eQuator.co.id – JAKARTA-RK. PT Angkasa Pura II (Persero) memberikan dukungan pada pemerintah dan pihak yang berwajib untuk mengenakan sanksi dan efek jera terberat bagi penghembus isu bom di penerbangan.
Vice President of Corporate Communication PT Angkasa Pura II (Persero) Yado Yarismano mengatakan sanksi tegas juga harus diterapkan bagi yang mengucapkan candaan bom di darat seperti di Bandara, dan di tower ATC, maupun di dalam pesawat terbang. Agar menimbulkan efek jera dan tidak terulang di masa depan,” katanya, Rabu (30/5).
Yado Yarismano menjelaskan, sejumlah langkah preventif telah dilakukan oleh AP II untuk mensosialisasikan dampak yang bisa diterima oleh pelaku candaan bawa bom di bandara.
Salah satunya adalah dengan lebih gencar mensosialisasikan dan mengedukasi penumpang dan masyarakat melalui media-media digital yang ada di 15 Bandara yang dikelola oleh AP II serta melakukan melalui kanal-kanal media social yang dimiliki AP II.
Secara proaktif, peningkatan upaya-upaya peningkatan keamanan secara prosedural dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 80 tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional dan Annex 17 tentang Aviation Security dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) “Hal ini sudah diterapkan ke 15 bandara bandara yang dikelola AP II,” kata Yado.
Yado juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak dengan mudah untuk menyebarkan isu bom di penerbangan. Karena selain membahayakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang, juga memberikan dampak psikologis mendalam dan di beberapa kejadian membuat kerugian materiil yang besar pada bandara, maskapai dan penumpang lain.
Sementara Karopenmas Divhumas Polri Brihjen M. Iqbal menuturkan bahwa setelah penetapan tersangka terhadap pelaku joke bomb, yang bersangkutan telah dikirim ke penyidik Kementerian Perhubungan (Kemenhub). “Pelanggarannya UU Penerbangan,” tuturnya.
Terkait kemungkinan penumpang yang membuka pintu darurat dipidanakan, Iqbal menuturkan bahwa laporan memang belum ada. Namun, Polri melihat aspek keamanan, prioritasnya tidak boleh underestimate terhadap sesuatu hal yang mungkin mengancam. “Saya tidak paham dasarnya bagaimana untuk rencana laporan itu,” jelasnya.
Namun, kalau polisi misalnya di depan ada kerusuhan, pengemudi memilih melanggar lampu merah belok, tentunya walau pelanggaran itu adalah upaya penyelamatan diri. ”Namun, lebih dalamnya itu ada di Kemenhub,” ungkapnya. (Jawa Pos/JPG)