eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Ratusan orang mengatasnamakan Aliansi Suara Perbatasan dan Pedalaman Indonesia Untuk Demokrasi (Asppirasi) menyampaikan empat tuntutan terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018, Kamis (3/5). Tuntutan tersebut disampaikan ke Komnas HAM, KPU dan Bawaslu Kalbar.
Di kantor Bawaslu Kalbar Jalan Letjend S. Parman, Pontianak, mereka datang dengan pengawalan aparat kepolisian. Begitu sampai 10 orang perwakilan langsung diminta masuk untuk menyampaikan tuntutannya. Bawaslu menjadi tempat terakhir, karena sebelumnya mereka terlebih dahulu menyampaikan tuntutan di Komnas HAM dan KPU Kalbar.
“Kami sengaja tidak melakukan orasi di depan karena menghormati waktu adzan,” ujar Koordinator Lapangan, Abelnus.
Dia menuturkan, empat tuntutan yang mereka sampaikan bukan hasil meraba. Tapi telah melakukan klarifikasi. Pertama, menuntut kebijakan khusus bagi masyarakat Kalbar yang belum merekam dan memiliki surat keterangan (Suket) KTP-elektronik.
“Dari kondisi yang sulit di perbatasan. Kami meminta Bawaslu menyediakan tanda pengenal sebagai pengganti Suket,” ujarnya.
Mereka mengusulkan beberapa solusi kepada Bawaslu untuk menangani hal ini. Salah satunya meminta agar bisa menggunakan KTP lama.”Ini berkaitan dengan hak pilih masyarakat perbatasan di Kalbar,” ujar Abel.
Kedua, pihaknya sudah menghadap Komnas HAM terkait hak pilih masyarakat adat di Kalbar. Dikatakannya, banyak tempat perekaman KTP-el untuk masyarakat adat, akan tetapi alatnya rusak. “Saya berpikir kebijakan pemerintah ini aneh,” ucapnya.
Tuntutan ketiga, yaitu meminta Bawaslu untuk melakukan pengawasan serta pengawalan terhadap penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kewenangannya. Bawaslu diharapkan bekerja maksimal dan tidak ada diskriminasi di daerah tertentu.
“Di daerah Bengkayang banyak yang bertanya apakah orang Indonesia atau bukan karena tidak rekam e-KTP jadi tak bisa masuk DPT,” bebernya. “Jangan sampai warga perbatasan semakin jauh dari negara kita,” sambung Abel.
Tuntutan terakhir mereka adalah mendesak KPU Kalbar menayangkan debat terbuka kedua Pilgub Kalbar melalui stasiun televisi yang mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok di Indonesia. Sebab debat publik merupakan ajang untuk calon mempromosikan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat. “Hanya bisa diakses untuk beberapa kabupaten dan perkotaan. Dan masyarakat di pedalaman tidak mengetahui,” ungkap Abel.
Sementara Komisioner Bawaslu Kalbar Faisal Riza mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Asspirasi. Ia mengaku Bawaslu memang memastikan seluruh warga negara Indonesia memiliki hak pilih.
“Jadi perlu kami sampaikan juga, konsen itu kita buktikan dengan membuka Posko pengaduan DPS. Kita minta hingga Panwascam membuka. Banyak masukan yang datang,” jelasnya.
Dari Posko itu, data-data yang dihasilkan dari pengaduan didapatkan dan hampir seluruhnya masuk ke DPT. “Meski ada yang tidak terlacak beberapa. Tapi kita melakukan pencermatan sampailah penetapan DPT,” terangnya.
Faisal menyebutkan, jika ada masyarakat yang sudah dapat KTP-el akan tetapi belum masuk DPT akan dimasukkan ke dalam daftar pemilih tambahan. Bawaslu juga akan merekomendasikan kepada Panwas kabupaten/kota mendesak pemerintah melakukan segera perekaman KTP-el.
“Alhamdulillah disambut baik oleh pemerintah provinsi tapi ini harus sejalan harapan kita serentak. Bukan hanya pemilih potensial non e-KTP. Tapi juga pemilih di Lapas,” ucapnya.
Mengenai kebijakan khusus yang dipinta Asppirasi untuk masyarakat pedalaman dan perbatasan pihaknya memilih mengembalikan ke dalam undang-undang. “Kemendagri berencana akan mengeluarkan Suket khusus. Saya tidak tahu apakah bisa menggunakan KTP lama itu undang-undang berbeda,” sebutnya.
Dikatakan dia, pada saat hari pemungutan ada masyarakat yang baru punya KTP-el dan Suket tapi tidak masuk DPT. Mereka memiliki hak memilih 1 jam sebelum selesai waktu pemungutan suara asal TPS-nya sesuai.
“Kita juga tidak ingin ada keributan di TPS. Ikhtiar ini dilakukan secara jemput bola. Kami sebenarnya sangat menunggu ada data yang kita dapat misalnya ini ada KK nya tapi belum di coklit oleh petugas. Jadi kalau kita cek dalam sistem data pemilih kalau tidak ada itu bisa langsung,” terang Faisal.
Sementara itu, Plt Kepala Perwakilan Komnas HAM Kalbar, Melly Yusnita saat menerima Asppirasi mengaku selama ini jelang dan proses Pilkada berlangsung, pihaknya terus melakukan pemantauan. Terutama terhadap warga minoritas yang hak-haknya kemungkinan terabaikan di seluruh pelosok Kalbar.
“Kami terus melakukan pemantauan dan kami akan fokus dalam hak pilih termasuk diskriminasi dan pemilihan suara juga kami pantau,” jelasnya.
Komnas HAM sejauh ini terus melakukan kajian dengan mengulas peraturan siapa saja yang berhak memberikan suara. Data-data yang Komnas HAM miliki dan dari Asppirasi terkait nama-nama yang tidak masuk daftar nama pemilih akan disandingkan dengan KPU. “Kami juga sudah melakukan koordinasi dengan Bawaslu terkait hak pilih,” sebutnya.
Melly menjelaskan saat Asppirasi datang ke Komnas HAM dan menyodorkan catatan sekitar 4 ribuan warga yang belum terdaftar sebagai pemilih. Maka Komnas HAM meminta data pendukung penuh, sehingga dapat menyalurkannya ke pihak berwenang.
“Data-data menjadi sangat penting sehingga menjadi pintu Komnas HAM menyampaikan data tersebut ke KPU dan Bawaslu, sehingga dapat kita perjuangkan mereka yang berhak memilih,” ujarnya.
Laporan: Rizka Nanda, Zainudin
Editor: Arman Hairiadi