eQuator.co.id – Pontianak. Dentuman meriam karbit saling bersahutan di Kota Pontianak. Menggelar. Di penghujung Ramadan.
Selain sejarah berdirinya Kota Pontianak, permainan yang dikemas dalam festival meriam karbit ini merupakan ungkapan warga menyambut hari kemenangan setelah satu bulan menunaikan ibadah puasa. Pelaksanaannya ketika malam menyambut atau memasuki 1 Syawal.
Permainan tradisional dan budaya Kota Pontianak ini merupakan agenda tahunan. Daerah dan nasional.
Tepian sungai Kapuas merupakan lokasi tempat meriam karbit ini digelar. Deretan meriam berada di sepanjang sungai. Setiap kelompok meriam memberikan persembahan yang terbaik.
Mereka mengecat meriam masing-masing. Lalu ditambah motif pada masing-masing meriam dan dekorasi serta lampu – lampu. Alhasil Sungai Kapuas tampak indah. Semakin bertambah daya tariknya.
Warga antusias. Dari dalam maupun luar kota Pontianak. Berbondong – bondong untuk menyaksikan langsung perang meriam karbit.
Lokasi setiap kelompok meriam yang berada di tepian sungai dipenuhi warga. Banyak yang ingin mencoba menyulut meriam. Karena menyulut meriam karbit merupakan sensasi tersendiri bagi siapa saja yang tertarik merasakan dentumannya.
Ustad Sahal Al – Mudhafary asal Jakarta berkesempatan menyulut meriam. Ustad yang hadir khusus di Kota Pontianak ini nantinya akan menjadi imam shalat Idul Fitri 1439 H di Masjid Mujahidin. Ia pun kagum dengan budaya meriam karbit.
“Masya Allah luar biasa bang,” ujarnya kepada Rakyat Kalbar usai menyulut meriam, Kamis (14/6).
Sensasi membunyikan meriam karbit ini merupakan pengalaman pertama bagi dirinya. Ketika penyulutan, ia berkesempatan mencoba meriam karbit yang berdiameter lebih dari 70 centimeter.
Ustad Sahal Al – Mudhafary merasa terkesan dan ia mengaku menjadi pengalaman besar buat dirinya.
Untuk diketahui meriam karbit terbuat dari sebatang pohon kayu dengan panjang antara 4 – 7 meter dan berdiameter 40 – 100 centimeter. Sebagai bahan bakarnya menggunakan karbit dicampur air. Ketika sudah mencapai titik didih dalam waktu beberapa menit, maka meriam karbit siap disulut.
Hasil sulutan menghasilkan bunyi dentuman yang menakjubkan bahkan pada radius 2 – 10 kilometer. Suara dari meriam karbit terasa getarannya di rumah-rumah warga sekitar. Tak sedikit para penonton yang menutup telinganya.
Ya, meriam karbit sebagai salah satu budaya yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia tahun 2016 lalu.
Kemeriahan malam Idul Fitri tidak hanya dari lokasi setiap kelompok – kelompok meriam. Dari sungai tampak hilir mudik alat transportasi air seperti sampan, speed dan kapal air yang dipenuhi oleh penumpang.
Sungai Kapuas pada malam itu tampak sibuk. Mereka yang menyaksikan dari sungai juga merasakan dentuman langsung ketika berada di pertengahan sungai. Yang paling menarik, mereka dapat melihat api keluar dengan jelas dari mulut meriam yang dibunyikan. (Maulidi Murni)