Lion Air Polisikan Pembuka Pintu Darurat

Preseden Buruk, Kedepan Penumpang Tak Berani Lagi

penumpang Lion Air berhamburan keluar dari dalam pesawat melalui pintu darurat, Senin(28/5) malam di Bandara Supadio Kubu Raya.
Penumpang Lion Air berhamburan keluar dari dalam pesawat melalui pintu darurat, Senin(28/5) malam di Bandara Supadio Kubu Raya.

eQuator.co.idPontianak-RK. Pihak Lion Air Group berharap penumpang yang diduga melakukan tindakan merusak pesawat di Bandar Udara Internasional Supadio Kubu Raya, dapat diproses hukum hingga ke tingkat pengadilan.

“Penumpang yang diduga melakukan perusakan pesawat telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Kami berharap perbuatan itu dapat diproses sampai kepada tingkat pengandilan,” ujar Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro dalam keterangan resmi yang didapat Rakyat Kalbar, Senin (28/5) malam.

Ia menjelaskan, perusakan pesawat dimaksud adalah dengan membuka paksa kedua jendela darurat. Dimana awalnya ada seorang penumpang maskapai bernomor JT687 rute Pontianak (PNK) menuju Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (CGK) dikabarkan bercanda membawa bom.

“Keberangkatan pesawat Boeing 737-800NG (B378) registrasi PK-LOJ, telah terjadi penundaan penerbangan (delayed), dikarenakan ada penumpang yang membuka paksa kedua jendela darurat di bagian kanan, tanpa instruksi awak kabin,” ujarnya.

Meski demikian, tidak serta merta dijadikan alasan untuk membuka jendela darurat. Saat ini, penumpang yang membuka pintu darurat sedang dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.

“Dengan kejadian ini, Lion Air tetap menerbangkan penumpang JT-687 menuju Cengkareng dengan pesawat pengganti yang datang dari bandar udara lain,” ujarnya.

Terpisah,  Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalbar, Andreas Acui Simanjaya tidak sependapat penumpang yang membuka pintu darurat dapat dipolisikan.

“Saya tidak sependapat penumpang yang membuka pintu darurat di polisi kan, sebab untuk menyelamatkan diri dari suatu ancaman tidak harus ada instruksi dari awal pesawat,” ujarnya kepada Rakyat Kalbar, Selasa (29/5).

Terlebih kata Acui, sapaan akrabnya, selama ini juga diajarkan apabila dalam kondisi atau keadaan darurat penumpang terdekat pintu darurat bisa membuka pintu tersebut dan membantu evakuasi penumpang. “Jadi yang harus dipolisi kan itu yang menyebutkan adanya bom, bukan penumpangnya,” ujarnya.

Acui menilai, tindakan mempolisikan penumpang yang berinsiatif membuka pintu darurat bisa jadi preseden buruk. Sebab apabila suatu waktu berada dalam kondisi darurat, penumpang jadi tidak berani bertindak. “Tentu ini juga berdampak buruk, andai saja kejadian isu bom ini terjadi sungguh-sungguh dan benar ada bom apakah yang buka pintu darurat dapat penghargaan dari maskapai?,” tanya Acui.

Namun demikian, kejadian seperti ini tentu akan merugikan banyak pihak. Seperti dari pihak maskapai maupun penumpang yang telah berada di pesawat saat itu.

“Para penumpang pasti ada yang kehilangan momentum penting dalam jadwal kegiatannya. Selain itu ada yang mungkin saja tertinggal dalam penerbangan lanjutan ketempat lain dari transit ke Jakarta,” tuturnya.

Akan tetapi, menurut Acui, apabila dari sisi pihak maskapai sendiri, kejadian ini tidak bisa hitung ini sebagai kerugian. Sebab menjadi bagian dari risiko berusaha dan juga merupakan tanggungjawab untuk keselamatan penumpang.

“Malah saya melihat bahwa awak kapal kurang sigap mengatasi kepanikan penumpang, sampai ada yang terjun dari sayap pesawat dalam keadaan mesin pesawat hidup. Hal ini pasti berbahaya, lompat dari ketinggian tersebut, apalagi untuk wanita dan lanjut usia, selain itu ada risiko tersedot masuk ke dalam mesin jet yang masih hidup itu,” jelasnya.

Acui mengimbau, untuk kejadian serupa hendaknya tidak terulang kembali. Khususnya penumpang, agar tidak melakukan gurauan yang berdampak buruk.

“Hentikan gurauan seperti itu, terlebih mengatakan ada bom dan sejenisnya di keramaian khususnya di bandara, sebab ini konsekuansinya juga tidak main-main tentu berhadapan dengan hukum,” lugas Acui.

 

Laporan: Ocsya Ade CP, Nova Sari

Editor: Arman Hairiadi