Umat Hindu Kalbar Gelar Melasti di Pantai Kijing

Sikap Toleransi Sebagai Refleksi Nyepi

MELASTI. Prosesi Pengekepan, prosesi pelepasan dua ekor unggas yang dilakukan umat Hindu dalam persembahyangan Melasti di Pantai Kijing, Mempawah, Sabtu (25/3). IGK YUDHA DHARMA

Melasti merupakan persembahyangan yang dilakukan umat Hindu di Indonesia. Sebagai bentuk pembersihan diri sebelum masuk pada perayaan Nyepi.

IGK Yudha Dharma, Mempawah

eQuator.co.id – Ribuan Umat Hindu di Kalbar menggelar prosesi persembahyangan Melasti yang dipimpin Ida Sri Resi Dukuh Putra Bandem Kepakisan di Pantai Kijing, Mempawah, Sabtu (25/3).

Pukul 11.15 dimulai persembahyangan yang menghadap bibir pantai. Melasti bertujuan mensucikan Buana Alit atau diri sendiri serta Buana Agung atau alam semesta. “Untuk memasuki tahun saka yang baru, kita perlu mempersiapkan diri dengan kesucian,” jelas Ida Sri.

Antusias umat Hindu dalam mengikuti prosesi Melasti ini tidak pernah menurun setiap tahunnya, bahkan terus meningkat. Sejak tahun lalu mulai diikuti oleh umat Hindu dari Sintang maupun Sanggau. “Kalau Sambas, Bengkayang sih sudah biasa,” kata Ida Sri yang juga ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalbar.

Khusus daerah yang tidak memiliki pantai, dapat melakukan prosesi sembahyang Melasti di sumber mata air. Seperti di Kayong Utara yang memiliki sumber mata air di daerah pegunungan, maka prosesi Melasti dilakukan di sana.

Memang prosesi sembahyang Melasti dilakukan di tempat yang berdekatan dengan air. Secara visual air juga untuk membersihkan diri, maka secara simbolik air menjadi wujud pensucian lahir dan batin.

“Prosesi Melasti sendiri melewati tahap yang fokusnya memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Dewa Baruna. Merupakan salah satu dewa pelebur yang mensucikan hal-hal yang bersifat jahat dan kotor lewat keikhlasan kita,” jelas Ida Sri.

Ritual Nyepi di Kalbar dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada. Prosesnya ada Mendak, terus Melasti, lalu dikuti upacara Nyejer dan diakhiri upacara tutup tahun atau disebut Tahur Kesanga.

Tahur Kesanga juga akan diawali pawai Ogoh-Ogoh atau pawai membawa patung-patung monster, sebagai simbolik kekuatan jahat yang harus dibasmi. Dalam menyambut Nyepi juga akan dikuti pecaruan atau bermakna mengharmonisasikan hubungan manusia dengan lingkungannya. Salah satunya adalah prosesi Pekeleman.

Prosesi Melasti yang dilakukan umat Hindu berjalan lancar. Persembahyangan telah dilakukan dalam rangka mensucikan diri menyambut hari raya Nyepi yang sebentar lagi datang.

Selain prosesi Melasti yang dilaksanakan pada Sabtu (25/3), umat Hindu juga akan menggelar pawai Ogoh-Ogoh atau patung monster yang diarak keliling Kota Pontianak, Senin (27/3).

Hal ini tentu menjadi pemandangan unik tersendiri ketika kebudayaan dari masyarakat Bali juga bisa hadir di Kalbar.

Hari Nyepi yang dirayakan umat Hindu di seluruh Indonesia tahun ini jatuh pada 28 Maret. Perayaan ini dalam rangka menyambut pergantian tahun baru saka 1939.

Biasanya seluruh umat Hindu akan melaksanakan Catur Brata penyepian yang berupa meditasi meninggalkan sejenak berbagai hal keduniawian, dalam rangka pensucian diri sebelum masuk ke tahun baru saka.

Tentu saja Nyepi juga menjadi refleksi untuk diri dalam menjalani kehidupan selama ini. Hal ini juga terkait berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar serta peran umat Hindu dalam menjaga keharmonisan antarumat beragama.

Maraknya sikap intoleransi yang terjadi belakangan ini, memang menjadi coreng bagi kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Keharmonisan yang selama ini sudah terjalin telah dinodai oleh kepentingan politik sejumlah oknum.

Ida Sri berharap, perayaan Nyepi tahun ini, seluruh umat Hindu harus meningkatkan Srada Bhakti, yaitu keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Nah, ini yang pertama,” kata Ida Sri.

Kedua, umat Hindu diharapkan mampu memberikan konstribusi untuk negara. Khususnya dalam kehidupan bermasyarakat, serta ikut berperan aktif dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dari berbagai aspek.

“Khususnya membantu pemerintah provinsi Kalbar. Meskipun umat Hindu jumlahnya tidaklah banyak, tapi mampu memberikan konstribusi yang besar sesuai dengan kemampuan dan profesi yang kita miliki,” ujar Ida Sri.

Ida Sri mengungkapkan, hal terpenting, menjaga keharmonisan. Baik sesama umat Hindu maupun di kehidupan antarumat beragama, serta juga membina keharmonisan dengan pemerintah.

Terkait peristiwa intoleransi yang beberapa waktu lalu sempat hangat di Indonesia, Ida Sri mengucapkan “Astungkare” atau rasa syukur, karena kehidupan umat beragama di Kalbar sangatlah toleransi. Tidak terpengaruh dengan peristiwa yang terjadi di luar.

Ia berharap, sampai kapanpun kehidupan antarumat beragama di Kalbar akan terus berjalan harmonis. “Di sini toleransi umat beragama sangat tinggi. Buktinya kita bisa melakukan persembahyangan Melasti di sini (Pantai Kijing) dan ditoleransi oleh umat beragama lain,” jelas Ida Sri.

Hal ini haruslah menjadi contoh, dipelihara dan bahkan ditingkatkan. Untuk memupuk dan menjaga kerukunan serta keharmonisan bagi seluruh umat beragama yang ada di Indonesia, khususnya Kalbar.

Ida Sri menyerukan umat Hindu, mampu memiliki peranan dalam berkonstribusi, sesuai kemampuan yang dimilikinya. Agar bermanfaat untuk masyarakat Kalbar yang terdiri dari berbagai sektoral.

Dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi, Ida Sri menyampaikan pesan, agar umat Hindu melaksanakan Catur Brata penyepian dengan konsisten. Mengenai berbagai hal intoleransi yang terjadi di luar Kalbar, masyarakat di sini jangan ambil pusing. “Karena di Kalbar semuanya berjalan baik-baik saja, dan kita terus berupaya menjaga keharmonisan serta kerukunan itu,” ucap Ida Sri.

Khususnya untuk seluruh umat Hindu yang ada di Kalbar, jangan sampai ikut-ikutan terpancing. “Kita harus saling mengasihi semua umat beragama. Membina keharmonisan dimana pun berada. Dan yang pasti umat Hindu harus memberikan kontribusinya bagi masyatakat di Kalbar,” ajaknya. (*)