eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Saat ini desa-desa di Kalbar yang teraliri listrik PLN baru mencapai 85-86 persen. Tidak hanya itu, Kalbar pun masih impor listrik Malaysia.
“Beban puncak kita cuma 568 MW, dan kita impor dari Malaysia 150 MW,” kata Gubernur Kalbar Sutarmidji pertemuan dengan Komisi VII DPR RI dan pihak PLN di Balai Petitih Kantor Gubernur, Kamis (1/11).
Pria yang karib disapa Midji ini berharap kunjungan kerja Komisi VII DPR RI menjadi modal bagi Kalbar untuk membangun lebih baik lagi. Mengingat dari sisi kelistrikan, Kalbar belum mandiri. Sehingga menjadi masalah bagi Kalbar.
“Kedepan, perlu adanya penyelesaian ini secara cepat. Kita tidak mungkin hadirkan investor, kalau listriknya ada permasalahan seperti ini,” jelasnya.
Ditegaskan Midji, listrik menjadi kebutuhan utama bagi investor yang ingin masuk. Kalbar tidak bisa bergantung pada negara lain dalam penyelesaian kebutuhan dasar listriknya. Dia meminta Direktur Bisnis Regional Kalimantan PT. PLN (persero), Machnizon yang hadir dalam pertemuan tersebut untuk merealisasikan segala program di Kalbar. Sebab hingga kini banyak daerah yang masih belum teraliri listrik PLN. Padahal berbagai macam janji telah disampaikan ke pemerintah daerah.
“Ini saya lihat berita yang bagus-bagus semua segala programnya, tapi realisasinya masih lambat,” sebutnya.
“Bagusnya kita sampaikan informasi ke warga yang pahit-pahit saja, tapi realisasinya bagus. Dari pada kita diberikan harapan terus, kan kita (Gubernur) dimarah sama orang,” timpal Midji.
Pada kesempaan tersebut, Midji sempat menegur seorang jajaran Direksi PLN Kalbar. Pasalnya, yang bersangkutan terlihat sedang asik memegang handphone ketika anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman serta dirinya memberikan masukan serta kritikan membangun terhadap kinerja PLN Kalbar. “Saya mohon agar jajaran Direksi PLN Kalbar mendengarkan serta mencatat apa-apa saja yang menjadi masukan bagi kinerja PLN ke depan. Jangan asik memegang HP ketika orang berbicara,” cetus Midji.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu mengatakan, kunjungan ini dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan sekaligus menyerap aspirasi dan mendapatkan informasi tentang perkembangan pembangunan di Kalbar.
“Kunjungan ini untuk mengetahui secara langsung masalah dan kendala yang dihadapi di lapangan khususnya tentu terkait dengan bidang tugas kami di Komisi VII, yaitu bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, bidang lingkungan hidup dan bidang riset dan teknologi,” terangnya.
Menurutnya, Kalbar merupakan provinsi di Indonesia yang dijuluki seribu sungai. Dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar maupun kecil, diantaranya dapat dan sering dilayari. Air sungai ini sebenarnya bisa jadi sumber energi listrik.
“Kalbar provinsi seribu sungai, tapi kok tidak ada PLTA. Kita ke depan, mendorong energi baru dan terbarukan,” lugasnya.
Ia menuturkan, Kalbar juga dihadapkan pada persoalan keterbatasan pasokan energi listrik. Karena belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan listrik kepada masyarakat Kalbar Sebagaimana yang disampaikan Gubernur, baru 86 persen desa teraliri listrik PLN.
“Kalbar juga masih terdapat masalah pemenuhan kebutuhan listrik, padahal provinsi ini juga memiliki sumber energi cukup banyak dan beragam yang dapat dikembangkan,” demikian Gus Irawan.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman menegaskan, kunjungan kerja Komisi VII DPR RI menitikberatkan pada masalah kelistrikan di Kalbar. Pasalnya hingga kini masih ditemui kondisi kontradiktif saat dirinya menyerap aspirasi masyarakat.
“Saya bingung ketika masuk ke daerah pedalaman Kalbar, komplainnya masalah listik. Kontradiktif dengan apa yang disampaikan oleh PLN bahwa seluruh desa sudah teraliri listrik, baik listrik PLN maupun non PLN,” tegasnya.
Tak hanya itu, legislator Partai Golkar ini menilai masalah listrik tidak pernah tuntas dari tahun ke tahun. Bahkan, menurut dia sejak dirinya lahir hingga kini tidak ada perubahan, sehingga perlu evaluasi dan key performance indicator (KIP) harus jelas.
“Jangan hanya rencana, namun parameter tidak ada. Karena ini menyangkut hajat hidup orang dan masih banyak masyarakat belum meniknati listrik secara utuh sampai saat ini,” lugasnya.
Dalam kesempatan itu, Wasekjen DPP Partai Golkar ini memberikan contoh nyata tidak stabilnya suplai listrik berdasarkan pengalaman pribadi. Bahkan di kediamannya yang berada di kawasan Sungai Raya Dalam (Serdam), kondisi byarpet terjadi 15 kali dalam sehari.
“Ini contoh sederhana. Ini tugas PLN. Kalau Malaysia bisa, kenapa kita tidak. Malaysia bisa menyelesaikan masalah listrik dalam waktu 1-2 tahun dengan output murah. Kenapa kita tidak bisa? Artinya ada yang perlu dievaluasi,” kritiknya.
Tak hanya itu, mantan Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Trisakti ini merespon positif dan berjanji mendorong percepatan segala kebijakan nasional terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalbar. Hal ini dipandang dari dua segi kebutuhan. Yakni, kebutuhan masyarakat dan industrialisasi.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Arman Hairiadi