eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak Tahun Anggaran 2012 di Pengadilan Tipikor Pontianak menghadirkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Pusat, Fahrurrazi, Selasa (24/4). Pria ini dimintai keterangannya sebagai ahli pengadaan barang dan jasa.
Dalam keterangannya, Fahrurrazi mengatakan, sempat diperlihatkan beberapa dokumen. Sehingga berdasarkan informasi yang ada beberapa potensi yang bertentangan dengan peraturan. Diantaranya yang dia ingat betul saat BAP, penyidik menceritakan potensi pelanggaran yang telah dilakukan adalah adanya pengalihan pekerjaan (memindahkan tanggungjawab). Kemudian ada kondisi proses pengadaan segera untuk dilaksanakan. Contoh waktu untuk menyiapkan spesifikasi, menyiapkan kontrak tidak optimum.
“Untuk panitia lelang saya tidak mendapatkan informasi yang detail apa bentuk penyimpangan yang ada, tapi yang saya dapatkan informasi seperti contoh adanya persekongkolan sesama peserta atau persekongkolan horizontal,” terangnya pada persidangan yang dihadiri terdakwa Yekti Kusumawati, Suhadi dan Sugito.
Persekongkolan horizontal ini berdasarkan informasi yang dia dapat tidak ditentukan langsung oleh Kopja atau panitia lelang. Sehingga panita lelang tidak menggugurkan penyedia. “Kemudian informasi saya dapat dari proses penyidikan ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak, proses kontrak terjadi pengalihan perkerjaan,” tuturnya.
Dijelaskannya, pengalihan pekerjaan ada yang diperbolehkan ada yang tidak. Yang tidak boleh, mengalihkan perkerjaan secara keseluruhan atau dalam istilahnya pinjam bendera atau pinjam perahu. “Kemudian yang tidak perbolehkan lagi mengalihkan perkerjaan yang pejabat pembuat komitmen (PPK) pun tidak tau,” jelasnya.
Jadi ada rangkaian yang perlu dipilah. Ada yang diperbolehkan, ada yang tidak. Jika seandainya si penyedia akan mengalihkan perkerjaan, pada saat penawaran kontrak harus lapor dulu kepada PPK. PPK perlu menilai yang dialihkan itu betul atau tidak. Sebab yang paling dikhawatirkan akibat pengalihan tersebut, barang dan jasa berbeda dengan dokumen penawaran. Sebab dalam dokumen penawaran yang disampaikan penyedia itu sudah dievaluasi dan dinyatakan sebagai pemenang.
Jika tiba-tiba dalam pelaksanaan menyampaikan yang berbeda dengan penawaran, berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan. “Hal yang tidak diperbolehkan mengalihkan seluruh perkerjaan atau mengalihkan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh PPK,” paparnya saat di dalam sidang.
Sementara diwawancarai wartawan usai persidangan, Fahrurrazi mengatakan, proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dalam kasus ini tidak dilaksanakan pada proses pengadaan yang matang. Sehingga akhirnya kebingungan pada saat harus mulai melaksanakan pengadaan. “Contoh dalam hal penyusunan spesifikasi, perancangan kontrak,” ucapnya.
Dengan kondisi ketidakkesiapan secara matang ini berdampak terjadinya ada celah-celah yang memungkinkan pihak tertentu mengambil manfaatnya.
“Seperti contoh yang saya sampaikan di persidangan dan disampaikan penyidik kepada saya adanya indikasi persekongkolan yang dilakukan para penyedia yang mengikuti pelelangan,” ungkapnya.
Lanjutnya, ini yang menjadi hal yang paling signifikan dari permasalahan kasus tersebut. Proses pengadaan yang seharusnya persaingan sehat, negara sebenarnya dapat untung. Dalam proses pengadaan Negara bisa menghemat anggaran. Namun ternyata mendapatkan kerugian dengan adanya persekongkolan yang tidak sehat itu.
“Beberapa pendekatan umum yang saya juga pelajari ketika terjadi kejahatan dalam sebuah proses bisnis, maka keuntungan yang didapatkan dari proses itu tidak layak untuk didapatkan, tapi untuk secara detailnya ahli kerugian negara yang bisa menyatakannya,” paparnya.
Dia menjelaskan, persekongkolan itu ada vertikal dan horizontal. Horizontal sesama penyedia tanpa melibatkan pelaku pengadaannya. Contoh dalam proses lelang ada tiga penyedia yang masukan penawaran, padahal itu sesama mereka saja.
Sedangkan vertikal ketika sudah melibatkan orang yang akan melaksanakan. Seperti dapat bocoran awal spesifikasi dari pihak dinas atau si penyedia bersepakat dengan panitia lelang untuk mengatur tatacara dalam hal evaluasi. Kalau ada melibatkan pihak pemerintah di dalamnya dinamakan persekongkolan vertikal.
“Kalau tadi di persidangan saya baru dapat informasi yang disajikan saja, sehingga saya baru bisa bercerita persekongkolan horizontal,” tutupnya.
Sementara itu, penasehat hukum Yekti, Dewi Purwatiningsih mengatakan, PPK diberikan surat tugas karena itu pengalihan tanggung jawab. Melalui kriteria-kreteria dan ternyata terdakwa memang tidak miliki kemampuan.
“Artinya dia memiliki sertifikasi, iya, cuma pernah berpengalaman dua tahun di pengadaan itu belum ada, dia baru pertama kali. dia mengetahui soal alkes, memang memahami itu,” ujarnya usai persidangan kepada wartawan.
Maka kata dia, pihaknya menanyakan terkait SK yang diberikan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Orang yang memberikan SK adalah pimpinan yang di atasnya. Dia lah orang yang bertanggung jawab.
“Tadi sudah disampaikan tegas bahwa Zalim ketika menempatkan orang yang tidak mengetahui apa-apa didudukan menjadi PPK,” tukasnya
Terkait terjadi peralihan, saksi ahli mengatakan harus ada laporan pihak ketiga. Namun kenyataannya tidak ada dilaporkan sama sekali. Justru brosur tersebut harus segera dituntaskan karena waktu yang sudah mepet untuk penyusunan HPS dan itu kemudian disusunlah oleh PPK. “Ini menjadi yang sangat penting, karena nanti ini akan terjawab pada pemeriksaan terdakwa nanti,” tuturnya.
Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Arman Hairiadi