eQuator.co.id – Pontianak-RK. Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Pontianak mulai memberlakukan harga baru bahan bakar minyak (BBM). Semua jenis. Kecuali premium.
“Itu menyusul pemberitahuan dari Pertamina, Sabtu (4/1) lalu, tentang penurunan harga BBM nonsubsidi,” ujar pengawas SPBU 64.781.19, Suherman, Sabtu (5/1).
Ia ditemui di SPBU yang berlokasi di Jalan H.O.S. Cokroaminoto Pontianak itu. “Setelah kita terima kabar dari Pertamina tentang perubahan harga, kita langsung mengubah harga yang lama ke harga yang baru,” tegasnya.
Suherman merinci jenis BBM yang harganya diturunkan Pertamina. Dexlite yang sebelumnya dihargai Rp10.700, kini menjadi Rp10.500 perliter. Pertalite dan pertamax harganya Rp7.850 dan Rp10.400, sebelumnya dijual senilai Rp8.000 dan Rp10.600 perliternya.
Harga pertamax turbo, menurut Suherman, juga mengalami penurunan. “Tapi di sini kita tidak menjualnya,” ungkapnya.
Ia menuturkan, tidak ada lonjakan pembeli pascapenurunan harga. Berdasarkan pengamatannya, pengendara kendaraan bermotor yang membeli bahan bakar di SPBU, yang beroperasi mulai pukul 06.00 WIB, itu tampak sama seperti hari-hari sebelumnya.
“Kalau dilihat sih, sama saja ya, tidak ada perubahan berarti,” tandas Suherman.
Harga minyak di pasar global yang menurun menjadi alasan penyesuaian harga keekonomian ini. Penurunan diprediksi hanya sementara.
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Muhammad Faisal, mengatakan tren harga minyak ke depan masih akan fluktuatif. Menurut dia, tahun ini negara-negara OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi) dan aliansinya seperti Rusia sudah merencanakan untuk memotong produksi.
“Awalnya pemotongannya hanya 1,2 juta barel perhari, sekarang berubah menjadi 1,6 juta barel perhari,” tuturnya kepada Jawa Pos, kemarin. Suplai minyak dunia yang dipotong dalam jumlah besar ini juga diprediksi tidak mampu diimbangi oleh produksi dari Amerika Serikat (AS).
Harga minyak dunia telah mengalami penurunan sejak November 2018, sehingga Pertamina berani menurunkan harga jual BBM. Namun perhari, harga minyak sebetulnya mulai merangkak naik.
Misalnya Brent. Dari yang tadinya USD 50 perbarel menjadi USD 58 perbarel.
“Sebenarnya Pertamina itu juga telat menurunkan harganya, karena Shell sudah turun duluan harga jualnya, kemudian negara yang tidak mensubsidi BBM seperti Australia juga sudah turun,” sambung Faisal.
Ia memprediksi harga minyak tahun ini akan mencapai USD 70 per hingga USD 80 perbarel. Jika harga minyak dunia naik, maka kemungkinan harga jual BBM nonsubsidi akan naik mengikuti harga keekonomiannya.
Sedangkan untuk penjualan BBM bersubsidi, Faisal menilai, pemerintah bakal membutuhkan peningkatan subsidi. Terutama jika harga minyak sudah di atas USD 60 perbarel.
Pada tahun ini, subsidi energi dianggarkan sebesar Rp160 triliun. Tahun lalu realisasi subsidi energi sebesar Rp153,5 triliun, melebihi pagu anggaran yang sebesar Rp94,5 triliun.
Faisal menilai asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar USD 70 per barel dalam R-APBN 2019 sudah tepat. Namun, melihat risiko pergerakan harga minyak dunia ke depan, dia menilai pagu anggaran subsidi energi masih kurang.
“Sebenarnya ada dua pilihan ketika harga minyak naik, menaikkan anggaran subsidi atau subsidinya dilepas,” paparnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menyebut pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi dan listrik tahun ini. Pemerintah sejauh ini belum berencana menaikkan harga premium dan solar.
“Pemerintah komitmen sampai akhir tahun diharapkan tidak ada perubahan tarif listrik,” tegasnya.
Laporan: Rizka Nanda, JPG
Editor: Mohamad iQbaL