Bocah 13 Tahun Diculik, Minta Tebusan Rp20 Juta

Menolak Bekerja di Toko Bangunan

Ilustrasi - NET

eQuator.co.idPontianak-RK. Malang nian nasib Apen, bocah laki-laki berusia 13 tahun. Warga Kota Singkawang ini dianiaya dan diperas. Masalah sepele, karena merasa tidak betah berkerja di toko sembako milik warga di Kendawangan, Ketapang.

Kasus ini ditangani Subdit IV Reknakta, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar. Polisi meringkus empat tersangka berinisial HPL, DDH, DS, LHK serta seorang tersangka masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) berinisial IS.

“Karena korban tetap ngotot ingin kembali pulang, maka timbul niat tersangka melakukan kekerasan dan memeras korban,” kata Kasubdit IV AKBP Aldinan Manurung saat rilis di ruang rapat Dirreskrimum Polda Kalbar, Rabu (30/8).

Aldinan mengungkapkan, awal Juli lalu, Apen diajak HPL, ditawarkan pekerjaan menjaga toko sembako di Kendawangan milik Apung. Baru berkerja dua hari, Apen merasa tak betah. Dia memeberitahu HPL agar menjemput dan mengantarnya pulang ke Kota Singkawang. Kemudian tersangka menemui korban di Kendawangan. Bujuk rayu tersangka terhadap korban agar tetap bertahan tidak digubris. Apen bersikukuh ingin pulang ke Kota Singkawang.

“Tersangka menjanjikan akan dibelikan handphone baru. Agar bisa bertahan berkerja, malam harinya tersangka membelikan handphone Xiomi menggunakan uang pemilik toko tersebut dan diberikan kepada korban,” jelas Aldinan.

Dua minggu kemudian, tersangka HPL datang lagi ke toko tersebut, dengan alasan ingin mengajak Apen jalan-jalan ke Ketapang. Ternyata Apen dibawa ke sebuah rumah ibadah (Pekong) di Kendawangan. Mirisnya, disinilah peristiwa memilukan itu tejadi.

Di Pekong tersebut HPL dan IS memaksa Apen mengakui dan membuat surat pernyataan bahwa telah menyuruh seseorang bernama Andi mencuri uang milik HPL. Namun korban tidak mengakui perbuatannya. Maka tersangka DDH menggoreskan sebilah mandau ke tangan dan punggung korban serta memborgol tangan dan jari jempol kaki. Tidak hanya itu, korban ditampar oleh HPL, IS, DDH. “Karena tidak mau mengaku mencuri, tersangka melakukan penganiayaan terhadap korban,” ungkapnya.

Tidak hanya penyiksaan secara fisik, saat Apen disekap di Pekong tersebut, juga mengalami pelecehan. LHK menggunting rambut korban. Sementara pada malam harinya datang lagi DS mengantung sebuah botol di telinga korban. Dengan tangan terborgol, di tangan dan punggung korban di tulis “MALING”. Lalu meneteskan lilin ke punggung korban serta mengancam akan disetrum.

“DS juga menyuruh Andi memukul korban. Korban disekap dan dipukuli oleh HPL, IS, DDH, sedangkan Andi, dipaksa DS memukul korban menggunakan gagang sapu ke tangan dan kaki korban,” jelas Aldinan

Setelah mengalami penyiksaan dan dibawah tekanan, korban terpaksa mengakui perbuatannya yang dituduhkan tersebut. Dibuatlah surat pernyataan, kemudian pengakuan korban direkam lalu dikirim melalui facebook milik keluarga korban. Hasil rekaman dan surat pernyataan ini dipakai untuk memeras keluarga korban dengan alasan mengganti uang yang telah dicuri.

“Tersangka menelpon orangtua korban untuk mentransfer uang uang tebusan sebesar Rp20 juta rupiah agar korban dilepaskan, tetapi keluarga korban hanya mampu memenuhi permitaan tersangka sesar Rp5 juta,” papar Aldinan.

Setelah dua hari bocah malang itu disekap, lalu di bawa ke rumah IS sambil menunggu kiriman uang dari keluarga korban. Kemudian pada 2 Agustus lalu, keluarga Apen mentransfer uang ke rekening IS sebesar Rp5 juta. Setelah uang diterima, korban pun dilepaskan dan dipulangkan.

“Korban dititipkan ke sebuah truk dari Ketapang sampai ke Kota Pontianak. Menuju Kota Singkawang menggunakan bus dengan biaya pulang telah diberikan IS sebesar Rp200 ribu,” ujar Aldinan

Akibat ulah para tersangka ini korban mengalami trauma dan belum bisa diajak komunikasi. Kasus ini terus dikembangkan, dan mengejar tersangka yang dinyatakan DPO. “Kita masih mengejar tersangka lain, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lainnya,” tegasnya.

Sebelumnya antara HPL dan korban tidak ada permasalahan sama sekali. Mereka saling kenal, dan tidak ada latarbelakang dendam sama sekali. Dari hasil pemeriksaan sementara aksi para tersangka terjadi memang spontanitas. Bersama para tersangka polisi mengamankan barang bukti yang digunakan untuk menganiaya korban, seperti mandau, borgol, sapu, gunting lilin, botol bir kosong.

Para tersangka dijerat pasal 80 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 tentang Perlindungan Anak, pasal 333 ayat 1 KUHP, pasal 170 ayat 1 KUHP dan pasal 368 ayat 1 KUHP. “Ancamannya penjara minimal lima tahun,” tegasnya. (amb)