eQuator.co.id – Bengkayang-RK. Di Rumah Tahanan Negara (rutan) Kelas IIB Bengkayang, juga melakukan upacara bendera peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-73 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Upacara ini sekaligus dirangkai dengan pemberian remisi kepada narapidana. Dari total 329 narapidana, 132 orang diantaranya mendapatkan remisi. Dan, 7 narapidana mendapatkan remisi langsung bebas.
“Pemberian remisi bagi narapidana sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,” terang Kepala Rutan Kelas IIB Bengkayang, Edy S kepada Rakyat Kalbar, kemarin.
Untuk Rutan Kelas IIB Bengkayang, lanjut Edy, narapidana yang mendapatkan remisi bervariasi. Mulai 1 hingga 6 bulan. Narapidana yang memperoleh remisi 1 bulan ada 9 orang, yang memperoleh remisi 2 bulan ada 18 orang, yang memperoleh remisi 3 bulan ada 55 orang, yang memperoleh remisi 4 bulan ada 14 orang, yang memperoleh remisi 5 bulan ada 8 orang dan yang memperoleh remisi 6 bulan ada 1 orang.
Sementara itu, Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot mendapat kesempatan memimpin upacara kemerdekaan dan pemberian remisi bagi narapidana di Rutan yang terletak di Mabak, Kecamatan Lumar.
Hadir pula pada kegiatan ini Kapolres Bengkayang AKBP Permadi Syahdis Putra, Kajari Martinus Hasibuan, Anggota DPRD Esidorus, Camat Lumar F Kumas dan sejumlah undangan lainnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot membacakan amanat Menteri Hukum dan HAM RI.
Bahwa gelora semangat untuk mengisi kemerdekaan tentunya harus menjadi milik segenap lapisan masyarakat, tak terkecuali bagi para warga binaan pemasyarakatan.
Meskipun secara hukum mereka dirampas kemerdekaannya, namun hanyalah kemerdekaan fisik semata karena sesungguhnya mereka tetap memiliki kemerdekaan untuk terus berkarya.
Hal ini dibuktikan dengan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para narapidana. Diantaranya adalah kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh pasukan Merah putih narapidana di Lapas dan Rutan di seluruh Indonesia.
Mereka melakukan pembangunan fasilitas umum di sekitar mereka sebagai implementasi dari pembinaan yang mereka dapatkan di Lapas dan Rutan sekaligus sebagai bentuk rekonsiliasi dan permintaan maaf mereka atas disharmonisasi yang terjadi antara mereka dengan masyarakat.
Kegiatan tersebut merupakan bukti pencapaian dan upaya perubahan yang telah dilakukan oleh para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang tentunya harus mendapat respon yang baik. “Apabila sebuah upaya perubahan tidak diapresiasi, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan sebuah degradasi motivasi bahkan degradasi moral,” ucapnya.
Pemerintah, kata Gidot, memberikan apresiasi terhadap WBP yang telah mengikuti pembinaan dengan baik melalui remisi. Remisi merupakan hak mendapatkan pengurangan masa menjalani hukuman yang telah diatur secara legal formal dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. (Kur)