eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kenaikan harga tiket pesawat kerap mendominasi sebagai penyebab terjadinya inflasi. Terutama menjelang momen hari-hari besar.
Ketua Masyarakat Transportasi Udara Indonesia (MTUI) Kalimantan, Syarif Usmulyani menilai persoalan harga tiket pesawat yang acap mengalami kenaikan drastis memang perlu ditindak lanjut. Agar tak terus terjadi adanya upaya memanfaatkan momen, sehingga merugikan masyarakat luas.
“Ini memang akan menjadi suatu PR (pekerjaan rumah) khususnya bagi kami juga di MTUI kepada masyarakat terhadap pelayanan menyangkut masalah harga tiket di dunia penerbangan ini. Dan ini menurut saya adalah hal yang tidak seharusnya menjadi beban yang setiap saat dirasakan masyarakat,” ujarnya, kemarin.
Pria yang karib disapa Bang Mol ini menjelaskan, sebetulnya dalam dunia penerbangan sudah ada ketentuan harga batas bawah dan atas. Artinya berapa harga terendah dan berapa paling mahal. “Batas itulah yang saat ini sering dimainkan oleh pihak maskapai. Sekarang kan tidak jelas lagi batas atas dan batas bawah ini,” katanya
Dikatakan di, sejak era kepemimpinan Presiden Jokowi ketentuan harga batas atas dan bawah dalam dunia penerbangan menjadi tidak jelas lagi. Tidak adanya transparansi dan keterbukaan kepada masyarakat. “Batas atas dan batas bawah itu mestinya ditetapkan dulu,” tandasnya.
Ia mencontohkan penerbangan dari Pontianak-Jakarta memakan waktu antara satu jam sepuluh menit sampai satu jam lima belas menit. Dalam durasi selama itu biaya penerbangan sudah bisa dihitung. Seperti penyusutan, biaya pilot dan segala macam sudah diketahui. “Inilah nanti peran saya di MTUI akan bicara hal seperti ini kepada menteri,” katanya.
Mesti ada suatu lembaga Independen yang perlu menyikapi keadaan ini. Sehingga jangan sampai maskapai merasa tidak ada aturan main. Sehingga tidak hanya memikirkan kepentingan dan soal bisnis mereka saja. “Padahal masyarakat perlu menikmati, perlu liburan, mau natal, jangan malah jadi beban,” ujarnya.
Kalau mereka dijadikan beban, kalau berangkat 4-5 orang berapa duit yang habis. Yang biasanya Rp500 ribu, tiba-tiba naik jadi Rp800 ribu. “Itu tentu memberatkan mereka,” imbuhnya.
Seharusnya kata dia, ada negosiasi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Guna memberikan satu warning kepada Airlines. Misalkan batas atas Rp1.100.000-Rp1.200.000 sudah harga maksimal. Jangan sampai naik dari itu. Kalau perlu bisa diturunkan lagi sekitar Rp800.000 saja. “Ini yang semestinya bisa ditetapkan,” imbuhnya.
Yang menetapkan harga ini harus ada lembaga independen di luar pemerintah. Salah satunya yang bisa berperan menghitung MTUI. Pihaknya bisa menjadi mitra penghitungan harga tiket yang standar.
“Dimana harga itu bisa memberikan keuntungan bagi Airlines dan juga tidak merugikan masyarakat yang dalam keadaan membutuhkan pada momen seperti natal ini,” bebernya. (riz)