Polresta Tangani 102 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

ilustrasi. net

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya masih cukup tinggi. Kepolisian Resor Kota Pontianak mencatat, setidaknya telah terjadi 102 kasus yang menjadikan anak dan perempuan sebagai korban pada tahun ini.

“Dari 102 kasus tersebut yang paling dominan adalah kasus cabul dan kekerasan terhadap anak di bawah umur,” ujar Kanit Resum III PPA Polresta Pontianak, Iptu Inayatun Nurhasanah kepada sejumlah wartawan, kemarin.

Selain dua jenis kasus tersebut, juga ada kasus lain. Seperti kekerasan rumah tangga, pemerkosaan dan kasus lain yang berkaitan dengan perempuan dan anak.

Dia mengatakan, kasus-kasus tersebut terjadi karena banyak faktor. Mulai dari internal atau keluarga, hingga faktor eksternal.

“Rata-rata kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur terjadi karena perhatian orang tua yang kurang terhadap anak,” ucapnya.

Dirinya menuturkan, perhatian orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan guna meminimalisir kejadian anak sebagai korban maupun pelaku.

“Kadang anak bermain di luar sampai larut malam pihak keluarga tidak memperhatikan. Kadang anak berhari-hari tidak pulang pun tidak dicari oleh keluarga. Jadi faktor keluarga dalam mengawasi dan memberikan perhatian sangat mempengaruhi juga,” tuturnya.

Sementara itu, dia mengaku dari banyak kasus yang ditanganinya, para pelaku kebanyakan adalah orang-orang terdekat yang korban kenali.

“Kebanyakan korban mengenali pelaku. Dari yang kami tangani, pelaku ada yang bapak tirinya, bapak kandung, kakek tiri, tetangganya. Ada juga teman sekolah. Ada juga orang lain yang baru dikenali di media sosial. Mereka janjian bertemu, akhirnya terjadilah tindak pidana pencabulan tersebut,” terangnya.

Untuk itu, dia mengaku telah melakukan berbagai upaya guna meminimalisir kejadian serupa terus terjadi. Salah satunya  melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat.

“Kami beberapa kesempatan diundang sebagai narasumber baik di sekolah atau terkadang di semacam seminar-seminar keperempuanan untuk memberikan materi bagaimana penanganan, tindak lanjut, atau meminimalisir kejadian yang berkaitan dengan kasus perempuan dan anak,” pungkasnya. (And)