Peluru Nyasar di Gedung DPR RI

Bambang Heri Purnama

eQuator.co.idJakarta-RK. DPR mendadak heboh karena adanya penembakan di ruangan anggota dewan dari Fraksi Partai Gerindra, Wenny Warou, di lantai 16. Dan ke ruangan Bambang Heri Purnama, Partai Golkar, lantai 13, Gedung Nusantara 1, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.

Ketua Perbakin Provinsi DKI Jakarta, Setyo Wasisto, menjamin bahwasanya kejadian ini murni peluru nyasar yang dilakukan oleh anggota Perbakin Tangsel berinisial I. “Saya langsung ke TKP, langsung ke lapangan tembak (tempat latihan perbakin) dan gedung DPR. Patut diduga terjadi peluru nyasar, karena lapangan tembak ada di dekat gedung DPR terutama ruangan kerjanya,” ujar Setyo yang juga merupakan Kadiv Humas Polri itu, saat jumpa pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (15/10).

Ia menganalisa mengapa dua tembakan ke gedung Nusantara I diduga kuat peluru nyasar. Menurut dia, sudut lubang tembak di lantai 16 dan 13 itu sudah dihitung cepat.

”Titik masuknya peluru dilihat dari lubang di kaca dan dinding memang dari arah Lapangan Tembak. Bila ditarik benang merah dari lubang memang titik awalnya lapangan tembak,” ujarnya.

Dari proyektil diketahui pelurunya 9 mm. Lalu, senjata I merupakan pistol jenis Glock yang pelurunya juga 9 mm. Jarak efektif pistol Glock sekitar 50 meter, namun bisa lebih jauh dari itu.

”Bisa sampai dengan jarak sempurna,” ungkapnya.

Dari sisi waktu, diketahui dua tembakan itu terjadi sekitar pukul 14.30. Sedangkan I berlatih menembak reaksi cepat dari pukul 14.00 hingga 15.00.

”Dari segi waktu cocok, tapi tetap harus menunggu hasil Laboratorium Forensik untuk uji balistik,” tuturnya.

Latihan menembak reaksi cepat memiliki risiko membuat tembakan jauh dari sasaran. Pasalnya, menembak reaksi cepat itu perlu berlari, mengincar sasaran yang berpindah lokasi, bahkan mengisi peluru saat berlari.

”Sasarannya juga kadang bergerak,” urainya.

Karena itu, sangat memungkinkan tembakan ke arah atas terjadi. Entah karena apa.

”Menembak reaksi cepat beda dengan menembak biasa yang tidak bergerak dan hanya satu sasaran,” ujarnya.

Asumsi peluru nyasar dari lapangan tembak ke gedung DPR itu semakin kuat karena pada 2009 pernah terjadi hal yang sama. Setyo menuturkan, jelas sekali ini bukan merupakan aksi teror dan semacamnya.

”Hanya peluru nyasar,” jelasnya.

Menurut dia, kejadian ini bisa menjadi titik tolak untuk mengevaluasi keamanan lapangan tembak di Senayan. ”Yang pasti, dalam latihan menembak itu ada tiga poin utama. Yakni, safety, safety, dan safety. Artinya, keamanan itu segalanya,” tegasnya.

Ditambahkan Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, peluru yang menembus ruangan anggota DPR bukanlah penembakan yang disengaja atau aksi teror. Pada prinsipnya, kata Bambang, ada yang latihan menembak di lapangan tembak Perbakin dan kemudian peluru nyasar ke gedung DPR.

Menurut dia, dua ruangan yang terkena peluru nyasar itu adalah ruangan anggota Fraksi Partai Gerindra Wenny Warouw yang berada di lantai 16, dan ruangan anggota Fraksi Partai Golkar DPR Bambang Heri Purnama yang berada di lantai 13.

“Dua-duanya adalah anggota Komisi III DPR. Kalau yang satu adalah mantan jenderal polisi, dan satu lagi anggota Perbakin,” kata Bamsoet sapaan Bambang Soesatyo.

Bambang menjelaskan orang yang diduga sebagai pelaku salah tembak sudah ditemukan. Pelaku adalah anggota Perbakin Tangerang Selatan berinisial I.

“Pelaku adalah anggota Perbakin Tangerang Selatan. Kami sepenuhnya menyerahkan kepada pihak berwajib untuk memproses secara hukum,” katanya.

Terpisah, pengamat terorisme, Al Chaidar menuturkan, belum pernah terjadi sebuah gedung menjadi sasaran tembak kelompok teroris. Yang ada, anggota kelompok teror masuk ke sebuah gedung atau dari luar menyasar orang untuk ditembak.

”Ini seperti saat aksi teror Thamrin,” ujarnya.

Dia mengatakan, serangan langsung di dalam gedung pemerintahan memiliki risiko besar. Namun, bukan berarti pelaku teror memilih menembak dari luar gedung secara liar.

”Kalau dari dalam gedung itu cenderung ke Masjid seperti di Cirebon beberapa tahun lalu,” ungkapnya.

Karena itu, dia mengatakan, sangat kecil kemungkinan ada teroris yang sengaja menembak gedung DPR. ”Kelompok terorisme itu sebenarnya paramiliter yang mengerti benar sasaran yang harus ditarget,” ujarnya.

Menurut dia, terkait penanganan terorisme saat ini masih ada yang mengganjal. Yakni, soal peraturan presiden (Perpres) pelibatan TNI dalam terorisme.

”Hingga saat ini belum selesai, terlalu lama sekali,” ujarnya.

Padahal, dengan perpres itu harusnya terdapat petunjuk teknis bagaimana TNI terlibat. ”Sejak Mei disahkannya hingga sekarang, perpres tidak jelas,” paparnya dihubungi kemarin.

Dia memberikan masukan untuk perpres tersebut, sebaiknya untuk kelompok teroris yang ditangkap oleh TNI disidang secara militer. ”Hal ini sebenarnya pernah terjadi saat pemberontakan Kartosuwiryo, dia bukan militer ya,” ujarnya.

Tapi, dia merupakan paramiliter yang menginginkan untuk menganggu pertahanan negara. ”Teroris itu sama paramiliter yang terlatih juga. Maka menjadi wajar sidang militer,” ujarnya.

Teroris, lanjutnya, juga memiliki karakter memiliki teritori. Seperti, Mujahidin Indonesia Timur di Poso. Mereka merasak memiliki daerah kekuasaan yang harus dipertahankan. ”Ini yang perlu dipahami,” jelasnya.

Dia mengatakan, Prepes mendesak untuk segera disahkan. Sehingga, jelas sejauh apa pelibatan TNI dalam kasus terorisme. ”Jangan mengambang, itu membuat semua menjadi serba salah,” ujarnya. (Jawa Pos/JPG)