Ratusan Buruh Demo di DPRD Singkawang

Tuntut Kesejahteraan dan Kesepakatan Perundingan Bipartit

BERORASI. Ratusan buruh berorasi di depan Kantor DPRD Kota Singkawang, Rabu (7/2). Mereka meminta pejabat daerah dan legislatif untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Suhendra/RK

eQuator.co.id – Singkawang-RK. Ratusan buruh berunjuk rasa di Kantor DPRD Kota Singkawang, Jalan Firdaus, Rabu (7/2). Buruh-buruh yang tidak hanya berasal dari Singkawang ini menuntut DPRD dan Pemerintah Kota Singkawang agar memperjuangkan keadalian dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai buruh.

Dari balik pagar, kedatangan massa langsung disambut dan direspon Walikota Singkawang, Tjhai Cui Mie, SE dan Wakil Walikota Singkawang, Drs H Irwan, MSi beserta pejabat lainnya.

Puluhan personel Polres Singkawang pun tampak melakukan pengamanan aksi unjuk rasa dan menyiapkan mobil water cannon untuk mengantisipasi terjadinya gejolak. Bahkan Kapolres Singkawang, AKBP Yury Nur Hidayat yang memimpin penjagaan tepat di depan pagar masuk Kantor DPRD Kota Singkawang.

Usai berorasi, ratusan buruh mengibarkan bendera Merah Putih seraya menyanyikan lagu Indonesia Raya sesaat sebelum melakukan audiensi dengan berbagai pihak.

Tidak lama kemudian, 15 perwakilan buruh dari diterima untuk melakukan audiensi di ruang Kantor DPRD bersama Pemkot dan anggota DPRD Singkawang.

Ketua DPC Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kota Singkawang, H Atang menyampaikan, tuntutan mereka agar perusahaan memenuhi hak-hak normatif buruh, yang artinya hak-hak buruh sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan maupun undang-undang serikat pekerja atau serikat buruh tentang kebebasan berserikat.

“Berikanlah surat keputusan pengangkatan kepada seluruh karyawan atau karyawati yang bekerja di perusahaan. Berikanlah upah sesuai dengan UMK bagi yang masa kerjanya nol hingga 1 tahun dan upah yang besarnya sesuai dengan struktur atau skala upah bagi mereka yang masa kerjanya di atas 2 tahun,” pinta Atang.

Ia melanjutkan, perusahaan harus memberikan hak-hak buruh yang lain, seperti hak cuti, jam kerja maksimum 40 jam dalam sepekan, uang lembur, uang hadir, uang transportasi, uang perumahan, uang makan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga dan lain-lainnya sesuai dengan ketentuan perjanjian kerja bersama (PKB).

“Usahakanlah semaksimal mungkin jangan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Bilamana harus terjadi, laksanakan secara prosedural dan hindari PHK secara besar-besaran. Karena itu akan berdampak luas pada perekonomian masyarakat,” katanya.

Atang menegaskan, bahwa karyawan memiliki hak kebebasan berserikat. Jangan ada ancaman dan intimidasi dalam bentuk apapun bilamana karyawan masuk pada serikat pekerja. Karena intimidasi atau ancaman itu sudah termasuk pemberangusan serikat pekerja (union busting).

Kepada perusahaan yang telah membuat perjanjian bersama atau kesepakatan hasil perundingan bipartit dengan DPC FKUI-SBSI Kota Singkawang agar dapat melaksanakan hasil kesepakatan tersebut. “Apabila dalam waktu satu bulan tidak realisasi, maka kami akan melakukan demo dengan massa yang lebih besar lagi,” ancamnya.

Di antara ratusan buruh, tampak  Eva Susanti yang duduk bersama anaknya di belakang barisan para buruh. Perempuan 33 tahun itu mengenakan ikat kepala putih bertuliskan KSBSI. Ia merupakan salah buruh di perusahaan air mineral di Kota Singkawang. Bersama teman-temannya, ia melakukan aksi untuk memperjuangkan hak mereka sebagai buruh. “Perjuangkan hak kami, buruh,” teriaknya.

Perempuan yang berasal dari Kabupaten Landak ini memiliki dua orang anak. Anak pertamanya masih duduk di taman kanak-kanan (TK) dan yang kedua masih balita. Dia sudah dua bulan menjadi buruh untuk membantu perekonomian keluarga. Sementara suaminya juga sebagai buruh di perusahaan sawit.

“Ada 12 karyawan yang di PHK (di perusahaaan air mineral) dengan alasan pengurangan karyawan. Makanya dalam aksi ini kami berharap teman-teman bisa kerja kembali dan hak-hak kami sebagai buruh dapat terpenuhi,” pintanya.

Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie berjanji akan menindaklanjuti tuntutan yang disampaikan para buruh Singkawang. “Di luar dari Singkawang saya tidak mau ikut campur dengan kabupaten/kota lain. Karena kewenangan saya adalah anak-anak (buruh) saya yang berada di Singkawang,” katanya.

Meski nantinya dalam penyelesaian permasalahan antara perusahaan dan buruh butuh proses, namun mediasi tersebut bakal tetap dilakukan sesuai dengan kewenangan pemerintah. “Artinya kita perlu masukan dari kedua belah pihak dalam penyelesaiannya,” ujarnya.

Menurut dia, antara perusahaan dan buruh saling membutuhkan. Oleh karena itu, kata Tjhai Chui Mie, permasalahan ini akan segera ditindaklanjutinya.

Laporan: Suhendra

Editor: Ocsya Ade CP