eQuator.co.id – KUBU RAYA-RK. Ternyata, Calon Gubernur (Cagub) Kalbar nomor urut 2, Karolin Margret Natasa, berpengetahuan luas. Saat berkunjung ke Graha Pena Kalbar, Kubu Raya, Senin (16/4) sore, ia mampu berbicara panjang lebar mengenai banyak topik.
Yang paling diperhatikan Karolin adalah sektor ekonomi. Tak heran, geliat perekonomian Kalbar jadi bahasan seru saat media visit tersebut. Ia berjanji meningkatkan ekonomi kerakyatan bila terpilih nantinya.
Karolin menilai, pada 2017, ekonomi Kalbar secara umum cukup baik. Angka inflasi tidak terlalu jauh bedanya dari level nasional. Bahkan, pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sedikit.
“Tetapi kita tentu tidak bisa berpuas diri, kita juga tetap harus berusaha meningkatkan lagi, lebih dari yang sekarang. Sebab, angka pengangguran terbuka juga masih cukup tinggi,” tuturnya, diwawancarai usai diskusi dengan awak Rakyat Kalbar lintas divisi.
Nah, oleh sebab itu, menurut dia, Kalbar yang sudah membangun infrastruktur dasar dalam 10 tahun terakhir, baik itu listrik, jalan, jembatan, plus pelabuhan, selanjutnya harus melakukan pemetaan kawasan potensi ekonomi. Dan berupaya meningkatkan potensi ekonomi kerakyatan, yang dapat menumbuhkan industri.
“Sehingga, tentu, kita harus menciptakan iklim yang ramah investasi, juga melakukan pendampingan terhadap usaha kecil dan menengah, itu yang harus kita tingkatkan,” jelas Karolin.
Ia berharap, dengan adanya pelabuhan internasional Kijing, Kalbar memiliki akses keluar lebih mudah. Dengan biaya lebih murah.
Akses itu, menurut mantan Anggota DPR RI ini, belum maksimal. Dengan adanya pelabuhan internasional, diharapkan biaya transportasi bisa ditekan sehingga lebih efisien dalam satu komponen produksi.
“Ongkos produksi menjadi lebih mahal ketika kita harus melalui sarana transportasi yang tidak efisien,” terangnya.
Proses hilir juga masih belum maksimal, lanjut dia, sementara bahan mentah banyak. Berlimpah.
Untuk itu, dijelaskannya, hilirisasi harus dilakukan. Dari hulu ke hilirnya harus menjadi sebuah produk. Misalnya, nanas. Diolah lagi, tidak hanya sekedar menghasilkan buah nanas saja.
Maka, pemerintah daerah, pengusaha, dan asosiasi petani harus duduk bersama. “Mari kita hitung sama-sama skala ekonominya berapa, banyak tuh berapa, untuk satu kawasan pabrik butuh berapa, sehingga kawasan ekonomi itu menjadi penting,” ujar Karolin.
Jika ingin pabrik olahan hidup, harus benar-benar punya perhitungan. Mengcover berapa petani, berapa luas lahan, bibitnya dari mana, bagaimana proses membawa produk sampai ke pabrik, serta harganya berapa.
Pengelola pabrik pun bisa menggalakkan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) setempat. “Mari kita libatkan dunia usaha, BUMdes, karena kalau pemerintah menyiapkan program tanpa melibatkan dunia usaha, “kacamata”-nya beda,” tuturnya.
Sambung dia, “Kita siap untuk melibatkan dunia usaha, untuk bisa kita hitung secara ekonomis, mana sih yang merupakan potensi yang dapat dikembangkan, dan memiliki skala industri”.
Dikatakan Bupati Landak nonaktif ini, membangun perekonomian masyarakat Kalbar agar semakin baik dapat juga dilakukan bersama-sama koperasi. Badan usaha yang bergerak di bidang koperasi, Credit Union (CU), bisa menjadi mitra pemerintah memperkuat perekonomian rakyat.
“Jaringan CU sudah sampai ke pedalaman. Inilah keunggulan yang harus dijaga sehingga CU bisa menjadi mitra pemerintah dan terus eksis bersaing dengan lembaga keuangan lainnya,” paparnya.
Saat ini, CU di Kalbar tengah mengembangkan pelayanan berbasis online. Sejak berdiri, CU di Kalbar telah mempunyai 44 badan usaha dengan 1,2 juta anggota.
Karolin menilai, tantangan pembangunan kedepan akan lebih besar. Kondisi ini menuntut pemimpin Kalbar lima tahun kedepan memiliki pemikiran dan gagasan cemerlang.
“Sejumlah masalah masih dihadapi pemerintah dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Jatuhnya harga sawit yang menjadi komoditi unggulan dan urat nadi perekonomian masyarakat, inilah tantangan yang akan kita hadapi kedepan,” beber Cagub yang berpasangan dengan Bupati Bengkayang dua periode, Suryadman Gidot.
Kelahiran Mempawah 36 tahun yang lalu ini juga membahas kekhawatirannya terkait era digital yang arus informasinya luar biasa cepat. Sebab, kesadaran masyarakat untuk bisa melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterima masih sangat kurang.
“Kita sekarang mengkampanyekan masyarakat agar melakukan pengecekan ulang ketika menerima sebuah kabar atau informasi, karena kita tidak bisa memantau sepanjang waktu, bahkan Mabes Polri dan Kominfo pun keteteran,” tukasnya.
Masyarakat, ia meminta, seharusnya bisa melihat sumber informasi. Kredibel atau tidak. Misalnya, situs resmi harian Rakyat Kalbar, eQuator.co.id, atau potongan berita dari versi cetaknya, merupakan sumber yang kredibel. Karena sudah melalui proses verifikasi dengan pemberitaan berimbang yang sesuai kode etik jurnalistik.
“Tapi kalau misalnya sumbernya apa dot com yang nggak jelas, ya mari kita sama-sama mempertanyakannya,” ajak Karolin.
Selain itu, soal hasil survei politik. Masyarakat harus bisa memilah lembaga maupun metodologi surveinya. “Tapi seringkali masyarakat menelan bulat-bulat. Jadi untuk mengklirkan hoax, yang paling penting adalah mengedukasi masyarakat,” ucapnya.
Kemudian, ia menyinggung proses demokrasi yang sekarang sedang berjalan. Tanpa media massa, ditegaskan Karolin, unsur demokrasi itu sendiri tidak terpenuhi.
“Untuk itu kami berkunjung ke media yang selama ini mensupport sehinggga proses Pilkada ini berjalan baik sampai sekarang,” ujarnya.
Memasuki dua bulan masa kampanye ini, Karolin mengajak media massa untuk terus mengedukasi masyarakat agar menjaga situasi dan kondisi Kalbar tetap kondusif.
Terkait regulasi aturan yang membatasi kampanye di media massa, ia menyebut, hak calon sendiri untuk lebih banyak mengekspos programnya juga terbatas. Dan ketika media massa dibatasi, maka kemunduran dalam proses demokrasi terjadi.
Jaman old atau jaman dulu, lanjut Karolin, media massa itu diatur kemudian dibredel jika di luar pakem pemerintah. Ketika kebebasan pers sudah baik, malah aturan dibuat sehingga menghambat masyarakat untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya terhadap proses Pilkada dan paslon (pasangan calon) yang berlaga.
“Yang ada paslon-nya takut, medianya takut,” tukas dia.
Hal ini, menjadi masukan bagi media massa dan jurnalisnya agar bisa memberikan masukan kepada pembuat regulasi. Baik itu DPR RI maupun Dewan Pers.
“Sehingga kedepan, jika ada revisi dan penyusunan undang-undang, hal-hal yang berkaitan dengan pemberitaan, jangan dilepas dari awal. Dikawal itu, berikanlah masukan-masukan berdasarkan kajian kita kepada teman-teman yang membuat regulasi itu,” pungkas Karolin.
Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Mohamad iQbaL