MUI Kalbar Yakin MUI Pusat Tegur Sukmawati Soekarnoputri

Dianggap Menghina Islam, “Ibu Konde” Dipolisikan

DIKECAM KERAS. Pada ajang Indonesia Fashion Week 2018 Kamis malam (29/3) di Jakarta Convention Center, Sukmawati Soekarnoputri, membaca puisi yang kini terus menuai kecaman publik. Courtesy Youtube
DIKECAM KERAS. Pada ajang Indonesia Fashion Week 2018 Kamis malam (29/3) di Jakarta Convention Center, Sukmawati Soekarnoputri, membaca puisi yang kini terus menuai kecaman publik. Courtesy Youtube

Ibu Indonesia

 “…..

Aku tak tahu Syariat Islam

Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah

Lebih cantik dari cadar dirimu

Gerai tekukan rambutnya suci

Sesuci kain pembungkus ujudmu

 …Aku tak tahu syariat Islam

Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok

Lebih merdu dari alunan adzan mu…”

 

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gara-gara penggalan puisinya ini, yang dibacakan saat ajang Indonesia Fashion Week 2018 Kamis malam (29/3) di Jakarta Convention Center, putri Proklamator Ir Soekarno yang juga adik dari Megawati Soekarnoputri, yakni Sukmawati Soekarnoputri, menuai kecaman publik. MUI Kalbar yakin MUI Pusat akan memberikan teguran kepada yang bersangkutan.

“Kita menyayangkan, masalah agama dibandingkan dengan hal seperti itu, mungkin sebenarnya karena ketidaktahuannya,” tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, H.M. Basri Har, kepada Rakyat Kalbar, Selasa (3/4).

Kalaupun tidak tahu, sambung dia, hal-hal yang disebut dalam puisi “Ibu Indonesia” itu tidak wajar untuk dibandingkan. Tak boleh dibandingkan antara menutup aurat dengan konde. Tak layak pula dibandingkan suara azan dengan kidung.

Ia yakin MUI Pusat akan menyikapi itu. Menurut dia, isi puisi tersebut pelecehan terhadap muslim dan muslimah yang sudah mengenakan pakaian penutup aurat. Yang sudah sesuai syariat Islam. Begitu juga halnya dengan suara azan yang dibandingkan dengan kidung atau nyanyian.

Basri melanjutkan, salah satu langkah yang harus diambil oleh MUI Pusat adalah paling tidak memberikan teguran. Dan berharap jangan sampai terulang lagi hal yang seperti itu.

“Saya rasa ulama kita di pusat akan peduli, lebih-lebih saudara kita, pasti peka dengan itu, kita tidak tahu tujuannya apa, yang jelas kita sesalkan cara seperti itu,” tegasnya.

Dan, memang, kecaman keras datang dari Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, K.H. Cholil Nafis. Dalam puisi tersebut, Sukmawati menyinggung bahwa ia tak mengerti tentang syariat Islam. Karena itu, menurut Kiai Cholil, seorang yang bangga dirinya tidak mengerti tentang syariat Islam adalah suatu kecelakaan.

“Tak mengerti syariat Islam bagi pemula itu keniscayan, tapi bangga dengan tak paham syariah bagi muslimah adalah ‘kecelakan’. Syariah itu sumber ajaran Islam yang wajib diketahui oleh pemeluknya. Syariah itu original dari Allah SWT,” ujarnya kepada INDOPOS (Jawa Pos Group), Selasa (3/4).

Di banya akun Facebook warga Indonesia, Sukmawati kini diberi gelar “Ibu Konde”. Sebab, dalam puisinya, Sukmawati juga mengungkapkan bahwa sari konde ibu Indonesia sangatlah indah dan lebih cantik dari cadar.

Ditegaskan Kiai Cholil, cadar itu produk fikih dari ijtihad ulama yang meyakini sebagai syariah berdasarkan dalil Alqur’an Surat an-Nur ayat 31. Khususnya menurut pendapat Ibnu Mas’ud.

“Walaupun ulama yang tak mewajibkan cadar, namun tak soal keindahan semata karena juga soal kepatuhan kepada Allah SWT,” ucapnya.

Tidak hanya soal cadar, dalam puisinya Sukmawati juga menyinggung soal azan. Kiai Cholil pun menjelaskan, bahwa azan itu syiar Islam untuk memberitahu dan memanggil untuk mendirikan atau melaksanakan salat.

“Azan bukan sekadar soal merdu suara muazinnya di kuping, tapi bagi muslim, azan itu menembus hati karena berisi keagungan Allah, syahadat, dan ajakan untuk meraih kebahagiaan,” papar Pengasuh Ponpes Cendikia Amanah Depok ini.

Ia menambahkan, nusantara sangat kaya akan budaya dan nilai, sehingga menilai keindahan tidak boleh merendahkan yang lain. Menurut dia, tak elok jika seorang putri pendiri bangsa menyinggung yang lain untuk membangun kerukunan umat beragama.

“Cadar dan azan menyangkut keyakinan, bukan soal keindahan, meskipun keduanya itu tak saling bertentangan. Tak layak membandingkan sesuatu yang memang tidak untuk dibandingkan apalagi wilayah subjektif individu dan pelantunnya. Mana kebinnekaannya itu, yang didengungkan,” ungkap Kiai asal Madura ini.

Dia pun menuturkan, azan berasal dari mimpi Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih yang sama dengan mimpi Sayyidina Umar bin Khatab. Tentang memberi tahu waktu salat yang kemudian dibenarkan oleh Nabi SAW dan langsung dipraktikkan oleh Bilal bin Rabah.

“Ini adalah mimpi yang benar sebagaimana hadits taqriri,” tukas Kiai Cholil.

Tak hanya dikecam para ulama, Sukmawati kini dilaporkan Denny Andrian Kusdayat, yang berprofesi sebagai pengacara, terkait puisinya itu. Dalam surat laporan bernomor TBL/1782/IV/2018/PMJ/Dit. Reskrimum, Denny menuding Sukmawati melanggar Pasal 156 A KUHP tentang penodaan agama dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 / tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Saat melaporkan Sukmawati, Denny juga menyodorkan sejumlah rekaman video dari berbagai media sosial yang berisi rekaman ketika Sukmawati membacakan puisi tersebut. Menurut dia, puisi Sukmawati tendensius terhadap Syariat Islam.

“Seperti awalan pembacaan puisi dia menyebutkan bahwa ‘Sari konde lebih bagus daripada syariat Islam, selain itu dia bilang nyanyian Kidung Ibu Pertiwi lebih indah daripada azan. Jelas telah mendiskreditkan agama Islam melalui puisinya,” papar Denny di Mapolda Metro Jaya, Selasa (3/4).

Ia menegaskan, telah meminta penyidik memproses cepat laporannya. “Kalau perlu, dalam waktu 24 jam, Sukmawati segera diperiksa, lalu ditahan,” tegasnya.

Polisi, lanjut dia, harus bergerak cepat menindaklanjuti laporannya. Sebab, sudah menjadi kegelisahan umat Islam di Indonesia yang merasa agamanya sudah dinistakan.

“Barang bukti video ini berisi rekaman suara dan gambar ketika dia (Sukmawati) berkata Syariat Islam disandingkan dengan syariat konde, nyanyian kidung Ibu Pertiwi lebih indah daripada azan. Kalau bicara azan, meremehkan Tuhan, ada lafaz Allah di situ,” papar Denny.

Diterangkannya, laporan polisi atas dugaan penistaan agama ini atas dasar inisiatif pribadi. Tanpa ada yang menggerakkan.

“Sebagai umat Islam, sekaligus seorang pengacara, saya merasa terpanggil untuk melaporkan orang ini,” pungkasnya.

Selain Denny, turut melaporkan Sukmawati adalah Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Amron Asyhari. “Tapi saya melaporkan yang bersangkutan sebagai pribadi dan umat muslim. Saya tidak mewakili partai dalam hal ini, hanya inisiatif pribadi saya saja,” tukasnya.

Menurut Amron, apa yang disampaikan Sukmawati sebenarnya lebih parah dibanding pernyataan yang pernah dilontarkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok terkait Surat Al Maidah.

Namun, untuk puisi yang dibacakan Sukmawati jelas telah direncanakan sebelumnya. “Karena statement Ahok itu dari hasil  otodidak. Artinya, Ahok menyampaikan itu secara responsif saja. Nah, kalau beliau (Sukmawati) ini kan baca puisi. Dan yang namanya puisi itu sudah dia catat sebelumnya, dia kaji berulang-ulang, lalu dia baca, setelah itu dia tuangkan,” urai Amron.

Untuk diketahui, dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya pada ajang Indonesia Fashion Week 2018 yang digelar yang digelar pada Kamis malam (29/3) di Jakarta Convention Center, Sukmawati membacakan puisi yang mengundang kontroversi itu.

Laporan Amron sendiri tertuang dalam surat laporan bernomor TBL/1785/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum dengan dugaan Penistaan Agama Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 156 A KUHP.

Menyikapi hal ini, pengamat hukum pidana, Kaspudin Noor mengingatkan, bahwa laporan yang disampaikan oleh masyarakat harus disertai alat bukti. “Karena syarat untuk suatu perbuatan pidana itu kan adalah alat bukti, setelah cukup baru dilakukan penyidikan,” kata Kaspudin.

Menurut dia, berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat bukti itu terbagi menjadi lima macam. Di antaranya, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Namun apabila diterapkan Pasal 184 ayat 2 KUHAP, dua alat bukti dinilai sudah cukup untuk memenuhi unsur pidana.

“Bukti dimaksud bisa keterangan saksi dan ahli. Namun dalam perkara ini, alat bukti yang terpenting adalah keterangan saksi, ahli agama, ahli bahasa dan kesastraan. Kalau ada yang lebih, ya bagus,” paparnya.

Lebih jauh, mantan anggota Komisi Kejaksaan (Komjak) ini juga tidak menutup kemungkinan adanya permohonan maaf yang disampaikan oleh Sukmawati. “Bisa saja (minta maaf). Tapi ini kan masalah agama, tidak semua orang bisa memaafkan. Kalau orang per orang, memang mudah. Saya berharap ini pelajaran bagi warga bangsa,” harapnya.

Di sisi lain, Keluarga besar Presiden Pertama RI, Soekarno, angkat bicara terkait puisi yang dibacakan Sukmawati. Guntur Soekarnoputra memastikan seluruh keluarga Bung Karno sejak kecil dididik dan diajarkan keagamaan sesuai syariat Islam.

“Sebagai anak tertua, saya saksi hidup, bahwa seluruh anak Sukarno dididik oleh Bung Karno dan ibu Fatmawati Sukarno sesuai ajaran Islam,” tulis Guntur dalam keterangan yang diterima INDOPOS di Jakarta.

“Kami diajarkan syariat Islam dan Bung Karno pun menjalankan semua rukun Islam termasuk menunaikan ibadah haji,” tambahnya.

Atas nama keluarga besar Bung Karno, Guntur menyesalkan kemunculan puisi Sukmawati itu. Ia memilih tidak mau mengomentari lebih jauh puisi adiknya tersebut. Tapi satu hal yang pasti, puisi yang dibuat Sukmawati sama sekali tidak terkait dengan pandangan dan sikap keluarga Bung Karno, mengenai ajaran agama Islam.

“Itu pendapat pribadi Sukmawati, tidak ada urusannya dengan pandangan dan sikap keluarga,” tegasnya.

“Saya juga yakin puisi Sukma tersebut tidak mewakili sikap keimanannya sebagai seorang muslimah, dan saya ingin Sukma segera meluruskannya” tutup Mas Tok, panggilan akrab Guntur.

Lantas, apa penjelasan Sukmawati? Menurut dia, puisinya merupakan realita. Tentang Indonesia.

“Gak ada SARA-nya. Di dalam puisi itu, saya mengarang cerita. Mengarang puisi itu seperti mengarang cerita. Saya budayawati, saya menyelami bagaimana pikiran dari rakyat di beberapa daerah yang memang tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia Timur, di Bali dan daerah lain,” tuturnya, dilansir detik.com. Ia menegaskan, puisi itu merupakan pendapatnya secara jujur.

Bagaimana dengan soal azan dalam puisi itu? Dijawabnya, itu sah-sah saja. Boleh saja.

“Nggak selalu orang yang mengalunkan azan itu suaranya merdu. Itu suatu kenyataan. Ini kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu kan suatu opini saya sebagai budayawati,” tukas Sukmawati.

Imbuh dia, “Jadi, ya silakan orang-orang yang melakukan tugas untuk berazan pilihlah yang suaranya merdu, enak didengar. Sebagai panggilan waktu untuk salat. Kalau tidak ada, Akhirnya di kuping kita kan terdengar yang tidak merdu”.

 

Laporan: Maulidi Murni, JPG

Editor: Mohamad iQbaL