eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Purwanto sangat terpukul. Dia kehilangan putranya, Rizki Wahyu Pramono.
Wahyu meninggal usai diberi vaksin Measles Rubella (MR). Purwanto pun menduga, anak kesayangannya itu meninggal akibat diberi vaksin MR.
“Sebelum disuntik hanya pilek biasa. Setelah dari Puskesmas di cek, suhu badannya normal. Kalau normal kok bisa penyakit keluar semua,” terang Purwanto di kediamannya di Gang Bima Sakti III, Jalan 28 oktober, Pontianak Utara, Minggu (12/8).
Diceritakan Purwanto, sebelumnya pada Sabtu (4/8) Wahyu mendapatkan vaksin MR di sekolahnya. Yaitu SDN 17 Pontianak Utara. Sore ketika pulang sekolah, Wahyu mengeluh sakit kepala.
“Akhirnya Senin saya larang sekolah, tapi dia masih mau pergi.
Lalu akibat pusing itu dia tersandung dan jatuh,” tuturnya.
Selasa malam (7/8), Purwanto membawa Wahyu ke dokter praktek umum. Karena putranya itu mengeluh sakit di bagian dada dan pusing. “Kamis malam demam dan muntah, tapi masih di rumah,” ucapnya.
Jumat pagi, Wahyu dibawa ke Puskemas Parit Pangeran. Oleh Kepala Puskesmas dijelaskan, efek suntuk vaksin memang kepala pusing dan demam tinggi. Dihari sama, Purwanto beserta kerabat kembali membawa Wahyu ke Puskesmas Telaga Biru, Pontianak Utara.
Sampai di sana, Wahyu langsung dirujuk ke Rumah Sakit Swasta Yarsi, Pontianak Timur. Sekitar pukul 14.00 WIB Wahyu kembali mendapat rujukan untuk dirawat ke RSUD Soedarso. “Pas Magrib masuk ICU di Sudarso, jam 10 malam pindah ke ICCU. Jam 2.30 Minggu dini hari sudah tiada,” jelas pria 39 tahun itu.
Diagnosa di ruang IGD RSUD Soedarso terdeteksi asam garam dan gula darah 400. Begitu masuk ruang ICU diagnosa bertambah menjadi radang otak, leukosit, dan infeksi lambung, serta pembekakan otak. Kemudian Wahyu mengalami muntah darah hitam. Tak berkata lain, Wahyu akhirnya menghembuskan napas terakhir pada Minggu (12/8) dini hari.
“Kata dokter kondisinya sudah buruk. Pas masuk ke ICCU dokter saraf bilang ada pembekakan otak karena sering pusing. Disuruh nunggu dokter anak hari Senin, tapi sudah meninggal duluan,” terangnya.
Purwanto mengaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Sidiq Handanu beserta Kepala Puskesmas sempat bertandang ke RSUD Soedarso. Mengatakan kondisi yang dialami Wahyu tidak berhubungan dengan pemberian vaksin MR.
“Ada Kepala Dinkes Kota dan Kepala Puskesmas datang ke Sudarso, dia bilang tidak ada hubungannya dengan vaksin,” katanya.
Hingga saat ini pihak keluarga Purwanto masih bingung. Kenapa beberapa penyakit itu bisa tiba-tiba menyerang tubuh putra mereka. Padahal Wahyu anak yang aktif berolahraga dan jarang jajan di luar rumah.
Berdasarkan rentetan yang dialami Wahyu, dirinya mengaku gejala-gejala penyakit itu timbul setelah diberi vaksin MR. Karena awalnya Wahyu sehat. Tidak ada riwayat penyakit. “Keluarga sudah ikhlas, kita ingin beri tahu ke masyarakat saja, jangan ada korban lagi,” imbuh Purwanto.
Wahyu merupakan putra sulung dari 4 bersaudara. Terakhir ia duduk di bangku kelas 6 SD. Berdasarkan penuturan orangtua dan kerabat dekatnya, Wahyu dikenal sebagai anak yang aktif dan penurut. Namun takdir berkata lain, bocah berbadan bongsor itu telah menghembuskan nafas terakhirnya.
Ketika dikomfirmasi Rakyat Kalbar, Kepala Dinkes Kota Pontianak, Sidiq Handanu menuturkan meninggalnya Wahyu belum tentu disebabkan vaksin MR. Bisa saja akibat faktor lain yang kebetulan. Pihaknya sudah melakukan koordinasi bersama Komisi Daerah Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda KIPI). Dimana ada dokter ahli yang meneliti dan mengevaluasi penyebabnya. “Dari informasi RSUD Soedarso, disebabkan karena miningitis,” ujarnya, Minggu (12/8).
Dipaparkannya, Wahyu diberi vaksin tanggal 2 Agustus. Sempat dirawat di Puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit pada 10 Agustus. Dia mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas, keluarga dan sekolah anak tersebut.
“Kita akan melakukan investigasi dengan dilakukan Komda KIPI Kalbar, kita akan dengarkan bersama, apakah penyebabnya dan rekomendasi-rekomendasinya,” tuturnya.
Karena untuk masalah ini, ada lembaga sendiri yang menjelaskannya. Yaitu Komda KIPI yang terdiri dari Ikatan Dokter Anak Indonesia Kalbar. Koordinasi pun telah mereka lakukan untuk melaksanakan investigasi.
Di Kota Pontianak, vaksin MR baru 11 persen. Kendalanya berdasarkan instruksi Menteri Kesehatan terhadap masyarakat yang masih keberatan terhadap kehalalannya. Vaksin ini akan berakhir pada September.
Handanu menjelaskan, penyakit Rubela begitu berbahaya. Ketika menyerang ibu hamil bisa menyebabkan Kongenital Rubela Sindrom. Bayi bisa terlahir dengan katarak. Kemudian gangguan pendengaran, gangguan jantung dan perkembangan otak. Penularan terhadap anak sebagian besar pada umur 9 – 15 tahun.
“Karena 80 persen penyakit Rubela ini menyerang anak-anak umur tersebut,” jelasnya.
Namun untuk anak-anak sendiri tidak berbahaya. Menyerang ke ibu hamil yang berbahaya. Memutus rantai penularannya, diputuskan imunisasi secara nasional.
“Ini bukan program lokal, tapi program nasional. Semua Provinsi di luar pulau Jawa dan Bali melakukan vaksinasi massal pada Agustus dan September,” ungkapnya.
Vaksin MR digalakan di Indonesia tahun 2017. Pulau Jawa dan Bali sudah melakukan imunisasi MR 100 persen. Dampaknya vaksin MR ini tidak secara luas. Bisa menyebabkan demam. Namun hanya demam biasa. Prosesnya vaksin diberikan dengan cara disuntik.
Ditambahkan Kepala Dinkes Kalbar Andy Jap, Tim Komda KIPI akan melakukan investigasi menyeluruh untuk mendapatkan kesimpulan atas kejadian menimpa Wahyu. Komda KIPI dibentuk bertugas memantau agar program imunisasi berhasil dengan baik. Karena dalam hal ini, pemerintah bertanggungjawab untuk melindungi anak-anak dari dampak kekurangan imunisasi.
“KOMDA KIPI bergerak secara terpadu untuk bisa mensosialisasikan, memberikan penjelasan dan bimbingan kepada masyarakat. Sehingga mereka bisa memahaminya dengan baik,” terangnya.
Andy menegaskan, efek pusing dan demam tinggi tidak pasti dialami semua anak yang telah divaksinasi. “Maka perlu dilakukan investigasi terlebih dahulu. Saat ini masyarakat di Kalbar yang sudah di vaksin mencapai 20 persen,” katanya.
Dijelaskannya, investigasi memerlukan waktu untuk mengumpulkan data lengkap. Termasuk riwayat penyakit, riwayat vaksinasi, dan riwayat pengobatan selama ditangani Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit, atau lain-lain.
“Jadi kami mohon maaf untuk tidak membuat kesimpulan sendiri. Tim Komda KIPI terdiri dari dokter ahli anak, THT, dan penyakit dalam,” tutup Andy.
Laporan: Rizka Nanda, Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi