Ada yang sedikit berbeda pada Iduladha 1438 Hijriah ini. Tidak seperti tahun-tahun yang telah lewat, kebanyakan penjual kambing di Kota Pontianak baru beraktivitas menjual hewan kurban tersebut pada H-3.
***
eQuator.co.id – Jamaknya, seminggu sebelum itu atau H-7, para pedagang sudah ramai di beberapa ruas jalan ibukota Provinsi Kalbar. Salah seorang di antara mereka adalah Yusuf. Dia memilih lokasi menjual kambing di Jalan Veteran. Itu tempatnya berdagang hewan kurban setiap tahun.
Warga Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, tersebut memprediksi penjualan kambing pada tahun ini mengalami penurunan. “Karena adanya stok kambing yang berasal dari pulau Jawa, mungkin juga dikarenakan melemahnya ekonomi masyarakat,” duga Yusuf, ditemui di Jalan Veteran Pontianak, Selasa (29/8).
Ia mengaku baru pada hari itu menggelar lapaknya. Dan bisa saja bakal masih berjualan hingga H+2 Iduladha.
Alhamdulillah, sebelum membuka lapak, ia menyebut sudah laku sekitar 15 ekor. Yang dibeli sejumlah pengecer.
Pria berusia 38 tahun itu menjual kambingnya dengan berbagai ukuran. Dengan kisaran harga Rp1,95-4 juta. Asal kambingnya campuran. Lokal dari Jangkang dan Teluk Batang, sebagian dari pulau Jawa.
Soal omzet, dia belum bisa memprediksi. Namun, berdasarkan penjualan tahun lalu, Yusuf mampu menjual ratusan ekor kambing.
Berbeda pendapat dengan Yusuf, penjual kambing lainnya, Suhendri. Pria berusia 27 tahun ini menjalankan bisnis penjualan kambing khusus untuk kurban tiga tahun terakhir.
Lokasi Suhendri berjualan berpindah-pindah. Tahun pertama di Jalan Parit H. Husin II, kemudian di Jalan Adisucipto, dan sekarang di Jalan Sultan Abdurahman.
Ia menyebut, penurunan penjualan kambing sebab banyak orang yang berkurban sapi. “Karena kurang lebih harga sapi, daripada membeli kambing, lebih baik beli sapi seekor. Beli satu sapi bisa untuk kurban bersama tujuh orang, kan kurang lebih harganya dengan tujuh ekor kambing,” papar Suhendri di lapaknya, Rabu (30/8).
Faktor cuaca yang buruk di Kota Pontianak belakangan ini pun dianggapnya sebagai penyebab kambing kurang diminati sebagai hewan kurban. Pasalnya, hewan tersebut, kata Suhendri, rentan kedinginan yang akhirnya bisa membuatnya sakit.
“Sehingga pedagang enggan mengeluarkannya,” tutur dia.
Yusuf mulai berjualan sejak H-6 Iduladha. Kambing yang dia dagangkan didatangkan dari seberang lautan. “Kambing lokal postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, berbeda dengan yang dari pulau Jawa, lebih tinggi dan sehat,” paparnya.
Kambing yang ia jual rata-rata berusia 3 tahun. Paling murah Rp2,3 juta, paling mahal Rp2,7 juta. Dari awal berjualan, hingga kemarin, baru 11 ekor yang terjual. Tahun sebelumnya, sebelum H-2 saja bisa laku 30 ekor. Padahal, itu tidak termasuk pesanan langsung dari pelanggan setianya.
“Kalo sekarang 20 ekor itu rasanya berat,” ucap Yusuf.
Ia mau buka-bukaan terkait keuntungan perekor kambing. Bisa mencapai Rp200 ribu, tapi untung Rp50 ribu pun tetap Yusuf ambil. Asal bisa menutupi biaya pembelian rumput yang sekarungnya Rp10 ribu. Sekitar 20 puluh ekor kambing yang ada di lapaknya bisa menghabiskan empat karung dalam sehari.
Suhendri memastikan hewan kurbannya tersebut sudah divaksin oleh dinas terkait. Kandang besarnya di Siantan, Pontianak, telah didatangi petugas secara langsung.
DIPERIKSA SAMPAI
PROSES SEMBELIH
Di sisi lain, mendekati Iduladha, Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan, dan Perikanan Kota Pontianak mengimbau masyarakat agar membeli hewan kurban yang berlabel atau diberi peneng.
Kepala Bidang Peternakan, Endang Sayekti, menyatakan peneng itu tanda untuk hewan kurban. Pihaknya yang menjemput bola, mendatangi tempat-tempat yang kerap menjual hewan kurban dan para peternak hewan di Kota Pontianak.
“Yang kemarin kita banyak ambil dari peternak itu datanya. Kita lihat kondisi hewannya dan kemudian yang layak dan cukup umur dan sehat itu dikasih tanda,” ujar Endang, kemarin (30/8). Yang tidak berpeneng berarti sakit maupun tidak cukup umur.
Setakat ini, dari pengecekan pihaknya di lapangan, tidak didapati penyakit berbahaya. “Jadi penyakit zoonosis (penyakit menular pada manusia) itu tidak kita temukan, penyakit zoonosis itu seperti antraks,” tegasnya.
Meski telah bekerja sama dengan Dinas Peternakan Kalbar, Endang menyebut belum seluruh pedagang dan penjual hewan di kota Pontianak yang terdata dan hewannya diberi peneng. Itu karena saking banyaknya penjual hewan ternak.
Dan, keterbatasan jumlah petugas yang hanya terdiri dari 11 orang plus 3 dokter hewan. Kendala tersebut belum ditambah beberapa pedagang tidak mau dicek dan enggan hewannya diberi peneng.
“Tidak semua penjual itu kooperatif, jadi tidak semua mereka mau diberi tanda,” beber Endang.
Lanjut dia, penjual yang tidak mau hewan jualannya diberi tanda menganggap masyarakat nanti jadi tahu mana hewan yang layak maupun tidak. Mereka khawatir banyak hewannya yang tidak terjual nanti.
Untuk mengatasi masyarakat yang telah terlanjur membeli hewan kurban tidak berpenang, Endang menyatakan, petugas Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan, dan Perikanan Kota Pontianak siap turun ke masyarakat tanpa perlu dibayar.
“Kalau memang, misalkan perlu bantuan kita untuk pengecekan hewan kurban, bisa kita cek kan. Dan itu gratis. Jadi kita turun ke lapangan, dari masjid mana minta cek, kita datangin,” tuturnya.
Untuk pemeriksaan sapi, pihaknya pihaknya kroscek 3 minggu sebelumnya. Dan tidak ada masalah. Khusus kambing saja yang dicek sampai waktu pemotongan karena rentan. Gampang sakit.
”Untuk yang kambing kita ndak berani terlalu awal, tapi kalau dari masyarakat memang mau meminta bantuan kita bisa langsung temani,” jelas Endang.
Dia menambahkan, untuk hari ini (Kamis, 31/8), dinas terkait Kota Pontianak akan bergabung dengan tim dari Provinsi Kalbar. Mereka turun lapangan sampai proses penyembelihan selesai, hari Senin mendatang. Sasaran pengecekan adalah beberapa instansi, masjid, dan sekolah.
Sebelum melakukan cek terakhir ini, Endang mengatakan, sudah mengirim surat ke semua pihak yang akan melakukan penyembelihan hewan kurban. “Data tahun lalu kan ada. Dari data itu, kami buatkan surat pemberitahuan yang kita kirim ke mereka,” bebernya.
Data itu termasuk jadwal penyembelihan. Meliputi jam, hari, dan kapan hewan sampai di lokasi. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah penyembelihan.
“Jadi, kalau yang sebelum itu, yang dilihat fisiknya sehat atau enggak. Sesudah dipotong, kita tetap harus melakukan pemeriksaan organ dalamnya, terutama hati,” papar Endang.
Dengan jumlah petugas yang terbatas serta banyaknya pihak yang melakukan penyembelihan dalam waktu hampir bersamaan, Endang dan kawan-kawan biasanya tidak mendampingi seluruh proses penyembelihan hingga selesai.
Meski begitu, dinasnya tetap mengimbau agar petugas dan panitia kurban memisahkan organ dalam hewan sebelum dibagikan ke masyarakat. “Memisahkan bagian dalamnya akan lebih aman terutama yang paling sering kita temui cacing hati. Itu kasus yang paling banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tidak boleh dikonsumsi hatinya jika ditemui cacing itu, cincang dan buang,” pungkasnya.
Senada, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Singkawang, Yusnita Fitriadi. Ia berharap masyarakat, panitia, atau pengurus masjid yang akan melakukan pemeriksaan hewan kurban untuk berkumpul di satu titik. Sehingga dapat dilakukan sekaligus.
“Bagi pihak panitia kurban yang telah melakukan pemotongan, terutama untuk jeroan atau hati sapi, agar diperiksa terlebih dahulu apakah hati sapi itu mengandung cacing hati atau tidak,” tuturnya, Selasa (29/8).
Apabila hati sapi itu, lanjut dia, banyak mengandung cacing hati, sebaiknya jangan dikonsumsi. “Bagi masyarakat yang belum mendapatkan pemeriksaan kesehatan hewan dapat menghubungi petugas ke 0813522731300. Pemeriksaan kesehatan hewan itu bersifat gratis,” ujar Yusnita.
Ia menambahkan, sebaiknya hewan yang akan dipotong tidak cacat, cukup umur, dan sehat. Kemudian, pemotongannya sesuai syariat Islam serta berkelamin jantan.
Jumlah pemotongan hewan kurban di Singkawang pada 2016 sebanyak 433 sapi dan 205 kambing. Pada 35 sapi terdapat cacing hati.
“Untuk tahun ini kita belum tahu jumlahnya, dan akan tahu setelah dilakukan pemotongan dan kita sudah berkoordinasi dengan Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang,” tegas Yusnita.
Ia pun telah menyebar petugas pemeriksaan kesehatan hewan kurban sebanyak 20 orang se-Kota Singkawang. “Sesuai zona yang telah ditentukan, nantinya petugas tersebut akan memeriksa baik sebelum atau sesudah pemotongan hewan kurban,” tandasnya.
Sependapat, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Dakwah IAIS Sambas, Mujahidin. Kata dia, hewan ternak yang akan dikurbankan harus benar-benar diseleksi. Jangan sampai ada kelalaian terutama yang melanggar aturan atau syariat hewan kurban.
“Kita berkurban ini pada dasarnya ibadah, sehingga apa yang kita berikan haruslah yang terbaik, namun hal-hal yang berkaitan dengan syariatnya jangan sampai kita abaikan,” pintanya, Rabu (30/8).
Yang tak kalah pentingnya, lanjut dia, proses distribusi daging hewan kurban. Biasanya dilakukan dengan cara beragam.
“Ada yang dengan mengantarkan langsung kepada warga yang berhak menerima, ada yang menggunakan sistem kupon atau cara lainnya,” ungkap Mujahidin.
Di Sambas, hewan kurban dibagikan di beberapa kampong. Hewan yang akan dikurbankan jumlahnya banyak. Bahkan, ada hewan kurban yang dialihkan ke kampung lain yang belum mendapatkannya.
“Jadi satu ekor sapi yang masih utuh diserahkan ke satu desa atau kampung yang tidak ada orang yang kurban di tempat tersebut. Ada beberapa tempat yang biasanya seperti itu, banyak jumlah hewan kurban yang diterima mereka,” bebernya.
Jamak terjadi di daerah lain, sekitar satu hingga dua hari sebelum Iduladha, pihak penjual baru mengantarkan hewan kurban ke tempat penyembelihan. Tapi, dijelaskan Mujahidin, di Sambas beda. Ada penjual yang melayani panitia.
“Jadi sapi kurban sudah disembelih, sudah dikuliti, yang disampaikannya ke panitia itu sapi yang sudah bersih, tinggal dikantong-kantongkan oleh panitia dan didistribusikan,” ungkapnya.
Imbuh dia, “Sehingga panitia tidak terlalu disibukkan, tidak perlu mengurus penyembelihannya, membuang perut sapi, kulitnya, ditangani langsung oleh penjual”.
Kepada panitia atau pengurus penyembelihan hewan kurban, ia meminta tuntunan atau pedoman sejak memilih, membeli, menyembelih, hingga mendistribusikan hewan kurban secara syariat Islam diikuti sungguh-sungguh. Sebab, jika tidak memenuhi persyaratan yang disyariatkan oleh hukum Islam, maka nilai ibadah kurban tidak maksimal.
“Kalau tidak tahu bertanyalah ke orang yang mengetahui, kebetulan Kementerian Agama Sambas sudah memberikan pelatihan penyembelihan kemudian sosialisasi tentang hewan yang akan dikurbankan. Bahkan dari dokter hewan juga memantau kesehatan hewan yang akan dikurbankan,” tutup Mujahidin.
Laporan: Maulidi Murni, Riko Saputra, Suhendra, Sairi
Editor: Mohamad iQbaL