eQuator.co.id – Pembalakan Liar atau Illegal Loging di Kalbar masih marak terjadi. Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan Seksi Wilayah III Pontianak Gakkum KLHK Kalimantan dan Korwas Ditreskrimsus Polda Kalbar, menggerebek PO Karya Mandiri di Jalan Ketapang-Siduk Km 23, Desa Temurukan, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Minggu (1/7).
Kali ini aparat menangkap PD alias EP, 35, pemilik gudang meubel. Ia sekaligus pemodal dan penampung kayu ilegal.
Direktur Jendral (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, mengatakan kejahatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tersmasuk illegal loging ini merupakan kejahatan luar biasa, dan harus ditindak tegas. Kejahatan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak ekosistem yang mengancam kehidupan masyarakat.
“Ini kejahatan LHK yang luar biasa. Ini merugikan negara, negara akan kehilangan pendapatan dari kawasan hutan, kalau ini kita biarkan. Selain itu, kita akan kehilangan keanekaragaman hayati yang sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat. Kejahatan ini juga akan berdampak dengan kerusakan ekosistem yang bisa menimbulkan bencana ekologis,” paparnya saat pers rilis di Markas SPORC Jalan Mayor Alianyang, Kubu Raya, Rabu siang (4/7).
Lanjutnya, Kementerian LHK sangat serius dan konsisten melakukan penangkapan terhadap pelaku kejahatan ini. Rasio mengatakan sejak Dirjen Penegakan Hukum dibentuk, tiga tahun yang lalu (2015), sebanyak 455 kasus LHK telah dibawa ke pengadilan. Termasuk diantaranya 202 kasus illegal loging.
“Ini jumlah yang sangat signifikan, di samping itu juga kita telah melakukan upaya penegakan hukum sanksi administratif kepada 450 perusahaan,” ujarnya.
Sanksi tersebut, Rasio menjelaskan, ada izin yang dicabut, izin dibekukan. Ada juga pemerintah memaksa perusahaan untuk melakukan perbaikan lingkungan, penyelesaian sengketa di pengadilan maupun luar pengadilan.
“Saat ini hampir 12 perusahaan kita bawa ke pengadilan, kita gugat ke pengadilan, ada putusan yang sangat signifikan,” ungkapnya.
Ia memaparkan, ada perusahaan di Provinsi Riau, karena merusak lingkungan kemudian diputuskan membayar denda. Ganti rugi dan pemulihan Rp16,2 triliun. Di Aceh, karena menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, sebuah perusahaan harus membayar ganti rugi kerusakan lingkungan dan pemulihan sebesar Rp366 miliar.
“Jadi kita lakukan langkah-langkah yang sangat serius berkaitan dengan upaya-upaya untuk menjaga kekayaan bangsa kita khususnya, kawasan hutan,” paparnya.
Untuk kawasan hutan, dijelaskannya, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah melakukan 198 operasi ilegal loging, puluhan ribu batang kayu telah diselamatkan. Pemerintah, berkomitnen menindak tegas para pelaku kejahatan lingkungan ini.
“Kita juga banyak melakukan operasi ilegal loging, banyak yang kita lakukan penyitaan di seluruh Indonesia. Sekali lagi kami tegaskan kasus ilegal loging ini harus ditindak keras dan dihukum seberat-beratnya, termasuk aktor utamanya,” terang Rasio.
Dikatakannya, pemerintah dalam hal ini Kementerian LHK, akan terus berupaya membuat langkah-langkah untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan dan lingkungan hidup di negeri ini. Namun, hal ini tidak hanya tugas pemerintah saja, melainkan tugas bersama.
“Yang jadi perhatian termasuk perlindungan satwa, kita bersama balai-balai yang ada, taman nasional. Menjaga habitat satwa dilindungi, orangutan salah satu menjadi perhatian, kita sudah lakukan penindakan kejahatan di banyak tempat di Kaltim, Kalteng, termasuk di Aceh kasus gajah baru-baru ini sudah ditangkap pelakunya,” paparnya.
Terkait kasus illegal loging di kawasan Sungai Putri ini, Rasio berharap perlindungan di kawasan tersebut menjadi tanggung jawab dari pemegang konsesi.
“Mereka juga harus bertanggungjawab. Kita juga harus bertanggungjawab. Bagi kami adalah kami punya kewajiban melindungi sumber daya alam khususnya yang ada di hutan. Untuk siapa? Ya untuk kita dan generasi anak cucu kita. Kita harus jaga ini,” tukasnya.
PD alias EP ditangkap dengan dua alat bukti dan telah menampung kayu ilegal selama tiga tahun. Ia dianggap melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pasal 83 ayat 1 huruf b dan-atau pasal 87 ayat 1 huruf b dan pasal 87 ayat 1 huruf c. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 Miliar.
Ditegaskan Rasio, PD alias EP juga akan dikenakan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Pemodal ini akan dikenakan pasal berlapis, tindak pidana berkaitan dengan penggunaan uang dari hasil kejahatan,” bebernya.
Saat ini pihaknya sedang mengembangkan pasal TPPU untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan lingkungan tersebut. Dan akan menerapkan penegakan hukum yang pihaknya namakan Multi Door.
“Jadi tidak hanya berkaitan dengan kejahatan LHK saja tetapi juga di dalamnya berkaitan dengan penggunaan dana dari hasil kejahatan ini. TPPU akan kita terapkan,” ungkapnya
Rasio menyebutkan, saat ini Kementrian LHK memiliki 157 penyidik yang sudah mempunyai kewenangan melakukan penindakan hukum berkaitan dengan TPPU. “Tentunya kami berkoordinasi dengan kejaksaan, kepolisian dan KPK. Ini agar langkah penegakkan hukum yang kita lakukan ini terwujudnya budaya kepatuhan kepada kooporasi (perusahan) dan juga masyarakat, efek jera kepada pelaku sehingga tidak terulang kejadian di tempat lain,” ucapnya.
Ditambahkan Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementrian LHK, Sustio Iriono. Ia mengungkapkan, tepatnya sebelum lebaran pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat ada aktivitas illegal loging di sekitar kawasan hutan Sungai Putri. Bersama BKSDA, pihaknya mengecek laporan itu, dan ternyata memang signifikan terjadi.
Ia menjelaskan, bentang gunung Palung hingga sungai Putri merupakan habitat orangutan. Ketika akan menangkap pelaku ilegal loging itu harus jelas aktivitasnya.
“Artinya adanya barang bukti saja, nggak bisa. Karena menjelang lebaran, kami berkoordinasi dengan balai Gakkum Brigade Bekantan Wilayah Seksi III Pontianak,” ungkapnya
Kemudian, diterjunkan dua tim. Tim pertama, Intelijen. Yang mendalami informasi awal mengenai aktivitas ilegal loging. Tim kedua, Pemukul. Tim ini jika sewaktu-waktu ada perkembangan jelas terkait laporan tersebut maka langsung melakukan penangkapan.
“Dan alhamdulillah, kedua tim ini yang kita prediksi itu persis sama. Jadi ketika di lapangan di tidak ada aktivitas karena menjelang lebaran, teman-teman intelijen langsung bergerak dan mengendus semua indikasi itu,” papar Sustio.
Kebetulan, tim ketemu EP. EP dipelajari dengan hati-hati. Setelah beberapa hari diintip, dilakukanlah penangkapan.
“Dan tentunya kita berkoordinasi dengan Korwas (Polda Kalbar) ketika menangkap, terbukti barang buktinya ada, baik berupa kayu maupun mesin pengolahnya,” jelasnya.
Kata dia, tidak ada perlawanan dari warga sekitar saat dilakukan penangkapan. Pihaknya pun telah memberikan pemahaman bahwa setiap aktivitas ilegal harus diberantas, apalagi ada habitat orangutan.
“Dan allhamdulilah, tidak ada gejolak,” tukas Sustio.
Ia menjelaskan, perhatian pihaknya tidak hanya ke pelaku illegal logingnnya saja. Sekitar kawasan itu ada perusahan yang memiliki hak pengusahaan hutan (HPH).
“Tentunya pada waktunya ada pemanggilan menyangkut tanggung jawab terhadap kawasan,” ucapnya.
Kasus ini bersamaan dengan kasus orangutan yang viral masuk ke pemukiman warga di Wajok hilir beberapa waktu lalu. Di taman nasional gunung palung, dengan bentang alam sedemikian rupa menjadi rumah bagi orangutan.
Namun demikian, ada bentang alam yang lain yang ada perusahaan HPH. Petugas di lapangan juga menemukan beberapa sarang dan aktivitas orangutan. Secara proporsional, sebatas kewenangan Kementerian LHK, Sustio menegaskan akan merespons setiap pelanggaran.
“Kita ingin antara persoalan ekonomi dan ekologi bisa dikelola dengan baik,” tuturnya.
Direktur Penegakan Hukum Pidana, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementrian LHK, Yazid mengatakan kasus Ilegal di kawasan sungai Putri yang merupakan habitat orangutan tidak hanya menjadi perhatian publik di Indonesia. Tetapi juga di dunia Internasional. Aparat Gakkum serius menangani ini.
“Kami dari direktorat pidana pusat dan saya sendiri selaku direktur, saya akan mensupervisi kasus ini dan juga akan mendorong penanganan kasus seperti ini ditempat yang lain,” jelasnya.
Pasal-pasal, kata dia harus benar-benar diterapkan, termasuk TPPU. Sehingga tidak hanya operator di lapangan yang dipidanakan.
“Cukong, pemodal, pemanfaat yang memperdagangkan hasil ilegal dari kawasan hutan akan kita kejar,” tuturnya.
Kepala Balai Gakkum Kementrian LHK Kalimantan, Subhan mengatakan, pihaknya akan melajutkan penyidikan untuk mengungkapkan pelaku lainnya yang terlibat dan memproses kasus ini agar bisa segera diadili.
“Upaya ini langkah konkret Ditjen Gakkum menyelamatkan habitat orangutan di kawasan gunung Palung-sungai Putri,” ujarnya.
Penggerebekan itu sendiri, kata dia, tindak lanjut laporan masyarakat ketika Penyidik Gakkum menangani kasus kayu Ilegal di dalam konsensi PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (PT PMK), Kawasan Hutan Produksi Sungai Sentap-Kancang Blok Hutan Gambut Sungai Putri yang juga habitat orang utan.
Tim Intelijen SPORC menemukan bekas tebangan pohon, tumpukan kayu jenis rimba campuran sebanyak 8 meter kubik, 5 pondok kerja, 3 unit sepeda sebagai pengangkut, di dalam kawasan itu. Tim sempat melihat seekor orang utan dan menemukan 6 sarangnya. Hasil penyidikan kasus itu, PD alias EP pemilik meubel diduga menampung layu ilegal dari kawasan konsesi PT MPK.
Penyidik Balai Gakkum mencurigai Meubel Kayu PO Karya Mandiri menampung dan mengolah kayu tebangan ilegal dari Hutan Sungai Putri. Penyidik menyita 486 batang kayu berbagai jenis olahan tanpa dokumi SKHHH atau surat keterangan sahnya hasil hutan.
Yang disita juga sebuah mesin pembelah kayu, sebuah mesin pengetam kayu, sebuah gergaji bengkok mesin bandsaw mini, sebuah piringan gergaji mesin pemotong, sebuah bobok pembuat lengkung pintu lemari, sebuah mesin pembuat kursi, sebuah mesin pembuat kaki kursi, sebuah piringan gergaji mesin penyisip/ pelurus papan dan sekarung serbuk sisa pengolahan kayu.
“Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapatkan keterangan kalau PD alias EP membiayai masyarakat lokal untuk menebang pohon dan mengolah kayi di dalam kawasan Hutan Produksi Sungai Sentap-Kancang dan Blok Gambut Sungai Putri,” tutur Subhan.
Imbuh dia, “Kayu-kayu ilegal itu dirakit dan dihilirkan dari dalam hutan melalui sungai Tempurukan ke lokasi perusahaan. Kayu-kayu jenis Chin, Punak, Nyatoh, akan dijadikan bahan baku lemari, kursi, meja, pintu dan lainnya sesuai pesanan”.
Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Mohamad iQbaL