Tahun ini, 300 Warga Pontianak Terinfeksi Virus Demam Berdarah

DBD Renggut Nyawa Empat Anak Pontianak

CEGAH DBD. Sidiq Handanu menunjukkan foto-foto pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk di Kota Pontianak ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (11/12. Maulidi Murni-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Terjadi peningkatan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan demam dengue (DD) di Kota Pontianak. Jika ditotalkan selama tahun 2018 sebanyak 300 penderita, empat orang meninggal dunia.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak Sidiq Handanu mengatakan, peningkatannya terjadi sejak minggu ke 44 atau di Oktober. Paling tinggi di minggu ke 48. Ditemukan 19 kasus DBD.
“Lalu di minggu 49 ada penurunan,” ujarnya, Selasa (11/12).
Melihat dari kasusnya kata dia, WHO membagi penyakit akibat virus dengue yang dibawa nyamuk aedes aegypti ini ke dalam beberapa kelompok. Yaitu biasa tidak ada gejala, timbul gejala ringan, timbul gejala berat, dan timbul shock. Kriteria DD menurutnya hanya demam dan penurunan trombosit tidak terlalu rendah.  Jumlah penderita DD di Kota Pontianak selama tahun ini sebanyak 123 orang.
Sedangkan DBD merupakan bentuk yang lebih parah. Selain terjadi penurunan trombosit, terjadi menifestasi pendarahan. Bisa muncul bercak-bercak. Jumlahnya 177 orang se Kota Pontianak. “Jika dijumlahkan 300 yang terinfeksi virus demam berdarah,” ujarnya.

Kendati begitu, Pemkot Pontianak belum menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) DBD. Tidak dianggap KLB lantaran empat orang yang meninggal dari Januari dua orang, Juli satu orang dan November satu orang. “Tidak KLB lah,” tukasnya.

Menghadapi situasi ini, langkah yang dilakukan Dinkes Kota Pontianak melakukan mendiagnosis penderita, wilayah, dan kapan terjadinya. “Yang terkena mayoritas masyarakat berumur 5 – 15 tahun. Walaupun usia di atas 15 tahun juga ada, tapi angkanya tidak terlalu dominan,” jelasnya.

Pihaknya sudah memetakan lokasi-lokasi endemik tinggi penyakit ini guna pengendalian. Yaitu ada sekitar 81 lokasi di tingkat RT/RW se Kota Pontianak. Sebarannya hampir merata. Terbesar Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Kota. Kemudian Kecamatan Pontianak Tenggara yang berbatasan dengan Kubu Kabupaten Raya. “Kalau kita lihat kelurahannya yang paling tinggi Sungai Jawi Luar, Sungai Jawi Dalam, Sungai Beliung, Parit Tokaya, dan Sungai Bangkong,” ungkapnya.
Dinkes Kota Pontianak sudah melakukan berbagai upaya menekan angka penderita DBD, terutama pemberantasan sarang nyamuk. Baik yang dilakukan bersama masyarakat, instansi pendidikan dan perguruan tinggi.
“Kita menemukan hasil bahwa sumber penularan demam berdarah di Kota Pontianak ini berada di luar rumah. Dimana tempatnya yang biasa luput dari pantauan,” jelasnya.
Untuk di dalam rumah, bak mandi harus relatif bersih agar tidak ada jentik-jentik. Sedangkan di luar rumah, biasanya ban bekas, kaleng bekas, ember yang berisi air ditemukan jentik-jentik. Makan masing-masing rumah tangga harus mengamati itu semuanya. “Satu rumah harus ada satu juru pemantau jentik-jentik (jumantik),” harapnya.
Aedes aegypti merupakan spesifik nyamuk di tempat bersih. Tidak mau masuk dalam parit yang terhubung langsung dengan tanah. Tapi pasti di wadah yang tidak kontak langsung dengan tanah.
“Hampir 100 persen tempat persembunyian nyamuk ini berada di ban bekas,” ucapnya.
Tempat lembab yang tidak terkena matahari dapat dipastikan ada jentik-jentik. Tempayan yang ada di luar dan terkena matahari, tidak ada jentik-jentik. “Jadi tidak akan hilang walaupun dilakukan fogging. Namun harus dimusnahkan,” sebutnya.
Menurut Handanu, fogging hanya membunuh nyamuk dewasa. Fogging harus dilakukan di dalam rumah. Jika di luar dan rumah terbuka biasanya tidak efektif. Maka dia menekankan, sumber penularannya yang harus dimusnahkan terlebih dahulu.
Fogging efektifnya hanya sekitar 2-3 jam. Itu pun selama masih ada asap hasil fogging.

“Tapi bila difogging, nyamuk bersembunyi bahkan jentik- jentiknya menetas itu akan tumbuh nyamuk dewasa dan dapat menyebabkan infeksi,” terangnya.
Dijelaskannya, telur nyamuk aedes Aegypti bisa mengandung virus dengue. Virus ini dapat bertahan 3 – 6 bulan. “Jika induk mengandung virus dengue bertelur, maka telur akan mengandung virus juga,” ucapnya.

Bila menetas bisa menularkan penyakit dengue tanpa ada penderita yang baru. Bukan seperti pemikiran kebanyakan orang selama ini, penularannya karena adanya penderita. Bukan nyamuk menggigit penderita menularkan kepada yang sehat.

“Jadi tidak perlu ada orang. Ini masalahnya. Tidak ada jalan lain selain membasmi dan membersihkan lingkungan kita,” paparnya.
Selama ini pihaknya sudah melakukan pencatatan dan pelaporan harian. Karena setiap rumah sakit diminta laporan penderita DBD.
“Jadi kesimpulan sampai hari ini angka penularan masih tinggi,” jelasnya.
Handanu menganjurkan anak menderita demam harus dipastikan melalui laboratorium. Selama ini masyarakat sering terlena dengan pengamatan biasa. Deman dengue sulit dibedakan dengan penyakit lain. “Lebih aman dibawa ke faskes lakukan pemeriksaan darah secara seri. Tidak hanya sekali,” imbaunya.
Handanu mengimbau masyarakat bersama-sama memusnahkan sarang nyamuk minimal satu minggu sekali. Lebih bagus setiap hari sebisa mungkin memantau lingkungannya. Kemudian menjaga anak agar tidak tergigit nyamuk. Misalnya, ke sekolah menggunakan obat atau minyak anti nyamuk atau kenakan baju lengan panjang.

“Sediakan semprot nyamuk di rumah. Jangan sampai ada gantungan baju di rumah. Ini tempat persembunyian nyamuk,” jelas Handanu.
Terpisah, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menjelaskan pihaknya sudah melakukan investigasi terhadap penyebaran DBD. Nyamuk aedes aegypti berkembang bukan di daerah kumuh. Malahan di kawasan menengah ke atas. “Setelah diinvestigasi dia berada di kaleng, ban, bahkan tiang bendera yang lubangnya ada air,” tuturnya.
Nyamuk ini berkembangbiaknya sangat cepat. Dia berharap penderita DBD tidak bertambah lagi. “Segala upaya telah dilakukan Pemkot misalnya melakukan fogging,” ucapnya.

Edi mengimbau warga membersihkan lingkungan masing-masing. Jangan sampai ada air yang tergenang. “Air harus mengalir,” tutup Edi.

Sementara di Kabupaten Kubu Raya, selama tahun 2018 ditemukan 315 kasus DBD. Lima orang meninggal dunia. Kasus ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 200 lebih. Tahun lalu penderita meninggal dunia sebanyak tiga orang.

Penyebaran DBD merata di 9 kecamatan se Kubu Raya. Paling tinggi di 7 wilayah kerja puskesmas. Kasus DBD yang mengakibatkan paling banyak meninggal dunia di Kecamatan Ambawang dan Sungai Raya Dalam. Kemudian di daerah arah ke Kakap.

“Kalau untuk yang rawan ada di 7 wilayah kerja Puskesmas diantaranya di Puskesmas Ambawang, Lingga, Sungai Raya Dalam, Sungai Durian, Kakap, Sungai Rengas,” jelas Kasi Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Kubu Raya, Daniel Irwan.

Mengingat adanya korban meninggal, saat ini memang ditetapkan status kejadian luar biasa (KLB) DBD. Namun status itu hanya untuk Dinkes Kubu Raya.

“Jadi untuk penentuan status KLB ini memang hanya di dinas, sehingga tindakan lebih diperkuat termasuk pencegahan,” katanya.

Menjelang siklus lima tahunan pada 2019 kata dia, sangat dimungkinkan masih terjadi peningkatan penderita DBD. Guna mengantisiasi itu, Dinkes Kubu Raya telah mengupayakan berbagai program.

“Tindak preventif kita PSN dan 3M plus, menggerakkan satu rumah satu Juru Pemantau Jentik (jumantik), kemudian abatesasi,” terangnya.

Untuk logistik saat ini kata dia mencukupi. Pihaknya memiliki 20 mesin fogging. Sedangkan ketersediaan abate 300 kilogram. Tahun depan fogging dan abatesasi akan terus dilakukan.

“Tahun depan setiap Puskesmas yang kasusnya banyak maka disiapkan dua mesin fogging,” tukasnya.

Penyebab tingginya kasus DBD ini disebabkan banyak faktor. Jika merujuk kasus pada tahun 2017, lantaran lokasinya di Padang Tikar dan pihak keluarga tidak mau dirujuk. Untuk yang sekarang ini ada pencegahannya kurang baik. Biasanya warga hanya ke dokter praktek kemudian diberikan obat dan sembuh.

“Namun ketika panas kembali naik dan trombosit menurun baru di rujuk ke rumah sakit dan rata-rata tidak tertolong,” ungkapnya.

Karena itu, untuk penanganan DBD memang harus dilakukan sedini mungkin. “Untuk kasus yang penangannya langsung oleh kami atau Puskesmas dan sejak dini hampir 100 persen pasien selamat,” tuturnya.

 

Laporan: Maulidi Murni, Syamsul Arifin

Editor: Arman Hairiadi