Izin Kunjungan, Tapi Kerja di PT CONCH

Tim PORA Temukan Kawin Campur

KAWIN CAMPUR. Petugas Tim PORA memeriksa dokumen kependudukan salah satu keluarga kawin campur di Dusun Sontas, Desa Entikong, Sanggau, Selasa (3/10). KIRAM AKBAR

eQuator.co.id–Pontianak-RK. Masuknya tenaga kerja asing (TKA) di Kalbar sudah sering terjadi. Bahkan diproses aparatur hukum, pemerintah daerah maupun instansi vertikal, meskipun akhirnya hanya dideportasi dan oknum yang membawa mereka tidak disentuh hukum.

Dampaknya tidak memberikan efek jera bagi para oknum yang mendatangkan dan mempekerjakan tenaga asing ke Kalbar. Terbukti, puluhan TKA asal Tiongkok diamankan polisi di kawasan PT CONCH (perusahaan semen) di Desa Wajok, Kecamatan Siantan, Mempawah, Senin (2/10).

Kepala Devisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Kalbar, Achmad Samadan menegaskan, Kantor Imigrasi Pontianak terus melakukan pendalaman dan pengumpulan keterangan berkaitan ditemukannya lebih dari 40 Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok yang bekerja di PT CONCH. Dia mengaku kasus pengawasan dan penanganan orang asing yang ditemukan oleh Dit Pol Air Polda kalbar itu dilimpahkan ke Imigrasi. “Kasus ini ditangani oleh Kantor Imigrasi Kota Pontianak,” jelas Achmad.

Menurut Kadiv Imigrasi, berdasarkan data kepolisian, tercatat lebih dari 40 WNA. Setelah diperiksa, lima diantaranya memegang KITAS. Lima WNA itu diperkenankan kembali ke tempatnya bekerja. Sementara lainnya masih ditahan, diduga adanya kegiatan tidak sesuai dengan izin. “Karena menduga dokumen keimigrasian tidak lengkap, akhirnya diamankan, selanjutnya dibawa ke Mapolda,” jelas Achmad.

Imigrasi masih melakukan pendalaman kasus, terutama alasan sponsor mendatangkan puluhan warga Tiongkok tersebut. Sementara izin tinggal para WNA itu masih ada dan berlaku. “Cuma mereka secara keseluruhan itu memiliki izin tinggal/kunjungan. Menurut kita ini salah, lantaran izin tinggal kunjungan digunakan untuk bekerja. Sehingga di sini masih membutuhkan bukti lain, apakah ada izin kerja atau tidak,” papar Achmad.

Jika memang hanya memiliki izin tinggal namun yang terjadi adalah bekerja di sini, kata Achmad, itu merupakan pelanggaran pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011. Pasal 122 itu berbunyi: “Setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya. Kemudian setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada orang asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya, maka orang itu dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta”.

“Kasus ini akan diarahkan ke situ, kalau memang terbukti. Prosesnya saat ini masih dilakukan pengumpulan bahan keterangan oleh Imigrasi Pontianak dan masih berlangsung. Kita lihat nanti,” tegasnya.

Berdasarkan keterangan dari sponsor (pihak yang mendatangkan TKA) keberadaan warga Tiongkok itu di Kalbar sudah sekitar satu bulan. “Kebanyakan mereka terbang ke Pontianak melalui Bandara Soekarno-Hatta. Berkaitan dengan pekerjaan apa yang dilakukan WNA itu, belum kami ketahui. Masih didalami kantor Imigrasi, terkait jabatan dan jenis pekerjaan mereka,” tegas Achmad.

Kawin Campur

Tidak hanya menjadi pekerja ilegal, WNA juga mengawini Warga Negara Indonesia (WNI) dan menetap di Kalbar. Tim Pengawasan Orang Asing (PORA) yang terdiri dari personel Imigrasi Entikong, TNI, Bea Cukai, Kejaksaan, Polsek Entikong, Karantina, serta KUA (Kantor Urusan Agama) berhasil mengidentifikasi keberadaan orang asing di Kecamatan Entikong, Sanggau.

Operasi yang dibagi menjadi tiga tim tersebut berhasil menemukan enam keluarga yang kawin campur antara WNI dan WNA (Malaysia) di Dusun Sontas, Desa Entikong, Kecamatan Entikong. “Itu untuk Tim A,” kata Kepala Imigrasi Klas II Entikong, Herri Prihatin, Selasa (3/10).

Sedangkan Tim B di Kecamatan Sekayam, terdata ada tiga WNA asal Tiongkok di perusahaan Tambang BBJ sudah memiliki Kitas keluaran Jakarta Utara. Sementara Tim C, di daerah Balai mencatat ada satu WNA di perusahaan tambang batu menggunakan Kitas dari Pontianak, dan tiga WNA asal Selandia Baru di Yayasan Bukit Pengharapan sebagai sukarelawan.

Herri mengaku sengaja menargetkan WNA, mengingat Entikong adalah lokasi perbatasan. Dia juga banyak menerim informasi tentang keberadaan WNA di Entikong. “Banyak berita-berita tentang orang asing yang bermukim di sini, dengan dalih kawin campur. Kami juga dapat informasi dari masyarakat, banyak pendatang-pendatang asing yang mengadakan survei, juga dari Tiongkok. Mungkin posisinya di sekitar Malenggang dan Sekayam. Tapi kalau untuk di Kecamatan Entikong sendiri itu kebanyakan dari warga negara Malaysia,” ungkapnya.

Untuk kasus kawin campur, Herri berjanji akan mendeportasi WNA, jika kedapatan tak dilengkapi dokumen keimigrasian. Namun pihaknya tak mempermasalahkan selama WNA tidak tinggal permanen di Indonesia.

“Kalau memang dia tidak permanen di sini, itu tidak apa-apa, dalam hal kunjungan tidak apa-apa. Tapi kalau melakukan perkawinan tanpa dilindungi dasar hukum aturan yang berlaku, ya kita arahkan bahwa perkawinan anda tidak sah, secara hukum Indonesia. Kita koordinasi dengan Kementerian Agama setempat. Makanya dalam rapat tadi kita hadirkan ke Kementerian Agama. Kalau pelanggaran keimigrasian tetap Imigrasi yang menangani,” tegasnya.

Salah seorang pelaku kawin campur, Natalia Nina, 32, warga Dusun Sontas, mengaku telah lima tahun menikah dengan Muhamad Jainol, warga Malaysia. “Tapi nikah kampung, tidak melalui gereja,” katanya kepada petugas dari Tim PORA.

Wanita yang sudah dikaruniai dua putri dari hasil perkawinannya itu mengaku, suaminya datang seminggu sekali. “Biasaya satu atau dua hari di sini (rumah),” ujarnya.

Natalia mengaku tak mengetahui prosedur adminstrasi tentang nikah dengan pasangan berbeda kewarganegaraan. “Ya mungkin dengan begini (didatangi tim) nanti akan saya urus dengan suami tentang surat-menyuratnya,” ungkapnya.

Laporan: Achmad Mundzirin, Kiram Akbar

Editor: Hamka Saptono