Kekerasan Terhadap Anak, Hukuman Ditambah Sepertiga

Sosialisasi Disiplin Positif

DISIPLIN POSITIF. Edi Rusdi Kamtono memberikan sambutan mengenai disiplin positif kepada para tenaga pendidik di Kota Pontianak di Hotel Santika, Senin (18/12). Humas Pemkot for RK

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Tenaga pendidik diminta untuk memberikan disiplin positif kepada anak didiknya. Jangan sampai memberikan hukuman yang membekas. Wakil Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menuturkan, salah satu upaya pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak adalah dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana. Sehingga mereka bisa tumbuh kembang secara baik. Lingkungan sekolah memang menjadi bagian penting dalam tumbuh kembang anak. Namun yang tidak kalah pentingnya lingkungan keluarga.

“Kenakalan anak pasti ada penyebabnya, baik itu di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun di tempat umum,” katanya pada kegiatan Sosialisasi Disiplin Positif Kepada Tenaga Pendidik yang digelar Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kota Pontianak di Hotel Santika, Senin (18/12).`

Setelah mengikuti sosialisasi ini, para tenaga pendidik diharapkan bisa menambah wawasan bagaimana mengatasi masalah kekerasan terhadap anak. Sebab disadari, yang namanya anak-anak pasti ada yang melanggar disiplin dan sulit untuk diatur. “Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan serta kebijakan dari tenaga pendidik untuk mengatasi permasalahan anak ini,” lugas Edi.

Sementara Asisten Deputi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Rini Handayani menjelaskan, tujuan sosialisasi tersebut bagaimana fokus sekarang terhadap pendidik dan tenaga pendidikan. Karena banyak sekali dampak kekerasan yang dilakukan mereka. Hal itu dikarenakan ketidak tahuan bagaimana caranya menerapkan disiplin positif.

“Karena banyak yang melakukan penerapkan disiplin positif dengan kekerasan karena diangga nya kekerasan salah satu cara untuk mendisiplin anak,” sebut Rini.
Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak, ada konsekuensi yang diberlakukan baik para pendidik dan tenaga pendidik, orangtua maupun orang-orang yang berkerja di bidang anak. Ia mengingatkan, jika melakukan kekerasan terhadap anak, maka hukuman akan ditambah sepertiga. Pastinya hal seperti itu tidaklah diinginkan.
Menurut Rini, fenomena yang terjadi saat ini adanya pembiaran oleh guru karena tidak mau terlibat dalam kasus hukum. Akhirnya menyebabkan pendidikan terhadap anak tidak berkualitas, dikarenakan adanya rasa ketakutan atau serba salah.

“Ini alasan kita memberikan materinya, kita membantu para guru bagaimana mendisiplinkan anak tanpa berupa kekerasan,” ucapnya.
Adapun contoh dari materi yang akan disampaikan terhadap disiplin positif tersebut semisalnya ada anak yang terlambat datang ke sekolah kemudian diganjari hukuman berupa dijemur atau di suruh pulang. Rini bertanya apakah itu memberikan konsekuensi logis. “Jika anak terlambat seharusnya disampaikan bahwa si anak akan menambah waktu sekolahnya. Kemudian ditambah ilmu dari keterlambatan yang tidak diperoleh pada waktu pagi hari,” kata Rini.

Dengan demikian, ada konsekuensi logis yaitu kalau ada sebab maka inilah akibatnya, sehingga nantinya apa yang harus dilakukan. Jadi harus ada keterkaitan jika anak terlambat ke sekolah apakah nantinya harus di suruh lari memutari lapangan atau membersihkan halaman sekolah.

“Jadi kita mengajak guru, pengawas, Kepala Sekolah bagaimana bagaimana berpikir logis dalam menciptakan, menerapkan apa yang dikatakan mendisiplinkan anak,” seru dia.
Ia menambahkan, adapun tujuan itu adalah kedepannya untuk mendukung benar-benar terwujudnya sekolah yang ramah anak yaitu aman dan nyaman tanpa adanya kekerasan. “Karena sekolah ramah anak merupakan salah satu dari indikator Kabupaten/Kota Layak Anak,” jelasnya.

Di Kota Pontianak baru dilakukan tahap sosialisasi disiplin positif. Namun ada dua wilayah yang sudah menjadi model yaitu Klaten dan Semarang telah dilakukan pendampingan. Tidak hanya sekadar sosialisasi, tapi langsung menuju kepada sekolah-sekolah. Bisa saja mencari yang benar sudah mendeclare atau menyatakan sebagai sekolah ramah anak. Atau bisa juga sekolah yang angka kekerasan terhadap anaknya tinggi. “Di situ kita mendampingi baik itu guru, kita latih fasilitatornya, nanti fasilitator melakukan pendampingan di sekolah. Baik bagi komite sekolah maupun bagi anak-anak yang harus dilakukan pendampingan,” ucapnya.

Dalam sosialisasi yang diberikan kepada tenaga pendidik itu, Rini menyebutkan ada tujuh materi yang disampaikan. Salah satunya serta paling utama dan terpenting adalah mengenai konsekuensi logis. Kemudian akan digali apakah keresahan yang sering terjadi dan cara mengatasinya. Kemudian apa yang dikatakan berpikir logis tersebut dan bagaimana contoh dari penerapan disiplin positif.

Dirinya berharap dari sosialisasi ini akan ditindaklanjuti oleh Kota Pontianak bagaimana menetapkan dari peserta yang hadir benar-benar memiliki jiwa ketertarikan. Nantinya akan dilakukan pelatihan kepada fasilitatornya, kemudian mereka yang akan mendampingi.

Sementara Kepala DP2KBP3A Kota Pontianak Darmanelly menjelaskan, lebih dari 60 Guru dan Kepala SD dan SMP yang ada di Kota Pontianak yang mengikuti sosialisasi tersebut. Sosialisasi harus dilakukan mungkin dari dulu-dulu dilihat model pendidikan yang ada agak keras. Seperti jika ada anak yang salah lalu diberikan hukuman. Kemungkinan hukuman yang diberikan akan membekas kepada anak-anak sampai dewasa, sehingga mungkin dikhawatirkan sampai mendendam.

“Jadi sekarang ini disosialisasikan hukum disiplin positif dengan maksud membangun walaupun anak dihukum tapi berdampak positif, membuat anak lebih termotifasi untuk berlaku salah agar berhati-hati,” jelasnya.
Sosialisasi disiplin positif ini memang di tujukan kepada guru. Namun kedepannya akan dilanjutkan kepada orangtua. Karena orangtua kadang-kadang juga bisa memberikan hukuman kepada anak-anaknya.
“Jadi untuk itu selanjutnya kita akan memberikan informasi kepada semua orang dewasa untuk memberikan hukuman disiplin positif kepada anak-anaknya agar tidak membuat mereka stres atau menjadi trauma,” tutupnya.

Laporan: Maulidi Murni

Editor: Arman Hairiadi