eQuator.co.id – Pontianak-RK. Syarif Machmud Melvin Alkadrie resmi disapa Sultan. Sabtu (15/7), seluruh proses penobatan telah dijalaninya. Di pundaknya kini teremban pelestarian budaya Kesultanan Pontianak.
Penobatan Sultan ke IX Pontianak kemarin berlangsung khidmat dan lancar. Cuaca di Pontianak Timur sangat bersahabat. Cerah. Sekitar pukul 09:00, putra almarhum Syarif Abubakar Alkadrie dikawal pasukan bersenjata kesultanan dan para punggawa adat berangkat dari Masjid Jami menuju Istana Kadriah dengan berjalan kaki.
Di gerbang istana, Melvin berhenti. Ia disambut tarian dan silat palang pintu yang harus dilaluinya. Pesilat utusannya memenangkan pertarungan dan Melvin bisa melanjutkan perjalanan menuju tangga istana. Ibu Suri kemudian memberikan titah yang saat itu dibacakan oleh Sultan Palembang Darussalam, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin.
Penobatan pun dimulai, di leher Syarif Machmud Melvin Alkadrie dipasang kalung bertuliskan dua kalimat syahadat dirangkai dengan bintang bulan. Ini tanda keabsahannya sebagai seorang sultan. Disusul penyerahan pusaka berupa tongkat dan keris lalu ditutup pemasangan imamah atau sorban.
Resmi menjadi Sultan ke IX Pontianak, Sultan Melvin menekankan perlunya sinergisitas dan kerja sama antara lembaga Kesultanan Pontianak dengan pemerintah daerah. Tujuannya, terus mengangkat derajat nilai-nilai budaya agar tak luntur ditelan kemajuan jaman.
“Saya ingin bersama dengan pemerintah membangun budaya, adat, yang ada di kota Pontianak ini,” ujarnya diwawancarai awak media.
Ia bertekad mengangkat kembali budaya-budaya lama Melayu Pontianak. Yang sudah lama tidak muncul akan ditimbulkan. Dihidupkan lagi. Salah satunya, Keriang Bandong dan Napak Tilas Sultan Pontianak menyusuri Sungai Kapuas.
“Kedepannya akan kita upayakan supaya bisa menjadi agenda tahunan pariwisata,” tegas Sultan Melvin.
Statement tersebut diapresiasi Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, yang hadir dalam prosesi penobatan. Ia berharap, Sultan Pontianak fokus pada pengembangan budaya Melayu Pontianak supaya lebih mendunia dan turut mendukung pengembangan pariwisata Kota Pontianak.
“Sultan sebagai perekat dan pemersatu, dan fungsi itu dari dulu sampai sekarang, harus tetap menjadi, kalau boleh disebut sebagai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari kesultanan,” tutur pemilik akun Twitter @BangMidji ini.
Wali kota dua periode ini menerangkan pihaknya akan mengembalikan bentuk pagar istana seperti kondisi semula supaya Keraton Kadriah menjadi salah satu obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Masjid Jami sebagai tujuan wisata religius juga harus dijaga.
“Saya berharap ada pengembangan yang lain untuk Kota Pontianak dengan budaya,” ucapnya.
Ia mendukung rencana pihak kesultanan menjadikan napak tilas sultan sebagai agenda pariwisata tahunan. “Yang jelas Pontianak Timur ini menjadi kawasan pengembangan kebudayaan,” tukas Midji.
Senada, Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono. Menurut dia, penobatan Sultan ke-IX Pontianak ini merupakan salah satu ritual yang bisa mengangkat budaya Kota Pontianak agar terkenal ke seluruh penjuru maupun pelosok tanah air. Bahkan dunia.
“Kegiatan-kegiatan kerajaan ini tentunya harus kita tunjang karena ini merupakan cikal bakal penduduk Pontianak secara mayoritas,” ujarnya.
Dalam dua tahun terakhir ini, sebut Edi, pihaknya sudah mulai merestorasi dan merevitalisasi kawasan keraton termasuk Masjid Jami untuk dilestarikan dan ditata ulang sebagai kawasan budaya. Jadi salah satu ikon utama pariwisata Kota Pontianak.
“Oleh sebab itu, kita harapkan Sultan bisa mengayomi, menggali potensi-potensi yang ada dari leluhur untuk kita jadikan salah satu kegiatan Pemkot,” harapnya.
Pesan untuk Sultan Melvin juga datang dari Ketua Yayasan Raja Sultan Nusantara, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. Ia berharap Sultan Syarif Machmud Melvin Alkadrie mampu menjadi perekat masyarakat yang ada di Kota Pontianak dan mampu membangkitkan kembali adat budaya yang ada.
Dikatakan Sultan Palembang Darussalam ini, Kesultanan Pontianak mempunyai histori yang besar dan luar biasa. Lambang Negara, Garuda, adalah rancangan Sultan Hamid II yang juga Sultan Pontianak.
“Kebangkitan para sultan dan raja di nusantara ini karena apa? Kami ada sebelum kamu ada, kamu ada karena kami akui ada, untuk itu tidak ada alasan untuk kamu tidak mengakui kami,” tuturnya.
Berdasarkan UUD 1945 pasal kebudayaan dan amandemen pasal 18B, lanjut dia, negara mengakui hak masyarakat adat. Pihaknya melihat peran raja dan sultan ini sebagai perekat, mitra strategis pemerintah. Hal sosial yang bergejolak dan segala sesuatu yang mengancam kedaulatan NKRI, dari dalam maupun dari luar, akan berhadapan dengannya.
“Kami siap menjaga negara persatuan dan kesatuan Indonesia, kami tidak ingin apa yang kami wariskan kepada Soekarno hilang. Pada waktu ditanya PBB mana wilayah mu, para raja dan sultan menyerahkan kepada Soekarno,” terang Sultan Iskandar. Walaupun sekarang, diakuinya, raja dan sultan berperan berbeda, namun tetap harus terus melestarikan adat budaya.
Sementara itu, Ketua Panitia Penobatan Sultan ke lX Pontianak, Dr. Syarif Hasim Azizurrahman menyatakan, rangkaian penobatan sudah diawali saat tahlilan ke tujuh hari almarhum Sultan Syarif Abubakar Alkadrie. Prosesinya ditindaklanjuti pada hari ini.
“Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan berkenan memberikan arahan sehingga upacara penobatan pun berhasil dilaksanakan,” tuturnya.
Ditambahkan sekretaris panitia, Syarif Hasan Basri Alkadrie, penobatan ini kedatangan banyak tamu. Mulai dari kalangan kerajaan se-Nusantara, raja-raja di Kalbar, pemerintah, dan tentu saja masyarakat.
Walaupun prosesi ritual adat telah selesai, ia mengatakan, belum ditutup karena masih ada rangkaian acara berikutnya. Yakni seminar dengan narasumber Prof. Dr. Ibrahim dan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin di Gedung Rektorat Untan hari ini.
“Ritual adat akan ditutup Minggu (16/7) dengan acara mandi-mandi, dengan digelarnya acara mandi-mandi maka berakhir lah prosesi penobatan,” pungkas Hasan.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Mohamad iQbaL