eQuator.co.id – GRESIK-RK. Kebutuhan garam nasional tahun ini diprediksi mencapai 3,7 juta ton. Berdasar data Kemenperin, sampai saat ini, sebagian besar garam harus dipenuhi impor USD 100 juta.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, impor garam tersebut dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap sektor ekonomi. Yaitu, berkontribusi terhadap pembentukan nilai tambah Rp 1.200 triliun dengan menyerap 3,5 juta tenaga kerja.
“Selain itu, memberikan devisa negara USD 5,6 miliar melalui ekspor produk seperti makanan, obat-obatan, kertas, dan tekstil,” ungkapnya di sela-sela peresmian PT UNIChemCandi Indonesia di Gresik, kemarin.
Adapun sektor yang paling banyak menggunakan garam adalah industri chlor alkali plant (soda kostik), aneka pangan, dan farmasi. “Itu semua harus diimpor karena kualitas garam lokal belum dapat memenuhi standar industri. Garam lokal sampai sekarang hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumsi,” katanya.
Karena itu, dia berharap perusahaan garam industri dan konsumsi PT UNIChemCandi Indonesia yang merupakan industri refinery salt pertama di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan garam yang selama ini impor. “Khususnya yang berkualitas tinggi dan khusus seperti farmasi dan kosmetik di samping untuk industri pangan dan industri lainnya,” tutur Airlangga.
CEO PT UNIChemCandi Indonesia Ryan Harris menyatakan, UNIChemCandi memiliki kapasitas terpasang sampai 300 ribu ton per tahun. “Expandable menjadi 500 ribu ton per tahun bila diperlukan,” tuturnya.
Menurut dia, keberadaan pabrik UNIChemCandi tersebut turut menyerap garam lokal. Sebab, bahan baku refine salt 100 persen adalah garam lokal. Selanjutnya, washing salt menggunakan bahan baku campuran garam lokal dan garam impor. Secara bertahap, bahan baku impor disubstitusi dengan bahan baku lokal. “Dengan begitu, di situ kami juga berpartisipasi dalam pemberdayaan petani lokal,” jelasnya. (Jawa Pos/JPG)