hari. Mereka boleh tinggal tanpa bayar sama sekali. “Malah digaji lebih besar daripada pekerja pabrik,” kata Benges.

Syaratnya, harus mau disiplin. Selain berkarya dan bekerja, mereka harus bersedia bangun pagi. Lantas masak sendiri dan bersih-bersih rumah sekaligus tempat mereka bekerja. Sebab, Masberto Kingdom yang dia impikan tidak cuma bisa menghidupi, tapi juga mengubah pandangan orang terhadap anak punk.

Agar Masberto Kingdom kian dekat dengan masyarakat, Benges tidak lupa memberikan ruang kepada mereka. “Kami ada pengajian rutin di sini,” ungkap dia.

Kegiatan itu merupakan usulan masyarakat. Yang kemudian ditampung dan dilaksanakan. Benges dan anak-anak punk yang tinggal di Masberto Kingdom juga turut andil. Mereka ikut pengajian rutin tersebut.

Gunawan, seorang pemuda setempat, mengaku sangat merasakan perubahan Masberto Kingdom itu. “Dulu nggak begitu,” ucap dia. “Sekarang ramai, bersih, enak,” imbuhnya.

Bagi Benges, yang telah dia dan kawan-kawannya tunjukkan itu bukti bahwa anak punk juga bisa menata diri. Dengan semangat kemandirian dan kegigihan, mereka bisa bermimpi dan berlari mewujudkan impian tersebut. (jpnn)