eQuator.co.id – JAKARTA –RK. Ambisi pemerintah menyelesaikan sekian banyak proyek infrastruktur belum dibarengi standar keselamatan kerja yang memadai. Kemarin (4/2), crane proyek double track (DDT) Manggarai – Jatinegara, di Jalan Matraman, Jakarta Timur, ambruk. Empat pekerja tewas akibat insiden itu.
Kecelakaan kerja itu menjadi kejadian ke-13 dalam enam bulan terakhir. Jika diakumulasi, delapan nyawa melayang dalam serangkaian peristiwa itu.
Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Konstruksi Indonesia (A2K4I) Lazuardi Nurdin mengatakan rentetan kecelakaan dalam proyek infrastruktur itu harus ditangani dengan serius. Harus diteliti apa penyebabnya.
”Proses pekerjaan seperti ini jika tidak diketahui penyebab dasarnya, akan terus berulang,” kata Lazuardi
Lebih penting lagi, hasil analisis tersebut harus dirilis. Supaya kontraktor lain tahu apa yang menjadi masalah dan bisa mencegah agar hal tersebut tidak terjadi.
”Selama ini, hasil investigasi dari kegagalan konstruksi yang terjadi tidak pernah dibeberkan secara terbuka,” papar anggota Komite Keselamatan Konstruksi (KKK) yang baru dibentuk kementerian PUPR itu.
Peristiwa nahas itu terjadi pada sekitar pukul lima pagi. Saat itu, menjelang pergantian shift malam dengan pagi. Seperti halnya proyek infrastruktur lain, proyek DDT itu dikerjakan 24 jam nonstop. Pekerja dibagi menjadi tiga shift.
Kapolsek Jatinegara Kompol Supadi menyatakan, empat korban tewas adalah Jaenudin (44 tahun), Dani Prasetyo (25), Jana Sutisna (44), dan Joni Fitrianto (34). Semuanya pekerja di proyek yang dikerjakan oleh PT Hutama Karya tersebut.
Kecelakaan itu terjadi ketika crane jenis launcher gantry yang mengangkat girder tak berfungsi dengan baik. Kaki launcher gantry itu meleset dari tumpuannya. Akibatnya, sejumlah bahan dari beton yang sangata berat jatuh menimpa pekerja. Jaenudin dan Dani Prasetyo meninggal di lokasi kejadian.
”Sedangkan dua korban lainnya (Jana dan Joni, Red) meninggal saat dievakuasi ke Rumah Sakit Premier Jatinegara dan Rumah Sakit Hermina,” jelas Kompol Supadi.
Saksi di lokasi kejadian, seorang pekerja bernama Dede, menyatakan kejadian itu belangsung sangat cepat. Ketika itu dirinya tengah beristirahat di bedeng yang berada di area proyek. Tiba-tiba dia mendengar suara rerentuhan tiang crane. Dia bergegas mendatangi lokasi dan melihat empat rekan kerjanya terkapar tertimpa rerentuhan.
Dede menduga insiden itu disebabkan kondisi crane yang kurang baik. Dia mengungkapkan, beberapa kali crane mengalami lepas baut.
”Kalau nggak salah sudah dua kali bautnya terlepas dan dibetulin. Tapi tetap saja kembali rusak,” ucap Dede.
Direktur PT Hutama Karya, Suroto, mengucapkan belasungkawa dan permonan maaf yang sebesar- besarnya terhadap keluarga korban. Dalam hal ini pihaknya bertanggung jawab atas musibah yang menimpa korban. Salah satunya adalah pemberian kompensiasi atau santunan.
”Kalau asuransi normal besarannya itu 48 kali gaji. Dan saat ini kami sedang akumulasikan,” kata Suroto di lokasi kejadian kemarin.
Suroto menjelaskan telah mendatangi lokasi kejadian. Namun penyebab peristiwa tersebut belum bisa dipastikan. Untuk mengetahui penyebabnya pihaknya telah berkoordinasi denan Komite Keselamatan Kontruksi (KKK), ketenagakerjaan, dan petugas kepolisian.
Dia menyatakan, saat insiden tersebut terjadi kondisi cuaca di lokasi dalam kondisi turun hujan. Menurut dia, seharusnya pekerjaan tidak dilakukan ketika hujan. Namun, dia tidak bisa memastikan cuaca sebagai penyebab. Sebab proses pemeriksaan masih berlangsung.
”Kalau saat hujan, aktivitas pekerjaan harus dihentikan. Tapi dalam ini kami belum mengetahui apakah jatuhnya crane saat sedang hujan. Sebab yang kami tahu, hujan baru turun saat peristiwa itu telah terjadi,” paparnya.
Terpisah, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyayangkan kejadian kemarin. Dia meminta penyelidikan menyeluruh untuk memastikan apa penyebabnya. Dia mencatat, kecelakaan pemasangan girder yang beberapa kali terjadi sebenarnya dilakukan oleh profesional.
”Kecelakaan juga terjadinya saat hari libur atau midnight,” ucap Basuki.
Standar keamanan proyek infrastruktur yang belum memadai tidak hanya mengancam para pekerja. Masyarakat yang ada di sekitar proyek juga berisiko. Begitu banyak masyarakat beraktivitas di kawasan di sekitar proyek infrastruktur.
REGISTRASI ALAT BERAT KONSTRUKSI
Kasus kecelakaan konstruksi yang disebabkan oleh alat berat perlu mendapat perhatian serius. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Syarif Burhanuddin mengatakan, pihaknya mulai memberlakukan registrasi alat berat. Seperti bulldozer, grader, dump truck, hingga excavator. Termasuk crane.
”Saat ini proses registrasi sudah dimulai. Melalui registrasi akan terekam data jenis alat beratnya, siapa pemiliknya, nomor sasis dan bisa diketahui secara real time,” kata Syarif kemarin (4/2).
Syarif menjelaskan, hal tersebut dilakukan agar pengguna alat berat bisa mengetahui detail mengenai alat berat yang akan mereka gunakan. Termasuk informasi mengenai kondisi alat berat tersebut. Menurutnya, para pemilik alat berat harus memenuhi standar keamanan peralatan. Bukan hanya standar mutu material, melainkan peralatan pun juga harus memiliki standar keamanan dan kelayakan.
”Bisa saja ada alat berat yang sudah tidak layak lagi kan. Itu yang diidentifikasi dan diregistrasi dalam rangka melihat apakah itu standar apa enggak. Untuk apa diregistrasi kalau enggak layak lagi,” kata Syarif.
Dari sekitar 70 ribu alat berat untuk kebutuhan konstruksi di Indonesia, baru 15 persen yang sudah teregistrasi. Oleh karenanya peran aktif para pemilik untuk mendaftarkan alat beratnya akan mempercepat penyelesaian proses registrasi.
Selain untuk memastikan keamanan dan kelayakan alat berat, proses registrasi itu akan memudahkan perusahaan konstruksi yang mengikuti pelelangan untuk diketahui kepemilikan alat beratnya dan lokasi alat berat tersebut berada. Selama ini pengguna jasa hanya mengetahui dari dokumen perusahaan yang disampaikan kepada kelompok kerja pengadaan barang dan jasa.
Informasi ketersediaan alat berat dan kebutuhannya di setiap provinsi juga dapat terlihat sehingga menjadi informasi awal bagi para pengusaha alat berat untuk lebih aktif memasarkan alat beratnya pada daerahnya yang mengalami minus alat berat.
Dengan demikian informasi kapan dan jangka waktu penggunaan alat berat oleh kontraktor dapat diketahui. Termasuk informasi besaran tarif sewa dan pemilik alat berat tersebut. Di negara maju hal ini telah menjadi praktek yang lazim dilakukan di dunia konstruksi.
BISA JADI ADA KORUPSI
Di sisi lain, banyaknya proyek pembangunan ambruk bisa dikarenakan berbagai sebab. Salah satunya, bisa jadi ada korupsi yang membuat spesifikasi bangunan menjadi tidak sesuai. Namun, penyelidikan terhadap indikasi korupsi dalam proyek pembangunan harus dimulai dengan temuan kerugian negara.
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Kombespol Arief Adiharsa menuturkan, ambruknya sebuah bangunan yang sedang dalam masa pembangunan itu bisa dikarenakan berbagai sebab. Dari sisi tindak pidana korupsi, bisa jadi terdapat tindak pidana tersebut.
”Pasti ada sesuatu,” terangnya.
Namun, Dittipikor tidak bisa serta merta kami bisa menyelidiki sebuah proyek yang saat pembangunan mengalami kerusakan atau ambruk. ”ada tahap yang harus dilalui terlebih dahulu,” papar polisi dengan tiga melati di pundaknya tersebut.
Prosedurnya untuk Dittipikor, baru bisa melakukan penyelidikan bila terdapat audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit tersebut yang menjadi kunci dalam penyelidikan sebuah tindak pidana korupsi.
”Audit itu yang harus kami tunggu, membutuhkan proses,” paparnya.
Namun begitu, Dittipikor sepakat bahwa pengawasan terhadap sebuah proyek pembangunan itu harus ditingkatkan. Dengan begitu diharapkan pembangunan tersebut berjalan sesuai dengan prosedur.
”Sehingga, ancaman pembangunan mengalami roboh juga semakin kecil,” paparnya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan, selama masih menunggu audit dari BPK, sebenarnya Dittipikor bisa untuk melakukan pemeriksaan awal. ”Ya berdasar adanya ambruknya pembangunan tersebut, kumpulkan bahan keterangan dulu. Pemeriksaan awal sebelum penyelidikan,” jelasnya.
Untuk kasus semacam itu, perlu penyelidikan yang lengkap dari pengadaan dan proses tender, hingga proses pelaksanaan pembangunan. ”bagaimana proses pengadaannya, apakah sesuai prosedur atau tidak,” tuturnya.
Selanjutnya, perlu untuk dilihat bagaimana pelaksanaan pembangunan. Salah satu kuncinya adalah apakah pembangunan ini di-subkontrakkan. Yang biasanya terjadi pembangunan itu di-subkontrakkan berlapis-lapis.
”Kalau itu terjadi, indikasi korupsi menguat,” paparnya.
Apakah subkontak proyek ini dilarang? Boyamin menuturkan bahwa subkontrak pembangunan itu diperbolehkan, namun dengan pemberitahuan dari awal.
”Kalau diam-diam di-subkontrakkan itu tentu ada apa-apanya,” ujarnya.
Dengan disubkontrakkan diam-diam dapat diartikan bahwa bisa jadi harga lelang jauh lebih tinggi dari harga pasaran. ”Kalau begini tentunya perlu diselidiki,” terangnya.
Pun begitu, subkontraktor yang diam-diam juga bisa membuat kebingunan atas siapa yang bertanggungjawab dalam pembangunan. ”Bila terjadi sesuatu, siapa yang bertanggungjawab, pemenang tender atau yang subkontrak. Pengawasan juga menjadi lebih sulit,” tuturnya. (Jawa Pos/JPG)